ZONAUTARA.com – Medio April 2024, Gunung Ruang yang terletak di Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara, mengalami erupsi dahsyat. Bencana alam ini mengakibatkan kerusakan parah pada dua kampung yang berada di kakinya, yakni Pumpente dan Laingpatehi.
Kedua kampung tersebut hancur total akibat lontaran lahar dan abu vulkanik, yang menjadikan wilayah itu tidak layak huni. Akibatnya, warga dari kedua kampung ini terpaksa meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke lokasi yang lebih aman.
Untuk menanggulangi dampak erupsi serta memberikan solusi bagi para pengungsi, pemerintah memutuskan untuk merelokasi mereka ke Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel).
Di Bolsel, para pengungsi dijanjikan akan mendapatkan rumah dan lahan perkebunan baru, yang diharapkan dapat membantu mereka untuk memulai kehidupan baru dengan lebih baik dan berkelanjutan. Proses relokasi ini diharapkan dapat berjalan lancar dan segera memberikan kepastian bagi para korban erupsi yang telah kehilangan tempat tinggal.
Sementara menunggu proses relokasi tersebut , saat ini para pengungsi tinggal di posko pengungsian yang disediakan oleh pemerintah. Terdapat dua posko utama, yakni di Rusunawa Sagerat, Kota Bitung, dan di Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Sulawesi Utara yang berlokasi di Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa. Di kedua posko pengungsian itu, para pengungsi mendapatkan bantuan berupa tempat tinggal sementara, makanan, pakaian, serta layanan kesehatan yang diperlukan.
Dalam situasi yang penuh tantangan ini, harapan para pengungsi untuk dapat kembali menjalani kehidupan normal tetap menggema. Semangat kemerdekaan yang dirayakan pada HUT ke-79 Republik Indonesia menjadi momen penting bagi warga yang terdampak erupsi Gunung Ruang untuk terus berharap dan memulai kembali kehidupan dengan harapan yang lebih baik di tempat yang baru.
Kondisi hidup di posko pengungsian
Selama lebih dari empat bulan, para pengungsi dari Gunung Ruang telah tinggal di posko pengungsian yang dikelola oleh pemerintah dengan baik. Kebutuhan pokok seperti makanan dan obat-obatan dijamin oleh pemerintah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Sosial Sitaro, sehingga para pengungsi merasa cukup terjamin.
Wolters Nanono (75) dari Kampung Laingpatehi bercerita bahwa mereka mendapatkan makanan sebanyak tiga kali sehari, dan akses cepat untuk pengobatan jika diperlukan. Fasilitas ini sangat membantu para warga, terutama yang lanjut usia atau memiliki kondisi kesehatan tertentu.
Anak-anak para pengungsi juga melanjutkan pendidikan mereka di Kota Bitung. Meskipun situasi yang tidak ideal, hal ini memberikan sedikit kelonggaran bagi orang tua yang ingin memastikan akses pendidikan tetap berlangsung bagi buah hati mereka.
Ropli Yani Hebimisa, Sekretaris Kampung Pumpente, menambahkan bahwa mereka merasa cukup nyaman karena segala kebutuhan, termasuk makanan dan obat-obatan, disediakan dengan baik oleh pihak berwenang. Ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam memastikan kesejahteraan para pengungsi di tengah situasi darurat.
Namun demikian, kehidupan di posko pengungsian tidak selalu mudah. Menurut Celi Manuho (61) dari Kampung Laingpatehi, meskipun kebutuhan dasar terpenuhi, masih ada kebutuhan lainnya yang harus mereka tanggung sendiri.
Salah satu tantangan terbesar adalah tidak adanya penghasilan tetap, membuat para pengungsi harus berjuang mencari cara untuk memenuhi kebutuhan tambahan seperti pakaian, hiburan, dan keperluan pribadi lainnya. Kondisi ini menambah beban psikologis yang harus mereka hadapi di tengah ketidakpastian tentang kapan mereka bisa kembali ke rumah mereka yang sebenarnya.
Secara keseluruhan, meskipun para pengungsi di posko pengungsian mendapatkan dukungan signifikan dari pemerintah, terdapat tantangan tambahan yang memengaruhi kenyamanan dan stabilitas hidup mereka sehari-hari. Upaya lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menjamin kualitas hidup yang lebih baik bagi semua penghuni posko pengungsian.
Kekhawatiran hak pilih pada Pilkada 2024
Salah satu kekhawatiran utama yang menghantui para pengungsi Gunung Ruang adalah terkait hak pilih mereka pada Pilkada Bupati dan Wakil Bupati yang akan dihelat pada November 2024.
Berbagai informasi telah beredar, mengindikasikan bahwa mereka yang tinggal di luar wilayah Sitaro mungkin hanya memiliki hak untuk memilih gubernur dan wakil gubernur, namun tidak untuk bupati dan wakil bupati.
Carles Makatindu (33) dari Kampung Pumpente menegaskan pentingnya hak pilih tersebut bagi para pengungsi. Ia menekankan bahwa mereka masih secara resmi merupakan warga Sitaro dan oleh karena itu berhak untuk berpartisipasi dalam memilih bupati dan wakil bupati Sitaro.
Hal ini menjadi semakin penting karena Pilkada Sitaro 2024 dianggap sebagai momen terakhir bagi mereka untuk berpartisipasi sebelum berstatus sebagai warga Bolsel.
Pandangan ini mencerminkan aspirasi para pengungsi yang ingin memastikan suara mereka tetap didengar dan diakui dalam pemerintahan daerah yang akan datang. Kekhawatiran ini juga mencakup perasaan ketidakpastian tentang masa depan mereka serta keterikatan emosional yang kuat dengan wilayah asal mereka.
Banyak dari mereka, memandang memilih dalam Pilkada Sitaro bukan hanya hak, tetapi juga bentuk tanggung jawab dan kontribusi terhadap komunitas yang telah mereka tinggali sepanjang hidup mereka.
Sebagai langkah mitigasi, para pengungsi berharap Pemerintah serta penyelenggara Pilkada dapat segera menemukan solusi yang komprehensif. Solusi ini diharapkan tidak hanya menjamin hak pilih mereka, tetapi juga mempertimbangkan kondisi serta situasi khusus yang dihadapi oleh para pengungsi.
Dengan adanya kepastian tentang hak pilih, para pengungsi dapat merayakan HUT ke-79 Kemerdekaan RI dengan harapan yang lebih tenang dan kebahagiaan yang lebih utuh, serta optimisme bahwa masa depan demokrasi lokal akan terus melibatkan dan mengakomodasi setiap warga negara tanpa terkecuali.
Harapan untuk masa depan di momen Kemerdekaan
Di momen yang istimewa ini, HUT ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia, para pengungsi dari dua kampung di Pulau Ruang menyuarakan harapan mereka dengan penuh antusias. Mereka mendambakan kejelasan dan kepastian mengenai nasib mereka di masa depan, terutama terkait hak pilih mereka pada Pilkada 2024 dan percepatan proses relokasi yang telah lama dijanjikan.
Para pengungsi saat ini menghadapi kehidupan dengan banyak keterbatasan, meskipun kebutuhan pokok mereka ditanggung oleh pemerintah. Hidup di pengungsian tanpa penghasilan tetap telah menjadi tantangan berat bagi 282 kepala keluarga yang sangat mendambakan kepastian dan stabilitas seperti warga negara lainnya.
Keadaan ini telah memacu harapan mereka akan tindakan nyata dari pemerintah untuk segera merealisasikan penyediaan rumah dan lahan perkebunan yang layak.
Relokasi ke Kabupaten Bolsel menjadi harapan besar bagi mereka untuk memulai hidup yang baru dengan lebih baik. Dalam suasana kemerdekaan ini, mereka ingin merasakan arti sejati dari kedaulatan dan kebebasan sebagai warga negara yang merdeka.
Harapan besar mereka adalah agar pemerintah tidak hanya memberikan janji tetapi juga langkah konkret yang memberi mereka kesempatan untuk hidup dengan layak dan berdaulat.
Para pengungsi menginginkan masa depan yang lebih cerah dan terjamin. Mereka ingin kembali merasa memiliki kendali atas hidup mereka, dengan hak-hak dasar sebagai warga negara yang terjamin.
Dengan semangat kemerdekaan yang terpatri di hati mereka, para pengungsi memandang ke depan dengan harapan besar bahwa masa depan yang lebih baik akan segera menghampiri mereka, memberikan mereka tempat tinggal yang layak dan kesempatan untuk kembali produktif di lahan perkebunan mereka sendiri.
Kini, pada momen kemerdekaan ini, harapan mereka bertumpu pada kepastian dari pemerintah. Sebanyak 282 kepala keluarga menantikan rumah baru dan lahan di Bolsel, serta kejelasan nasib hak pilih mereka pada Pilkada mendatang.
Harapan mereka sederhana, namun menggugah: menjadi warga yang tetap diakui, meski telah kehilangan segalanya di tanah kelahiran mereka.