ZONAUTARA.com – Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) selama ini dikenal dengan julukan Daerah Nyiur Melambai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata nyiur adalah kelapa. Siapa tidak kenal kelapa? Tumbuhan yang banyak manfaatnya. Kelapa mendominasi areal perkebunan di Sulut. Itulah sebabnya Sulut dikenal sebagai daerah Nyiur Melambai.
Data dari BPS Sulut (2022), areal perkebunan kelapa Sulut mencapai 266.968 haktare. Luasan tersebut tersebar di semua kabupaten/kota se-Provinsi Sulut yang berjumlah 15 daerah.
Areal perkebunan kelapa terbesar di Sulut berada di Kabupaten Minahasa dengan luas mencapai 46.401 ha, disusul Kabupaten Minahasa Utara 37.461 ha.
Memiliki perkebunan kelapa yang luas, membuat Sulut dikenal sebagai daerah eksportir komoditas kelapa utama di Indonesia.
Dikutip dari Kompas.id, saat ini 200.763 rumah tangga pekebun di Sulut masih bergantung pada kelapa yang terdiri dari kelapa dalam dan kelapa hibrida. Setidaknya 96,96 persen dari 275.749,55 hektar perkebunan kelapa di Sulut adalah perkebunan rakyat.
Di Sulut ada lembaga khusus penelitian kelapa
Dikutip dari berbagai sumber, tanaman kelapa dibawa bangsa penjajah ke Sulawesi Utara. Karena kondisi iklim dan tanahnya yang cocok, tanaman ini cepat berkembang.
Pada 1927, terjadi ledakan hama Sexava sp, dan musim panas yang panjang di Sulut. Kondisi ini mengakibatkan sekitar 100.000 tanaman kelapa musnah. Untuk menyelesaikan masalah itu, Pemerintah Belanda mendirikan lembaga penelitian kelapa pada tahun 1930 dengan nama Klapper Proofstation (Stasiun Percobaan Kelapa) di Sario Manado, dengan kebun percobaan yang berlokasi di Mapanget.
Penelitian utama dari lembaga ini adalah seleksi dan pengumpulan beberapa aksesi kelapa yang dilakukan oleh Dr. P.L.M. Tammes (peneliti Belanda). Koleksi kelapa yang terletak di kebun percobaan Mapanget dikenal sebagai Koleksi Tammes dan masih dirawat hingga saat ini.
Tahun 1961, pemerintah Indonesia memberikan perhatian serius pada penelitian kelapa dan mendirikan Lembaga Penelitian Tanaman Lemak. Pada tahun 1962, Instusi ini berubah nama menjadi Lembaga Penelitian Kelapa dan Tanaman Lemak Lainnya.
Pada tahun 1967, lembaga ini digabung dengan Lembaga Penelitian Serat dan Tanaman Indutrial Lainnya dan menjadi Lembaga Penelitian Tanaman Industri (LPTI/ Lembaga Penelitian Tanaman Industri).
Lembaga ini mengawasi tiga cabang regional, Cabang Regional I di Bogor, Cabang Regiona II di Bandar Lampung, dan Cabang Regional III terletak di Manado yang melakukan penelitian kelapa.
Tahun 1979, LPTI Wilayah III Cabang berubah menjadi Balai Penelitian Tanaman Industri (Balitri/Balai Penelitian Industri) Manado, yang memiliki tugas untuk melakukan penelitian tanaman kelapa dan penelitian tanaman industri lainnya.
Pada tahun 1984, Balittri Manado Menjadi Lembaga Penelitian Tanaman Kelapa (Balitka), dan pada tahun 1994, Lembaga Penelitian Tanaman Kelapa Menjadi Lembaga Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma, dan penelitian utamanya adalah kelapa, sagu, gula aren, kacang areaca, lontar dan gewang .
Pada 2011 lembaga ini menjadi Lembaga Penelitian Tanaman Palmae yang dikenal sebagai Balit Palma, dengan tugas tambahan adalah pengembangan dan penelitian komoditas kelapa sawit dan nipah.
Di portal Kementerian Pertanian, lembaga ini bernama Balai Pengujian Standar Instrumen Tanaman Palma, yang beralamat di Jalan Raya Mapanget, Kota Manado.
Sumber: