GORONTALO, ZONAUTARA.COM – Gerry, seorang mantan petambang asal Bitung, kini menjalani kehidupan barunya sebagai tukang ojek di tambang Suwawa, Gorontalo. Sudah hampir dua tahun Gerry tinggal di Gorontalo, dan ia menyaksikan sendiri kerasnya kehidupan di tambang Tulabolo yang kini terkenal karena tragedi longsor pada Sabtu, 6 Juli 2024.
Gerry bercerita bahwa tambang Tulabolo, yang terbagi atas beberapa titik bor, sering dipadati ratusan hingga ribuan orang dari berbagai daerah, bahkan dari luar Provinsi Gorontalo.
“Di tambang ilegal ini, ada banyak pemilik yang membawahi beberapa kelompok pekerja atau konsi. Setiap konsi memiliki kepala yang bertugas mencari orang untuk bekerja di tambang,” jelas Gerry.
Dengan puluhan hingga ratusan konsi di tambang Tulabolo, setiap kelompok biasanya terdiri dari 7 hingga 10 orang.
“Nama-nama yang tercatat di Pos SAR itu hanya yang terlapor saja,” tambah Gerry. Selain pekerja tambang, lokasi itu juga dihuni oleh penjual makanan, ibu-ibu, dan bahkan anak-anak, sehingga korban longsor tidak hanya berasal dari dalam lubang tambang, tetapi juga dari tenda-tenda di sekitar tambang.
Menurut Gerry, kandungan material emas di Tulabolo memang menarik banyak orang untuk mencoba peruntungan.
“Banyak warga di sini yang sepenuhnya menggantungkan hidup dari tambang ini,” katanya.
Gerry juga mengenang saat ia bersama dua rekannya mengumpulkan material tambang hasil buangan dari pekerja lain. Mereka berhasil mengumpulkan 90 karung material yang masing-masing mengandung sekitar 1 gram emas.
“Totalnya, kami mendapatkan 90 gram emas dan masing-masing memperoleh 18 juta rupiah,” kenang Gerry.
Beberapa hari sebelum kejadian longsor, hujan deras mengguyur seluruh wilayah Gorontalo, menyebabkan banjir di beberapa daerah, termasuk di sekitar tambang. Sungai yang meluap menambah ancaman bagi para pekerja tambang yang tetap bertahan meski kondisi semakin buruk. Hingga akhirnya, bencana longsor pun terjadi, menelan banyak korban jiwa.
Gerry, yang kini lebih memilih menjadi tukang ojek di tambang, berharap tragedi ini bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak.
“Kita tidak bisa menutup mata terhadap risiko besar yang dihadapi di tambang ilegal seperti ini,” tutupnya.