Warga Afghanistan yang melarikan diri dari Pakistan untuk menghindari penangkapan dan deportasi, kini tidur di tempat terbuka, tanpa tempat berteduh, makanan, air minum, dan toilet yang layak begitu mereka setelah melintasi perbatasan menuju tanah air mereka, kata sejumlah badan bantuan pada Minggu (5/11).
Ratusan ribu warga Afghanistan telah meninggalkan Pakistan dalam beberapa pekan terakhir ketika pihak berwenang mencari orang asing yang mereka katakan berada di negara itu secara ilegal, dengan mendatangi rumah-rumah untuk memeriksa dokumentasi migran. Pakistan menetapkan tanggal 31 Oktober sebagai batas waktu bagi para migran ilegal untuk meninggalkan negara itu atau mereka akan ditangkap sebagai bagian dari tindakan keras anti-migran.
Warga Afghanistan meninggalkan Pakistan melalui dua penyeberangan perbatasan utama, Torkham dan Chaman. Taliban telah mendirikan kamp-kamp tempat mereka tinggal di Afghanistan sementara mereka menunggu untuk dipindahkan ke tempat asal mereka di Afghanistan.
Sejumlah lembaga bantuan mengatakan Torkham tidak memiliki tempat berlindung yang layak. Akses pada air minum terbatas, tidak ada sumber pemanas selain api terbuka, tidak ada penerangan, dan tidak ada toilet. Di kamp-kamp itu hanya ada toilet terbuka dengan kebersihan yang buruk. Badan-badan PBB dan kelompok-kelompok bantuan menyiapkan fasilitas untuk menampung ribuan orang yang memasuki Afghanistan setiap hari.
Thamindri Da Silva dari organisasi bantuan dan pembangunan World Vision International, mengatakan sebagian besar orang dipindahkan ke dasar sungai yang kering setelah mereka melewati proses pendaftaran awal dan pemrosesan di pusat transit.
Orang-orang memasuki Afghanistan hanya dengan pakaian yang mereka pakai karena jam tangan, perhiasan dan uang tunai mereka diambil di perbatasan Pakistan, tambahnya.
Arshad Malik, direktur lembaga Save the Children di Afghanistan, mengatakan banyak dari mereka yang kembali ke Afghanistan tanpa dokumen pendidikan, sehingga menyulitkan mereka untuk melanjutkan pendidikan, serta banyak dari mereka yang tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa Dari dan Pashto, bahasa lokal Afghanistan, karena mereka mempelajari bahasa Urdu dan Inggris selama berada di Pakistan.
Taliban mengatakan mereka memiliki komite dan bekerja “sepanjang waktu” untuk membantu warga Afghanistan dengan mendistribusikan makanan, air, dan selimut.
Paus Fransiskus dalam sambutan publiknya di Vatikan pada hari Minggu (5/11) mengecam situasi “pengungsi Afghanistan yang mencari perlindungan di Pakistan tetapi sekarang tidak tahu lagi ke mana harus pergi.”
Kekhawatiran meningkat di kalangan komunitas bantuan kemanusiaan karena negara miskin tersebut tidak mampu mendukung atau mengintegrasikan mereka yang terpaksa meninggalkan Pakistan. [lt/rs]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia