Puluhan pakar hak asasi manusia dan organisasi non-pemerintah meminta Kepala Dewan HAM PBB Volker Türk untuk segera melakukan campur tangan guna mencegah eksekusi seorang juara tinju Iranmyang dihukum mati karena perannya dalam demonstrasi pada 2019.
Menurut surat yang dikirim kepada Türk pada Rabu (19/7) malam, permohonan banding disampaikan setelah vonis eksekusi Mohammad Javad Vafaei-Sani dikonfirmasi pada Rabu pagi, dan kemudian ia dibawa ke bagian terpencil penjara Vakilabad, di Kota Mashhad di mana ia ditahan.
Surat yang ditandatangani oleh 85 pembela dan kelompok HAM internasional itu “meminta intervensi publik yang mendesak untuk menyelamatkan nyawa tahanan politik Iran, Mohammad Javad Vafaei-Sani.”
Kantor berita AFP melaporkan, surat itu juga ditandatangani oleh seorang mantan kepada Mahkamah Kriminal Internasional, 19 pejabat dan mantan pejabat PBB, mantan menteri pemerintahan dan tujuh peraih Nobel.
Juara tinju lokal di Kota Mashhad, Vafaei-Sani, yang berusia 27 tahun itu, ditangkap pada awal tahun 2020 karena ikut serta dalam demonstrasi anti-pemerintah pada bulan November 2019. Demonstrasi itu dipicu oleh kenaikan harga BBM yang tiba-tiba.
Menurut kelompok HAM Iran (IHR) yang berbasis di Norwegia, Vafaei-Sani dijatuhi hukuman mati pada Januari 2022 setelah dinyatakan bersalah atas pembakaran dan penghancuran gedung-gedung pemerintah.
Dewan Perlawanan Nasional Iran yang diasingkan, yang merupakan sayap politik kelompok oposisi “Mujahidin Rakyat” MEK, mengatakan Vafaei-Sani juga dituduh mendukung MEK. Dewan Perlawanan Nasional Iran dan MEK sama-sama dilarang di Iran.
Surat kepada Türk itu juga menjelaskan bahwa sebelum divonis mati karena dinilai “melakukan korupsi terhadap Bumi,” Vafaei-Sani telah disiksa selama beberapa bulan.
Menurut Amnesty International, yang berkantor di London, Iran mengeksekusi lebih banyak orang setiap tahun dibanding negara mana pun, kecuali China.
Laju eksekusi mati itu relatif cepat pada tahun 2023. IHR baru-baru ini melaporkan sejak awal 2023 ini, hampir 370 orang dieksekusi mati.
Iran telah menuai kecaman keras karena meningkatnya eksekusi mati terkait demonstrasi besar-besaran pasca kematian Mahsa Amini, seorang perempuan Kurdi-Iran berusia 22 tahun yang meninggal dalam tahanan polisi pada 16 September 2022, tiga hari setelah ditangkap polisi moral karena tidak mengenakan jilbab sesuai hukum Islam.
Misi pencari fakta PBB pada awal Juli ini mengatakan Iran telah mengeksekusi tujuh orang terkait demonstrasi Amini, dan mendesak Iran menghentikan praktik itu.
Kantor Dewan HAM PBB pada Kamis (20/7) mengkonfirmasi telah menerima surat itu. Seorang juru bicara kantor itu mengatakan kepada AFP, “kami telah menerima informasi tentang kasus ini dan sedang menindaklanjutinya, serta mengumpulkan informasi tambahan.” [em/jm]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia