ZONAUTARA.com -Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) telah selama 20 tahun didesak oleh masyarakat sipil untuk dibahas dan disahkan oleh DPR RI. Namun, hingga kini, pengesahan RUU PPRT masih belum terealisasi.
Sejak tahun 2004, RUU PPRT telah beberapa kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI, namun draft RUU PPRT belum pernah dibahas oleh DPR. Meskipun telah ditetapkan sebagai RUU Inisiatif DPR pada 21 Maret 2023, dan telah dikirimkan surat presiden (Surpres) serta daftar inventarisasi masalah (DIM) kepada DPR, hingga hari ini RUU PPRT belum mendapatkan jadwal pembahasan antara pemerintah dan DPR. Proses pengesahannya masih tertahan di meja Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Keberpihakan Puan terhadap orang kecil dipertanyakan. Padahal, keberpihakan tersebut seharusnya sejalan dengan ajaran Presiden RI pertama, Soekarno, dalam bukunya “Sarinah”, yang menyerukan kepada masyarakat untuk menghormati orang kecil. Soekarno kerap mengenang sosok Sarinah, pengasuhnya di masa kecil yang memberinya kasih sayang dan mengajarkannya untuk mencintai orang kecil. Sebagai bentuk rasa terima kasih, Soekarno menamai salah satu bukunya dan pusat perbelanjaan di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, dengan nama Sarinah.
“Tentang RUU PPRT yang mandek selama 20 tahun di DPR dan belum juga dibahas-bahas, ini adalah tentang moral anggota DPR. Mba Puan Maharani pasti punya PRT. Apakah mba Puan mempunyai keberpihakan dan kepedulian terhadap PRT-nya? Kami ingin mempertanyakannya. Sebenarnya mereka dipilih kan untuk mewakili kepentingan rakyat dan PRT adalah rakyat itu sendiri. Jika Mba Puan dan anggota DPR masih mempunyai kepedulian terhadap rakyat, ya jangan sandera RUU PPRT. Segera bahas dan sahkan. Karena tidak ada alasan untuk terus menunda-nunda,” ujar Jumisih dari Jala PRT.
Isu pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan isu yang sangat mendesak karena PRT adalah kelompok yang rentan terhadap eksploitasi, diskriminasi, kekerasan, dan perbudakan modern. Hal ini terjadi karena PRT belum mendapatkan pengakuan dari negara sebagai pekerja, sehingga mereka tidak dapat menikmati hak-hak dan perlindungan yang layak. Para PRT di Indonesia, yang mayoritasnya adalah perempuan, masih bekerja dalam situasi kerja yang tidak layak, seperti bekerja selama 16 jam per hari.
PRT juga sangat rentan menjadi korban kekerasan. Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mencatat bahwa dalam kurun waktu 2017-2022 terdapat sekitar 3.635 kasus kekerasan yang berakibat fatal terhadap PRT, termasuk 2.031 kasus kekerasan fisik dan psikis serta 1.609 kasus kekerasan ekonomi. Kekerasan-kekerasan ini terjadi karena tidak adanya RUU PPRT yang diharapkan menjadi payung hukum untuk perlindungan PRT. Penundaan pengesahan RUU PPRT akan menambah daftar panjang kekerasan yang dialami PRT di berbagai wilayah Indonesia.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) melalui Undang-Undang No 7 Tahun 1984. Dalam Pasal 2 Konvensi CEDAW, dinyatakan bahwa negara-negara pihak mengutuk diskriminasi terhadap perempuan dalam segala bentuknya, dan bersepakat untuk membuat kebijakan guna menghapus diskriminasi tersebut. Komite CEDAW dalam kesimpulan pengamatannya tahun 2021 memberikan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia untuk mengadopsi RUU PPRT tanpa ditunda-tunda karena PRT menghadapi risiko kekerasan dan diskriminasi berbasis gender yang tinggi.
“Diperlukan segera aturan untuk pelindungan dan jaminan bagi pemenuhan hak-hak dasar pekerja rumah tangga, kesejahteraan, serta pendidikan dan pelatihan kerja bagi pekerja rumah tangga. Termasuk terhadap pemberi kerja untuk keseimbangan hak dan kewajiban dalam hubungan kerja antara pekerja rumah tangga dengan pemberi kerja. Sahkan RUU PRT sekarang juga!” tegas Afrintina dari Perkumpulan Damar.
Menanggapi situasi ini, Jaringan Masyarakat Sipil untuk Kebijakan Adil Gender dari berbagai organisasi dan daerah di Indonesia menyampaikan beberapa rekomendasi:
- Mendesak Ketua DPR RI Puan Maharani untuk tidak menahan RUU PPRT dan segera mengesahkan RUU PPRT dalam masa kerja DPR RI periode 2019-2024.
- Mengajak semua elemen masyarakat sipil untuk terlibat dalam aksi mendorong disahkannya RUU PPRT pada tanggal 15 Agustus 2024.
Jakarta, 22 Juli 2024
Hormat kami, Jaringan Masyarakat Sipil untuk Kebijakan Adil Gender
Contact Person: Dian Septi Trisnanti (081804095097) Jumisih (0856 161 2485) Yuri (0896-7110-6689)