ZONAUTARA.com – Human Rights Watch (HRW) mengumumkan bahwa Tirana Hassan telah ditunjuk sebagai direktur eksekutif HRW yang baru. Hassan sebelumnya menjabat sebagai direktur program HRW dan telah menjabat sebagai pelaksana direktur eksekutif sejak September 2022, setelah pejabat sebelumnya, Kenneth Roth, undur diri.
Hassan adalah seorang pengacara dan peneliti hak asasi manusia (HAM), yang telah mendokumentasikan berbagai pelanggaran HAM di beberapa krisis dan konflik dunia.
“Sebagai direktur eksekutif Human Rights Watch yang baru, Tirana Hassan memiliki mandat yang sempurna, aktivis hak asasi manusia serta visi yang ambisius, untuk mencari solusi atas pelanggaran hak asasi manusia yang sedang dihadapi dunia,” kata Zeid Ra’ad Al Hussein, CEO dan presiden dari International Peace Institute dan mantan Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Hak Asasi Manusia.
“Tirana aktivis yang sangat berpengalaman, dia akan jadi pemimpin yang tangguh dan diperhitungkan!,” kata Zeid Ra’ad sebagaimana rilis yang diterima Zonautara.com, Rabu (29/3/20223).
Hassan, yang memulai karirnya sebagai pekerja sosial dan menghabiskan waktu bertahun-tahun bekerja dengan perempuan dan anak-anak dalam situasi konflik dan krisis, pertama kali bergabung dengan HRW pada 2010, guna meliput keadaan darurat di Afrika, Asia, dan Timur Tengah.
Dia lantas menjadi direktur keadaan darurat di Amnesty International, sebelum kembali ke HRW sebagai direktur program pada 2020, dimana dia melakukan koordinasi terhadap berbagai penelitian, advokasi, hukum, dan komunikasi organisasi tersebut.
“Tirana memiliki kombinasi langka dengan pengalaman investigasi yang luas, kreativitas yang strategis, dan komitmen terhadap hak asasi manusia yang diperlukan Human Rights Watch untuk mengatasi tantangan kompleksitas hak asasi manusia yang dihadapi dunia,” kata Kenneth Roth, mantan direktur eksekutif di Human Rights Watch, yang mengundurkan diri pada Agustus 2022.
“Saya senang dia memimpin Human Rights Watch di masa mendatang,,” lanjutnya.
Ketika dia bekerja buat Amnesty International, Hassan mengawasi perkembangan penggunaan teknologi yang inovatif untuk memajukan penyelidikan hak asasi manusia di Myanmar, Suriah, dan negara kritis lain.
Dia membawa rekam jejak yang terbukti dalam mengembangkan program ambisius untuk mengatasi masalah hak asasi manusia dan dia akan memimpin pekerjaan Human Rights Watch dengan para aktivis, penyintas, dan masyarakat sipil untuk mencegah meningkatnya ancaman terhadap hak asasi manusia di seluruh dunia.
“Tirana membawa visi soal inovasi yang tepat —salah satunya adalah menggabungkan metode investigasi yang terbukti sahih dengan teknologi baru yang sedang berkembang. Dia akan melewati lautan teknologi yang penuh dengan peluang dan bahaya, dengan daya tarik yang sama, tapi pendekatan yang kritis, kolaboratif, dan teliti akan membuka kemungkinan investigasi yang kuat, yang belum dimanfaatkan. Penunjukannya adalah berita buruk bagi para lalim, rezim otokratis, dan, terutama, mereka yang berusaha menghindari pertanggungjawaban,” kata Brad Samuels, direktur di SITU Research, seorang investigator visual yang telah bekerja sama dengan HRW di beberapa proyek.
Salah satu prioritas Hassan adalah menyerukan kewajiban berbagai negara di bidang HAM. Tanggapan cepat dan berani terhadap penyerbuan Rusia terhadap Ukraina —termasuk komisi penyelidikan Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan berbagai kecaman oleh Sidang Umum PBB—telah menunjukkan apa yang mungkin terjadi ketika berbagai pemerintah mau bekerja sama, sementara surat perintah penangkapan dari Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court) untuk Presiden Rusia Vladimir Putin menunjukkan bahwa tak ada seorang pun bisa lolos dari jangkauan hukum. Namun, berbagai pemerintah yang sama sering kali kurang antusias, bahkan menutup mata, terhadap penderitaan korban lainnya.
Hassan akan menarik berbagai kemungkinan untuk mendorong berbagai pemerintahan guna menegakkan hukum buat para korban di mana pun, termasuk di Afghanistan, Israel dan Palestina, Ethiopia, dan Iran.
Tirana Hassan lahir di Singapura dari seorang ayah Pakistan, yang keluarganya meninggalkan India pada masa pemisahan India-Pakistan tahun 1947 (partition), dan seorang ibu berdarah campuran Sri Lanka dan Cina, kelahiran Malaysia.
Keluarganya menetap di Australia pada 1970-an setelah penelitian ayahnya, seorang akademikus, tentang kebijakan perumahan Singapura memicu kejengkelan pemerintah Singapura, yang sedang lakukan penindasan terhadap kalangan yang menentang.
Dia mengatakan bahwa pengalaman keluarganya dengan rasialisme, prasangka, dan penindasan, membentuk pandangannya terhadap dunia dan membulatkan keputusannya untuk bekerja atas nama hak orang-orang yang ditindas.
“Tirana memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin yang kuat dan berempati dalam buka suara soal ketidakadilan tanpa ragu. Human Rights Watch beruntung mendapatkan Tirana dan komunitas hak asasi manusia di seluruh dunia akan diperkuat dengan ditunjuknya dia sebagai pemimpin,” Kata Sherine Tadros, mantan koresponden Sky News dan kini kepala kantor Amnesty International di PBB merangkap wakil direktur advokasi, yang bekerja sama dengan Hassan selama bertahun-tahun.
Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana dari University of South Australia, Hassan bekerja sebagai pekerja sosial di Los Angeles, London, dan Adelaide, memberikan masukan kepada kaum muda tunawisma.
Dia lantas memperoleh gelar sarjana hukum dari University of Adelaide ketika dia ikut mendirikan Woomera Lawyers Group, sebuah organisasi bantuan hukum buat para pencari suaka yang ditahan di Woomera, Australia Selatan.
Dia mewakili pengungsi dan pencari suaka dari Afghanistan, Irak, dan Iran yang ditahan di rumah tahanan imigrasi dan kemudian bekerja di sektor kemanusiaan. Hassan juga memegang gelar master dalam hukum hak asasi manusia internasional dari Universitas Oxford.
Dia menjabat sebagai spesialis perlindungan bagi anak dan perempuan, penyintas kekerasan seksual di daerah konflik, serta penanganan bencana alam di seluruh Asia dan Afrika, bekerja bersama Médecins Sans Frontières, United Nations International Children’s Emergency Fund , dan Save the Children.
“Saya merasa terhormat dan rendah hati untuk memimpin organisasi yang luar biasa pada saat pembelaan hak asasi manusia terasa lebih mendesak dari sebelumnya,” kata Hassan.
“Saya berharap dapat membangun fondasi Human Rights Watch yang kuat, untuk mengangkat para pembela hak asasi manusia yang bekerja sama dengan kami dan komunitas yang kami damping, untuk menekan mereka yang berkuasa untuk mewujudkan masa depan yang menghormati hak kita semua,” harapnya. (*)