bar-merah

Para Pemimpin Arab, Islam Kutuk Operasi Militer Israel di Gaza, Serukan Gencatan


Arab, Islamic Leaders Condemn IDF Operations in Gaza, Call for Cease-Fire 

Para Pemimpin Arab, Islam Kutuk Operasi Militer Israel di Gaza

As Israel continued its military operation in the Gaza Strip, targeting Hamas for its Oct. 7 attacks on Israel, Arab and Islamic leaders met in the Saudi capital, Riyadh, blasting the Israeli operation and its heavy toll on Palestinian civilians and infrastructure.

Para pemimpin Arab dan Islam mengutuk operasi militer Israel di Gaza dan korban jiwa warga sipil Palestina yang besar jumlahnya serta infrastruktur dalam pertemuan di Riyadh, Ibu Kota Arab Saudi, Sabtu (11/11). Pertemuan itu digelar ketika Israel masih melanjutkan operasi militer di Jalur Gaza untuk menarget Hamas sebagai balasan atas serangan pada 7 Oktober.

Saudi Crown Prince Mohammed Bin Salman, who hosted Saturday’s summit, used strong language to condemn Israeli military operations on Gaza.

Putra Mahkota Saudi Pangeran Mohammed Bin Salman, yang menjadi tuan rumah pertemuan puncak pada Sabtu, menggunakan bahasa yang keras untuk mengutuk operasi militer Israel di Gaza.

He spoke against the war and its heavy toll on women, children, and the elderly, as well as on hospitals, places of worship, and civilian infrastructure. Saudi Arabia, he said, is working with its partners to put an end to this war and called for an immediate end to fighting and the opening of humanitarian corridors. He also called for the freeing of hostages held by Hamas.

Dia menentang perang itu dan korban jiwa perempuan, anak-anak, dan lansia yang besar, serta kerusakan pada rumah sakit, tempat-tembat ibadah, dan infrastruktur rakyat. Arab Saudi, kata Salman, sedang bekerja sama dengan para mitra untuk menghentikan perang itu dan menyerukan penghentian pertempuran segera. Dia juga menyerukan pembukaan koridor kemanusiaan dan pembebasan sandera yang ditahan Hamas.

Saudi-owned al Arabiya TV reported the summit’s resolutions call for an international war crimes tribunal, an end to any forced displacement of the Palestinian people inside Gaza or elsewhere, and an immediate cease-fire.

Stasiun TV Al-Arabiya milik Pemerintah Saudi melaporkan resolusi pertemuan puncak yang meminta digelarnya persidangan kejahatan perang, penghentian upaya pengusiran paksa orang Palestina di dalam Gaza atau tempat lainnya, dan gencatan senjata.

Iranian President Ebrahim Raisi, whose visit to Saudi Arabia for Saturday’s summit was the first by an Iranian president in more than a decade, said the Israeli military operation in Gaza was “the worst crime witnessed in human history.”

Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan operasi militer Israel di Gaza adalah “kejahatan terburuk dalam sejarah.” Raisi adalah Presiden Iran pertama yang mengunjungi Arab Saudi dalam satu dekade. 

Raisi went on to urge Arab and Islamic states to designate the Israeli Army a “terrorist group,” and to “impose a boycott on Israel,” including oil and other goods. He also demanded the establishment of a war crimes tribunal for both U.S. and Israeli leaders and officials who he said have committed war crimes in Gaza.

Raisi juga mendesak negara-negara Arab dan Islam untuk melabel tentara Israel sebagai “kelompok teroris,” dan “memboikot Israel,” termasuk minyak bumi dan barang-barang lainnya. Dia menuntut pembentukan pengadilan kejahatan perang bagi para pemimpin AS dan Israel serta para pejabatnya yang menurut Raisi telah melakukan kejahatan perang.

Egyptian President Abdel Fattah el-Sissi, using a more measured tone, called for an immediate cease-fire in Gaza, and the establishment of a Palestinian state “in accordance with the borders of June 4, 1967, and with East Jerusalem as its capital.”

Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, dengan menggunakan bahasa yang lebih terukur, menyerukan gencatan senjata segera di Gaza dan pendirian negara Palestina “sesuai dengan perbatasan pada 4 Juni 1967 dan dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.”

He said Egypt condemns the killing of innocents and “this collective punishment of Gaza, including killings and the blockade and the unacceptable forced displacement of people,” which he said cannot be justified as an act of self-defense.

Dia mengatakan Mesir mengutuk pembunuhan warga tidak berdosa dan “penghukuman kolektif terhadap Gaza, termasuk pembunuhan-pembunuhan dan blokade serta pengusiran paksa orang-orang yang tidak bisa diterima.” Dia menambahkan sejumlah tindakan itu tidak bisa dibenarkan sebagai tindakan mempertahankan diri.

Sissi called on the international community and the U.N. Security Council “to impose an immediate and unconditional cease-fire in Gaza,” an “end to any forced displacement of the Palestinian people,” and for the international community to “guarantee the security of civilians.” He added that “humanitarian aid must be allowed into Gaza,” and that Israel must “bear its international responsibility as the ‘occupying power’ to permit this passage of aid.”

Sisi menyerukan komunitas internasional dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) “untuk menerapkan gencatan senjata segera dan tanpa persenjataan di Gaza.”

Dia juga menuntut “penghentian atas pengusiran paksa orang-orang Palestina,” dan bagi masyarakat internasional untuk “menjamin keamanan warga sipil.” Dia menambahkan bahwa “bantuan kemanusiaan harus diizinkan masuk ke Gaza,” dan Israel harus “menanggung tanggung jawab internasional sebagai ‘kekuasaan pendudukan’ untuk mengizinkan aliran bantuan.”

Volker Turk, the U.N. human rights chief, who on Friday called Hamas’ Oct. 7 attack on Israel “atrocious crimes,” addressed the summit, decrying the war in Gaza and its human toll.

“Across the Gaza Strip, more than 10,000 people have reportedly been killed, with a majority of women and children,” he said. “Many more are surely still under the rubble. [The Israeli] forces have pushed over 1.5 million people out of the north of the Gaza Strip.”

It was not immediately clear what concrete actions the Arab and Islamic states were prepared to take to implement the resolutions or declarations made at Saturday’s summit. Several Arab states, including Egypt, Jordan and the United Arab Emirates, have diplomatic ties with Israel, while Iran, Syria, Lebanon and Algeria do not.

Belum jelas tindakan konkret apa yang akan diambil oleh negara-negara Arab dan Islam untuk menerapkan resolusi atau deklarasi yang diucapkan pada pertemuan puncak Sabtu. Beberapa negara Arab, termasuk Mesir, Yordania, dan Uni Emirat Arab, punya hubungan diplomatik dengan Israel, sedangkan Iran, Suriah, Lebanon dan Aljazair sebaliknya.

Source link



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat




Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia
TAGGED:
Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com