ZONAUTARA.com – Sukses melaksanakan festival pagelaran adat Tulude, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro terus menunjukan komitmennya menjaga dan melestarikan kebudayaan daerah.
Sejak Sitaro resmi menjadi daerah otonom selama 16 tahun, bahkan sebelumnya masih bersama Kabupaten Kepulauan Sangihe, Tulude selalu wajib dilaksanakan di setiap awal tahun yang baru.
Penjabat (Pj) Bupati Kepulauan Sitaro, Joi E B. Oroh saat menyampaikan sambutan pengantar menegaskan upacara adat Tulude sebagai salah satu acara budaya warisan leluhur yang masih dilestarikan sampai saat ini.
Pada hakekatnya, kata Oroh merupakan khazanah budaya asli masyarakat Nusa Utara yang sangat perlu dijaga dan dilestarikan, karena mengandung nilai-nilai religius yang sangat tinggi.
“Arti kata tulude atau menulude berasal dari kata suhude dalam bahasa Siau yang berarti tolak. Dalam arti luas Tulude berarti menolak untuk terus bergantung pada masa lalu dan bersiap menyongsong masa depan yang baru,” ucapnya, Rabu (7/2/2024)
Oroh menjelaskan, Tulude pada hakekatnya adalah upacara pengucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat-Nya kepada umat manusia selama setahun yang telah berlalu dan memohon penyertaan dan pertolongan-Nya di tahun yang baru.
“Tulude diharapkan bukan hanya pelestarian budaya, tetapi sebagai wadah memupuk kebersamaan, menyatukan visi misi dan komitmen membangun daerah sebagai tindakan nyata dan implementasi dari rasa sukacita dan syukur,” katanya.
Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Utara yang juga Bupati Kepulauan Sitaro dua periode, Toni Supit ikut hadir. Kepada media, Supit mengungkapkan Pemerintah Sitaro berkembang, pelaksanaan adat Tulude juga semakin ramai dihadiri warga.
“Ini semakin ramai dan acaranya juga berlangsung sangat berhikmat,” ungkap Supit.
Ia berharap warisan leluhur yang merupakan kekayaan adat istiadat daerah terus dipertahankan dan lebih berkembang tanpa merubah dasarnya.
“Dipertahankan kalau boleh lebih dikembangkan dari sisi promosi maupun lainnya tanpa merubah esensi dasarnya,” sebut Supit.
Data diterima dari panitia pelaksana, untuk pelaksanaan Tulude tahun ini Pemerintah Kabupaten menggelontorkan anggaran sejumlah 177 juta rupiah, belum termasuk bantuan dana tidak mengikat dari sponsor.
“177 juta rupiah anggaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bersumber dari APBD tahun 2024, serta ada dana dari sponsor tapi tidak mengikat,” kata dr Semual Raule, Ketua Panitia Pelaksana Festival Pagelaran Adat Tulude, ditemui pada rapat persiapan terakhir di media center kantor Bupati, pekan lalu.
dr Semuel Raule yang juga Ketua Majelis Pemangku Adat Daerah menyampaikan dalam pagelaran adat Tulude banyak instrumen yang sakral. Diantaranya, prosesi Manahulending artinya memohon ampun dosa dan berkat dari Tuhan dan Pemotongan kue adat Tamo.
“Semua tahapannya sangat penting dan tidak boleh tertukar, Manahulending dan pemotongan kue adat tamo sangat penting,” jelas Raule.
Ditemui di tempat berbeda, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Sitaro, Dolly Polimpung menyampaikan ada perbedaan dalam pelaksanan Tulude tahun ini.
Biasanya kata Polimpung, hanya disebut Gelar Adat Tulude, tapi kini ditambahkan kata Festival. Penambahan ini bukan hanya kiasan saja tetap sesuai instruksi dari pemerintah pusat.
“Untuk bisa masuk iven nasional kita harus membuat iven daerah dan paketnya harus berbentuk festival,” kata Polimpung.
Nantinya, Polimpung berupaya akan membuat kalender iven sehingga bisa diketahui apa saja kegiatan yang akan dilaksanakan setahun kedepan.
Hadir langsung pada Festival Pagelaran Adat Tulude ini, Penjabat Bupati Kepulauan Sitaro, Joi E B. Oroh, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Feri Sangian, angggota DPRD Provinsi Sulut, Toni Supit, Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Sitaro Djon Ponto Janis, bersama anggota, serta Forum komunikasi pimpinan daerah, serta seluruh ASN, Kepala desa bersama perangkat dan sejumlah masyarakat di pulau siau.