ZONAUTARA.COM – Untuk menekan kenaikan harga (Inflasi) bahan pokok saat hari raya natal dan tahun baru (Nataru) lalu, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) menggelar program Pangan Murah.
Pangan Murah merupakan program yang dicetuskan Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Kepulauan Sitaro, dengan menyasar semua kecamatan yang ada di Sitaro.
Setiap kecamatan mendapatkan kuota pelaksanaan satu kali, yang di pusatkan di ibukota kecamatan.
Berbeda dengan program Pasar Murah yang digelar Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang menjual paket sembako, gelar Pangan Murah ini tidak menjual beras, gula dan telur.
Yang dijual adalah pangan tradisional seperti ubi jalar, ubi kayu, talas yang dijual bersama kentang, wortel, serta cabe rawit, bawang merah dan bawang putih serta tomat.
Adapan harga yang ditawarkan, hampir setengah dari harga jual di pasar tradisional. Misalnya cabe rawit, pada pertengahan Desember di pasar tradisional dijual seharga Rp. 120.000 perkilogram, pada program Pangan Murah dijual pada angka Rp. 66.000 per kilogram.
Ketergantungan dari luar
Ketergantungan atas stok pangan dari luar daerah membuat harga di Sitaro menjadi tidak stabil. Harga akan naik lebih tinggi, jika di daerah perkotaan seperti Manado mengalami kenaikan.
“Karena itu perlu ada intervensi dari pemerintah untuk menekan harga,” Kata Penjabat Bupati Sitaro Joi E.B. Oroh ditemui usai apel pelaksanaan apel perdana, Kamis (4/01/2024).
Zonautara.com memperoleh data dari Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Kepulauan Sitaro, terkait jumlah bahan pangan yang habis saat gelar Pangan Murah.
Total ada ribuan kilogram bahan pangan yang terjual. Untuk cabe rawit saja habis terjual 2.788 kg, tomat habis sejumlah 2.708 kg, sedangkan bawang merah dan bawang putih masing-masing terjual 2.700 kg. Untuk kentang, wortel, ubi kayu, ubi jalar dan talas terjual habis 1.500 kg.
Subsidi yang tinggi ini membuat Pemerintah Daerah Sitaro mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Dana yang dialokasikan untuk gelar Pangan Murah selama sebulan, sebesar Rp.618.500.000.
Dana gelar Pangan Murah ini tidak bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, melainkan hasil prestasi Pemerintah Sitaro, yang sebelumnya meraih terbaik satu dalam menurunkan angka kasus stunting. Lewat prestasi itu daerah menerima Dana Insentif Fiskal Senilai Rp.6.189.427.000 dari Pemerintah Pusat.
“Dibagi, ada yang untuk anak stunting, ibu hamil, bantuan sosial bagi masyarakat miskin, pasar murah dan ini pangan murah,” jelas Oroh.
Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Kepuluan Sitaro, Richard Sasombo melalui Kepala Bidang Ketahanan Pangan, Fernando Pandawa menjelaskan tentang skema penjualan Pangan Murah. Menurutnya, saat digelar warga hanya bisa membeli satu item bahan pangan dengan jatah satu kilogram saja. Pembatasan ini dilakukan untuk menjaga warga lainnya yang melakukan penimbunan atau mendominasi pembelian.
“Sasaran kita supaya bisa merata dulu, artinya semua warga bisa kebagian,” kata Nando, sapaan akrabnya.
Nando menambahkan dalam gelar Pangan Murah ini pihaknya mengambil stok khusus untuk bumbu dapur serta kentang dan wortel dari luar daerah, karena di Sitaro belum ada yang mampu menyediakan.
Pangan lokal
Sedangkan, untuk pangan seperti ubi kayu, ubi jalar dan talas itu di ambil dari petani lokal di Sitaro. Disisi lain kata Nando, selain memanfaatkan hasil kebun warga, program ini juga sebagai sarana mempromosikan makanan lokal kepada semua warga.
“Kadang masyarakat panik saat harga beras naik, padahal kita memiliki stok pangan lokal yang bisa menggantikan beras, lebih murah dan gampang diperoleh,” ucapnya.
Alpini Kumboti, seorang ibu rumah tangga di kampung Hiung, menarik perhatian saat gelar Pangan Murah yang dilaksanakan di Kecamatan Siau Barat Utara. Pangan Murah yang digelar tepat di kampung Alpini itu, tidak disia-siakan perempuan berusia hampir paruh baya itu. Ketimbang berebut cabe atau bawang, ia justru terpantau hendak memborong pangan lokal. “Boleh beli lebih dari satu kilo?,” tanya Alpini ke petugas waktu itu, sambil menunjuk ke arah pangan lokal.
Alpini mengungkapkan, makanan tradisional seperti ubi kayu, ubi jalar dan talas merupakan makanan utama yang di konsumsinya bersama suami dan anak-anak di rumah. Biasanya ia menanam di kebun, namun di waktu Desember belum masa panen.
“Kami sangat suka, karena itu, kalo harga beras naik tidak terlalu berpengaruh,” katanya, sembarai berharap Pangan Murah sering dilaksanakan dan dengan kuota lebih banyak.
Kabupaten Kepulauan Sitaro memang selama ini bukan daerah penghasil untuk beberapa tanaman pangan, seperti tanaman bumbu dapur, aneka sayuran, serta padi. Topologi dan kondisi di Sitaro tidak memungkinkan adanya pertanian sawah basah dan lahan pertanian lainnya dalam skala besar.
Karena itu kenaikan harga pangan selalu berfluktuatif, apalagi jika cuaca ekstrem, karena masalah transportasi pengangkutan yang menggunakan kapal laut dari Manado dan Minahasa.
Warga di Sitaro berharap ketergantungan pangan dari luar daerah ini kedepan harus terus menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Semua pihak harus fokus agar Sitaro dapat mandiri pangan.