SITARO, ZONAUTARA.COM-Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Badan Pusat Statistik Tahun 2023 menempatkan warga di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) dengan kelompok pengeluaran terbawah ternyata berusia produktif.
Dilansir dari data Susenas Tahun 2023, jika dihitung dari usia 15 – 64 tahun ada 70,84 persen untuk kelompok pengeluaran tengah.
Sedangkan dengan usia sama kelompok pengeluaran atas dihitung berjumlah 70,64 persen. Sementara data mencenangkan untuk kelompok pengeluaran terbawa, angkanya tidak berbeda jauh ada di nilai 63,19 persen.
Kelompok pengeluaran terbawah inilah kemudian menjadi sasaran utama dalam upaya pemerintah meningkatkan dan memberikan bantuan karena dianggap di kategori menengah kebawa dari sisi pendapatan dan pengeluaran.
Menurut Kepala BPS Sitaro, Irena Listianawati jika mengacu pada data tersebut, disimpulkan untuk kelompok dengan pengeluaran terbawa bukanlah warga yang dikategorikan tidak produktif.
Analisa tabel ini bisa melihat, di Kabupaten Kepulauan Sitaro untuk kategori masyarakat yang pengeluarannya 40 persen di bawah ada pada kelompok umur produktif.
Ini berarti, kata Irena, masih diperlukannya penanganan untuk menaikkan pengeluaran masyarakat di 40 persen ke bawah ini, karena di usia produktif maka sebaiknya bukan bantuan sosial (Bansos) yang diberikan tapi berupa lapangan pekerjaan agar mereka bisa menaikkan pendapatan.
“Sehingga secara tidak langsung pengeluaran mereka juga akan bertambah,” ucap Irena.
Zonautara.com mencoba menghubungi Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro, Agus Tony Poputra, lewat media perpesanan.
Poputra lewat pesan singkat menyampaikan kebijakan pemerintah saat ini dengan bansos hanya menciptakan bom waktu karena rakyat terutama kaum muda tidak memiliki tantangan.
“Seperti petinju yang punya lawan tanding sangat lemah atau tidak punya lawan tanding, maka akan menjadi petinju ayam sayur,” contohnya.
Menurut Poputra lagi, bansos hanya cocok diberikan saat gejolak ekonomi yang tinggi dan menjadi safety net policy (kebijakan jaring pengaman) bukan bersifat rutin. Bansos rutin lanjut dia, hanya cocok untuk lansia kurang mampu ataupun anak yatim piatu yang belum usia produktif.
“Itu perlu diberikan setiap bulan, bukan tiga bulan sekali. Untuk tujuan ini sebaiknya pemerintah meningkatkan kualitas layanan nursing home (rumah jompo) dan panti asuhan,” saran Poputra.
Ia menilai kebijakan pemerintah pusat untuk masyarakat miskin saat ini bukan hanya seperti memberi ‘ikan’ tetapi sudah seperti memberi ‘makanan jadi’. Untuk usia produktif sebaiknya diberikan dalam bentuk program padat karya supaya rakyat diajar untuk dapat uang harus kerja.
“Ini juga supaya rakyat menghargai uang dihasilkan mereka lewat kerja. Sementara BLT merupakan uang gratis tidak akan dihargai oleh penerima, malah banyak digunakan untuk hal-hal kurang mendesak seperti pulsa, serta juga untuk rokok dan minuman keras,” sesalnya.
Poputra mengambil contoh lagi saat menjabat Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Tenaga Kerja, menekan agar meningkatkan jumlah Industri kecil menengah (IKM) yang mau berusaha dengan baik, serta memanfaatkan Kedai Mahoro sebagai inkubasi penjualan barang IKM.
“Lumayan sekarang sudah banyak IKM Sitaro yang masuk. Karena kebanyakan IKM pangan jadi dinas minta mereka perbaiki kemasan supaya menarik,” beber dia.
“Dinas juga membantu IKM untuk dapat PRT dan halal. Kalau IKM berkembang berarti paling tidak membuka lapangan kerja buat mereka sendiri dan juga bagi orang yang mereka pekerjakan,” harap Poputra.