Kembali ke rumah yang rusak: cerita keluarga Vany Tinungki dari Tagulandang

Informasi erupsi yang tiba-tiba itu mereka terima sekitar jam 10 pagi, memaksa mereka dan warga lainnya untuk mengungsi.

Gitta Waloni
Penulis:
Editor: marsal
Vany Tinungki menunjukkan kondisi atap rumahnya yang rusak. (Foto: Zonautara.com/Gitta Waloni)

SITARO, ZONAUTARA.COM – Suasana Kelurahan Belehumara, Kecamatan Tagulandang, tiba-tiba berubah menjadi lautan kepanikan pada pagi hari yang mendung, Selasa, 16 April 2024.

Ketika Gunung Ruang mulai menunjukkan tanda-tanda aktivitas vulkanik yang meningkat, Vanny Tinungki (50), bersama suaminya Mance (55), dan dua orang cucu mereka, terpaksa meninggalkan kediaman yang telah mereka huni sejak 2005.

Informasi erupsi yang tiba-tiba itu mereka terima sekitar jam 10 pagi, memaksa mereka dan warga lainnya untuk mengungsi.

“Kami mendapatkan informasi bahwa Gunung Ruang meletus. Segera, kami dan warga sekitar gunung diminta untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman,” ungkap Vanny kepada reporter Zonautara.com, masih dengan raut wajah yang terlihat lelah namun lega telah selamat.

Tanpa banyak pilihan, keluarga Tinungki dan warga lainnya bergegas menuju Kampung Boto, tempat perlindungan yang hampir 2 kilometer dari rumah mereka. Perjalanan yang penuh ketidakpastian itu mereka tempuh dengan berjalan kaki, meski beberapa warga memilih untuk menggunakan kendaraan.



“Ada yang naik mobil atau motor, tapi kami memutuskan untuk berjalan kaki, menyusuri jalanan yang penuh dengan ketidakpastian,” kenang Vanny.

Selama dua hari di pengungsian, hujan pasir dan bebatuan kecil mengguyur mereka, diikuti oleh hujan lebat yang sempat membuat semua warga pengungsian merasa khawatir akan keselamatan rumah yang mereka tinggalkan.

Kembali ke rumah yang rusak: cerita keluarga Vany Tinungki dari Tagulandang
Vany Tinungki dan suaminya Mance mulai membersihkan rumah pasca dihantam material letusan Gunung Ruang. (Foto: Zonautara.com/Gitta Waloni)

Akhirnya, ketika aktivitas Gunung Ruang mereda dan tidak ada lagi tanda-tanda erupsi, para pengungsi diperbolehkan kembali. Penuh harapan namun juga diliputi kecemasan, Vanny dan keluarganya kembali ke Belehumara.

Ketika sampai, pemandangan yang menyambut mereka sungguh memilukan. Rumah yang pernah penuh dengan kenangan kini porak poranda.

“Atap rumah kami hancur, dihantam hujan batu seukuran buah mangga, bahkan lebih besar,” kata Vanny, sambil menunjukkan kerusakan yang parah.

Air hujan yang masuk melalui atap yang berlubang telah membuat semua perlengkapan rumah mereka basah dan beberapa bahkan rusak.

Ketidakberdayaan mendera Vanny dan Mance saat mereka berusaha membersihkan puing dan air yang masih bertahan di dalam rumah.

“Kami hanya berharap ada bantuan dari pemerintah, mungkin berupa terpal untuk menutupi lubang di atap, sehingga kami bisa melindungi apa yang tersisa dari harta benda kami,” harap Vanny dengan nada penuh doa.

Kisah Vanny adalah cerita dari banyak warga Tagulandang yang kini berharap pada uluran tangan dan kepedulian. Sebagai orang asli Tagulandang, harapan akan bantuan tidak hanya sebuah keinginan, melainkan kebutuhan mendesak yang diharapkan segera terpenuhi.

Follow:
Memulai karis jurnalistik saat turun meliput bencana Gempa dan Tsunami di Palu, dan hadir di beberapa liputan bencana besar lainnya. Selama Pilkada 2024 aktif meliput Pilgub Sulut
1 Comment

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com