ZONAUTARA.com – Instrumen pendanaan hijau (green instrument investment) bagi UMKM berkelanjutan yang dikembangkan oleh Supernova Ecosystem pada tahun 2030 akan mendukung 120 bisnis berkelanjutan yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan konservasi hutan.
Program investasi berbasis restorasi dan konservasi lingkungan ini diprediksi dapat menyerap 7 juta ton CO2, menyelamatkan 700 ribu hektar area hutan, dan menciptakan 13.000 lapangan kerja bagi masyarakat adat. Hal ini diungkapkan pada acara diskusi media bertajuk “Inovasi Instrumen Pendanaan Hijau untuk UMKM Berkelanjutan” yang digelar di Jakarta pada Jumat, 5 April 2024.
“Sebagai katalis pendanaan bisnis berkelanjutan, Supernova Ecosystem berperan untuk mempertemukan (matchmaking) pemilik usaha, pemodal, dan pemerintah. Terdapat dua program unggulan untuk mewujudkan ini, yaitu Konstelasi Accelerator dan Equatora Capital. Harapannya, ini dapat mengatasi kesenjangan risiko bisnis ramah lingkungan dan sosial yang terjadi di sepanjang rantai pasok.” jelas Inez Stefanie, Equator Capital Partner Supernova Ecosystem.
Lebih lanjut, Inez mengatakan target jangka pendek Supernova Ecosystem di tahun 2025 yaitu melestarikan lahan seluas 35.000 hektar yang berdampak pada 3.500 petani hutan, petani ikan, dan petani perkebunan pada tiga komoditas yaitu tengkawang, nilam, dan ikan gabus.
Tujuh komoditas utama yang juga akan dikembangkan dalam pipeline mereka diantaranya coklat, kelapa, dan jambu mete yang sebagian besar berlokasi di bagian Timur Indonesia.
Dalam mencapai target tersebut, Inez menekankan selayaknya sebuah kerja ekosistem, kolaborasi multipihak sangat diperlukan untuk mencapai tujuan bisnis keberlanjutan.
Inilah yang terus dilakukan Supernova Ecosystem bersama dengan para mitranya, seperti Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) serta para lembaga multipihak lainnya.
“Kami menginisiasi konsep dan kerangka kerja Value Chain Collaboration Canvas (VC3) untuk mendorong dan memfasilitasi kolaborasi berkelanjutan antar pelaku ekosistem dengan fokus pada sektor agroforestri dan komoditas. Sebagai lembaga bagian dari KEM, kelompok kerja Konstelasi Akselerator Supernova Ecosystem memimpin dan membantu pendampingan UMKM Hijau. Sedangkan kelompok kerja Equatora Capital memimpin di kelompok kerja penggalangan dana,” imbuhnya.
Inez menjelaskan target kerja yang ingin diraih Supernova Ecosystem adalah sebagai upaya untuk mendorong perkembangan UMKM Hijau untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang adil dan merata sekaligus dapat menjawab permasalahan lingkungan.
Tantangan Perkembangan Bisnis Berkelanjutan di Indonesia
Dalam sesi diskusi, Dr. Mubariq Ahmad, Ahli Ekonom dan Lingkungan mengatakan bahwa terdapat tantangan dalam mengembangkan UMKM Hijau atau bisnis berkelanjutan, baik yang dialami oleh pemilik usaha maupun oleh pemilik modal.
“Tantangan pertama, untuk mengembangan UMKM Hijau dari segi penyedia dana, yaitu belum banyaknya pendanaan dari pemerintah yang berfokus untuk pengembangan UMKM Hijau dan terbatasnya ketersediaan fasilitas investasi berdampak untuk pemilik usaha,” ungkap Mubariq.
Selain itu, tantangan kedua adalah tidak adanya kesadartahuan terhadap penggunaan bank konvensional dan kemampuan untuk mengaksesnya dari pemilik usaha.
“Dengan demikian para pemilik UMKM perlu diberikan akses ke dalam empat kerangka kerja ekonomi berkelanjutan, diantaranya adalah akses pendanaan, pengembangan kapasitas UMKM, akses pada teknologi, dan pada akses pasar,” tambahnya.
Mubariq yakin Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dalam mengembangkan bisnis keberlanjutan.
“Hingga kini, UMKM mampu berkontribusi terhadap 61% pendapatan domestik bruto (PDB) negara. Jika model business as usual bisa diubah menjadi bisnis berkelanjutan, maka sektor ini berpotensi membawa dampak besar pada upaya target pengurangan emisi karbon nasional sekaligus pertumbuhan ekonomi,“ tuturnya.
Mubariq menambahkan bahwa butuh dukungan konkrit dan intervensi langsung dari pemerintah dalam bentuk regulasi pada bisnis UMKM berkelanjutan. Mekanisme yang ditawarkan dapat berupa sumber permodalan pada program pemerintah yang sudah ada, seperti pinjaman program kredit usaha rakyat (KUR), program Investment Facility, badan layanan umum (BLU) pemerintah, dan pemberdayaan masyarakat berbasis credit union.
Kedepannya, pemerintah dapat membuat kebijakan dan dorongan yang konkrit untuk menggunakan dana pemerintah dan mengaplikasikannya pada UMKM hijau.
Sementara itu, menurut praktisi kebijakan keuangan berkelanjutan, Dr. Mahpud Sujai sudah terdapat inisiatif dari pemerintah untuk mendorong bisnis berkelanjutan melalui adanya payung regulasi yang dapat menjadi dasar bagi keuangan keberlanjutan Indonesia.
“Salah satu payung regulasi untuk mengembangkan bisnis berkelanjutan adalah regulasi Taksonomi Hijau Berkelanjutan Indonesia (TKBI). TKBI akan melindungi implementasi penerapan keuangan berkelanjutan, termasuk pembiayaan terhadap transisi menuju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” jelasnya.
Ia menambahkan walaupun masih ditemukan banyak tantangan pada pelaksanaannya, TKBI diharapkan dapat menaungi inovasi atas skema pendanaan hijau, terutama bagi entitas yang berperan sebagai perantara dalam proses menemukan pemilik usaha dan investor yang tepat dan berkomitmen mendukung usaha sesuai dengan skalanya.” paparnya.
Ia berharap entitas seperti Supernova Ecosystem, LTKL, dan KEM dapat membantu kerja-kerja pemerintah untuk mewujudkan akses pendanaan yang lebih nyata sehingga terdapat peningkatan dari segi kapasitas dan skala UMKM.
Program LTKL dan KEM Wujud Nyata Kolaborasi untuk Mencapai Bisnis Berkelanjutan
Sebagai mitra dari Supernova Ecosystem, LTKL (Lingkar Temu Kabupaten Lestari) telah melakukan berbagai program pengembangan bisnis berkelanjutan di 9 anggota kabupaten lestari.
Kabupaten anggota LTKL berkomitmen untuk membangun model ekonomi yang menekankan pada inovasi berbasis alam yang ramah sosial dan ramah lingkungan dengan mendorong tumbuhnya usaha lestari yang berfokus pada pengembangan produk bernilai tambah dari potensi komoditas lestari di yurisdiksi kabupaten LTKL.
Harapannya, perputaran ekonomi lokal di wilayah kabupaten dapat tumbuh dari usaha menjaga hutan, gambut dan ekosistem penting, sekaligus mempersiapkan produk-produk dari usaha hijau ini dapat mengakses pasar nasional.
Tantangan terbesar bagi pengembangan UMKM lestari di kabupaten adalah kurangnya akses pendanaan produksi, kapasitas SDM, akses transfer teknologi, akses pasar dan jaringan logistik. Oleh karenanya, salah satu kolaborasi yang dilakukan bersama Supernova Ecosystem dan KEM didahului dengan pemetaan potensi daerah dan pelaku rantai nilai berdasarkan konsep rantai nilai atau value chain collaboration canvas (VC3).
“Sebagai sekretariat LTKL, kami bekerja bersama pemerintah kabupaten anggota khususnya kabupaten Sintang, Siak, dan Sigi, serta mitra multipihak LTKL untuk melakukan pemetaan potensi komoditas dan potensi pengembangan produk inovasi berbasis alam di bagian hulu khususnya yang berbasis komoditas agroforestri, aquaculture, bambu, kopi, kakao, kelapa, dan jasa ekosistem.” tutur Vitri Sekarsari, Deputy Head Partnership, Communication and Resource Mobilization LTKL.
Melalui sentra inkubasi, sentra inovasi, dan sentra produksi di 5 kabupaten LTKL (Musi Banyu Asin, Siak, Sintang, Sanggau, Sigi) hingga saat ini telah ada lebih dari 193 UMKM yang difasilitasi oleh LTKL dan mitra termasuk Supernova Ecosystem dan KEM untuk menjalani proses inkubasi menjadi UMKM hijau.
Dari 193 UMKM tersebut saat ini ada sekitar 45 UMKM yang mendapatkan pendampingan intensif selama 1-2 tahun terakhir untuk menjadi UMKM yang ready investment.
Beberapa UMKM seperti Alam Siak Lestari, dan Pinaloka di Siak, ataupun SSL dan Kalara Borneo berhasil mendapatkan akses pasar dan transaksi di pasar nasional maupun akses pendanaan melalui program bisnis matching, inkubasi usaha, riset pasar dan pendampingan intensif.
Lebih lanjut, Vitri mengatakan bahwa untuk mendorong akses pada keuangan dan pasar di bagian hilir rantai pasok, LTKL dan KEM juga bekerja sama dengan Kementerian Investasi /BKPM meluncurkan dan mengarusutamakan Panduan Investasi Lestari sebagai basis legal transformasi bisnis termasuk UMKM ke praktik yang lebih lestari.
Selain itu, LTKL bekerjasama dengan APKASI, Kementerian Dalam Negeri dan LKPP mendorong produk UMKM lestari masuk dalam sistem e-katalog dan e-procurement.
“Kami saat ini membantu dua kabupaten anggota kami, Musi Banyu Asin dan Sanggau untuk melakukan piloting dengan LKPP dan Kemendagri dalam mengadopsi skema pengadaan barang dan jasa berkelanjutan yang berfokus pada produk UMKM berbasis alam. Harapannya, pemerintah kabupaten nantinya dapat mengadopsi skema ini dan memenuhi target penyerapan produk UMKM sebesar 40% dari pengadaan barang dan jasa publik sesuai Perpres No 12 tahun 2021, sehingga UMKM lestari dapat tumbuh dan berkontribusi pada ekonomi,” paparnya.
Sebagai bagian dari Koalisi Ekonomi Membumi (KEM), LTKL telah menciptakan success story di 9 kabupaten intervensi. Bryan Citrasena Partnership & Communications Manager, KEM, mengungkapkan bahwa intervensi yang menjadi praktik baik tersebut diharapkan dapat diamplifikasi di daerah-daerah lain yang berada di bawah naungan KEM.
“Target KEM adalah untuk membuka pendanaan 200 juta USD bagi 100 usaha lestari yang terkoneksi dengan 100 kabupaten yang berkomitmen menjadi lestari. Salah satu upaya kerja bersama yang dilakukan adalah dengan bimbingan teknis dokumen perencanaan dan arah investasi bagi 39 kabupaten oleh anggota KEM, sehingga kerja-kerja yang ada di LTKL dapat diamplifikasi di daerah lainnya,” ujarnya.
Di tahun 2022 lalu, KEM bersama kolaborator lainnya mendukung Kementerian Investasi/BKPM dalam menyusun Panduan Investasi Lestari yang menjadi pedoman bagi pelaku usaha, investor, dan pemerintah untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam organisasinya.
Panduan ini diharapkan dapat mengakselerasi pertumbuhan investasi berkelanjutan yang lebih inklusif, sehingga dapat diakses oleh pelaku usaha dari korporasi hingga UMKM.