ZONAUTARA.COM — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bekerja sama dengan Yayasan Tifa mengadakan pelatihan perlindungan data pribadi bagi para jurnalis di Vasaka Hotel, Makassar, pada tanggal 2-4 Agustus 2024.
Pelatihan ini diikuti oleh 30 jurnalis yang berasal dari berbagai kota di Indonesia, termasuk Makassar, Kupang, Kendari, Ambon, Denpasar, Banjarmasin, Balikpapan, Palu, Gorontalo, Manado, dan Pontianak.
Acara ini merupakan kelanjutan dari pelatihan serupa yang sebelumnya diselenggarakan di Jakarta pada 5-7 Juli 2024.
Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan pemahaman para jurnalis di Kawasan Timur Indonesia mengenai implikasi berlakunya Undang-Undang No. 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) terhadap pekerjaan jurnalistik.
Fokus utama pelatihan adalah pada tanggung jawab jurnalis dan perusahaan media dalam melindungi data pribadi, serta membantu peserta mengidentifikasi kesenjangan antara UU PDP dengan Undang-Undang No. 40/1999 tentang Pers (UU Pers) dan Undang-Undang No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Sekretaris Jenderal AJI Indonesia, Bayu Wardana, yang juga bertindak sebagai salah satu fasilitator pelatihan, menjelaskan bahwa meskipun UU PDP menjamin hak privasi dengan memberikan tanggung jawab perlindungan data pribadi kepada pengendali dan pemroses data, tanpa pengecualian khusus bagi kerja jurnalistik, UU ini bisa mengancam kebebasan pers.
Hal ini terutama dalam kasus di mana jurnalis melakukan investigasi yang melibatkan data pribadi tokoh publik, termasuk dalam mengungkap praktik korupsi atau penyalahgunaan wewenang publik.
“Oleh karena itu, perusahaan media perlu mensosialisasikan UU PDP kepada jurnalis dan staf non-redaksional yang bekerja di perusahaannya,” kata Bayu.
Dalam pelatihan tersebut, peserta mempelajari bahwa data pribadi seperti catatan kriminal dan informasi keuangan termasuk dalam kategori data yang memerlukan perlindungan lebih.
Selain itu, pengaturan terkait perbuatan melawan hukum dalam UU PDP bisa menimbulkan sanksi pidana bagi perusahaan media maupun jurnalis yang melanggar kewajiban perlindungan data pribadi.
Muhammad Idris, seorang jurnalis dari Makassar yang menjadi peserta pelatihan, menyatakan kekhawatirannya terhadap implementasi UU PDP.
“Kami khawatir karena kerja kami selama ini dijamin oleh UU Pers yang mengatur tugas pers untuk memberikan informasi kepada publik demi kepentingan umum,” ujar Idris.
Menurutnya, UU PDP menimbulkan ambiguitas dalam menjalankan tugas jurnalistik yang juga harus menjaga privasi individu.
Pada akhir pelatihan, peserta mengidentifikasi berbagai langkah yang perlu diambil oleh jurnalis, perusahaan pers, dan Dewan Pers untuk mendukung implementasi UU PDP secara seimbang.
Selain mengusulkan adanya pengecualian bagi kerja jurnalistik dalam UU PDP, peserta juga menganggap perlu adanya kesepakatan antara Dewan Pers dan Lembaga Perlindungan Data Pribadi dalam menangani sengketa terkait perlindungan data pribadi di ranah jurnalistik.
Modul pelatihan yang digunakan dalam acara ini dapat diakses melalui tautan berikut: https://bit.ly/modul_pdp.