BOLMONG, ZONAUTARA.com – Selasa, 13 Agustus 2024 hari itu, menjadi peristiwa yang tak terlupakan bagi sebagian masyarakat di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) Sulawesi Utara.
Hujan mengguyur tak henti-hentinya seharian penuh membasahi tanah Totabuan.
Di balik itu, ada trauma yang mendalam tersimpan rapi menunggu kedatangan bencana yang tak bisa diprediksi oleh siapapun.
Pagi itu, di kala awan hitam setia menutupi langit meski waktu telah menunjukkan pukul 08:00 WITA, Selong Mokobombang (53 tahun) berteduh di ‘sabua’ -istilah untuk gubuk kecil di kebun- sambil menyeruput secangkir kopi.
Seakan mendengar gemuruh petir dari pegunungan, bergegas ia memberanikan diri melihat secara langsung apa yang terjadi.
Benar saja, tak jauh hanya sekitar 100 meter dari gubuk kecilnya itulah, banjir besar menerjang, menjadi salah satu titik lokasi terparah bencana yang disebabkan air bah itu.
“Saya mendengar seperti suara guntur yang sangat keras, bergegas saya berlari dan menyelamatkan sapi saya yang diikat tak jauh dari lokasi banjir. Di sana saya melihat pepohonan, bebatuan, dan air. mengalir tak beraturan. Di situ saya hanya terdiam dan seluruh badan saya bergetar merasa ketakutan,” ungkap saat ditemui tim Zonautara.com di lokasi banjir dan tanah longsor tepatnya jalan menuju Desa Mengkang.
Begitu juga yang diceritakan Sarifudin Mokolintad, seorang guru yang mengabdi di SDN Mengkang.
Ia mengatakan, dampak dari banjir ini, seluruh pelajar di Desa Mengkang terpaksa harus diliburkan.
“Untuk masyarakat yang paling penting saat ini adalah infrastruktur yang mendesak adalah jalan untuk dapat diperhatikan pemerintah karena itu sangat dibutuhkan sekarang. Saat ini untuk sementara waktu sekolah tutup karena guru-guru yang mengajar itu semuanya dari luar Desa Mengkang dan akses jalan tak bisa dilalui,” kata Sarifudin.
Senada, Yuliana Umbola, ibu muda yang saat ditemui tengah menggendong anaknya, juga turut menyampaikan dampak yang ia rasakan pasca terjadinya banjir yang membuat Desa Mengkang terisolir.
“Yang sangat dirasakan itu tak ada air bersih, karena pipa aliran air putus bersama dengan jembatan, juga tak ada Listrik. Untuk bahan pokok juga seperti beras, popok anak hingga gas tak tersedia di warung-warung karena jalan untuk keluar Desa Mengkang itu terputus,” papar Yuliana sambil menggendong anaknya.
Sangadi Desa Mengkang, Lam Makalalag, saat ditemui di lokasi jembatan yang putus memaparkan total penduduk yang ada di desanya.
“Desa Mengkang saat ini terisolir tidak bisa dilalui kendaraan roda dua maupun empat, tentu kami atas nama pemerintah membutuhkan terutama makanan atau sejenisnya yang bisa dikosumsi oleh masyarakat, karena rute untuk membeli pasokan makanan belum bisa dilalui. Kurang lebih ada 60 kepala keluarga dan 200 jiwa yang ada di Desa Mengkang ini,” jelas Lam.
Sementara itu, Sekretaris Dinas PU-PR Bolmong Candra Mokoginta, menyampaikan untuk jembatan yang putus unutk sementara tak bisa dibuat jembatan darurat.
“Kemarin kita sudah turun survei ke lokasi, serta telah melaporkan ke Bapak Bupati yang terjadi di Desa Mengkang itu ada dua jembatan yang putus, Jembatan Mengkang dan Molobayan, kita sudah mengukur kemarin tetapi tidak bisa dilakukan jembatan darurat. Tetapi untuk di jembatan Mengkang ada akses jembatan tua yang bisa dibuat akses jalan sementara,” kata Candra.
Dari pantauan tim Zonautara.com jembatan yang dimaksud merupakan jembatan gantung yang dibuat oleh PNPM-MP tahun anggaran 2010 serta diresmikan pada 5 Mei 2011.
Terkait dengan kelayakan jembatan gantung itu, Candra menyampaikan Dinas PU-PR Bolmong telah berkordinasi dengan Kepala Bidang Bina Marga untuk memasukan dalam perencanaan di APBD-P.
“Insya Allah kita sudah berkordinasi dengan Kepala Bidang Bina Marga, akan dilakukan perencanaan ini memang baru sebatas perencanaan di APBD-P,” aku dia.
***