ZONAUTARA.com — Warga sekitar Kema, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Sulut) dibuat resah dengan kemunculan satwa liar buaya di dekat permukiman warga. Kemunculan satwa liar di area pemukiman warga jelas bukan hal yang lumrah.
Dari informasi yang dihimpun Zonautara.com, ada beberapa ekor buaya yang terpantau berada di dekat pemukiman warga setidaknya dalam sepekan terakhir.
Sontak, kemunculan buaya tersebut ramai di media sosial, karena ikut diunggah oleh warga. Terlihat dalam sebuah unggahan di dinding Facebook, seorang nelayan dari desa Lansot—desa yang berada di garis pantai yang sama dengan desa Kema—menemukan seekor buaya pekan lalu.
Teranyar, dari pantauan CCTV PLTU Kema pada Minggu (24/11) malam—yang juga telah diunggah ke media sosial—terpantau seekor buaya dengan panjang kurang lebih empat meter sedang melintasi perairan di area PLTU yang terletak di Jaga 8, desa Kema I.
Sebelumnya, jejak kaki buaya pun ditemukan di bantaran sungai yang hanya berjarak kurang lebih 10 meter dari pantai Kema II pada Jumat (22/11) malam.
Sungai tersebut oleh warga sekitar disebut Kuala Mati sebab muaranya yang sudah tertutup hingga air sungai tak lagi mengalir.
Oktavianti (39), seorang ibu rumah tangga yang bermukim di antara bibir pantai dan Kuala Mati membenarkan kemunculan buaya tersebut.
“Sekitar Jumat (22/11) jam setengah dua belas malam (23.30, red). Dari yang saya lihat, panjangnya kurang lebih tiga hingga empat meter,” ujarnya.
Alhasil, dalam beberapa hari terakhir warga sekitar kompak berjaga-jaga di sekitar area kemunculan hewan predator tersebut.
“Iya, tadi malam warga berjaga-jaga di sekitaran sini,” ucap Ahmad Petrus Cornelisz (52), salah satu petugas Linmas Desa Kema II.
Sebagai mitigasi awal, masyarakat berinisiatif memasang jaring di sekitar lokasi buaya terlihat.
“Sudah dipasang jaring di Kuala Mati ini,” tambahnya.
Senada, Mely Mamuko (53), salah satu pelaku usaha di Pantai Firdaus, Kema II juga mengutarakan hal yang sama.
“Kini kita waspada setelah mendengar kabar soal adanya buaya tersebut,” imbuhnya.
Ia juga mengisahkan, kemunculan buaya di area itu baru kali ini terjadi.
“Iya baru kali ini ada kejadian seperti ini,” singkatnya.
Sekretaris Komunitas Peduli Sungai Firdaus Jesita Cornelisz menambahkan, pihaknya telah melakukan upaya koordinasi dengan pihak berwenang, seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut dan Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL).
“Saya sudah koordinasi dengan BKSDA dan juga BPSPL. Mereka segera menanggapi pesan saya dengan berkata akan segera menindaki kejadian tersebut,” ucapnya.
Ia berharap, daya jelajah buaya tersebut tidak mencapai beberapa aliran sungai yang melintasi Desa Kema II dan bermuara ke pantai Firdaus.
“Sebisa mungkin kita berupaya agar supaya buaya ini tidak sampai di sungai,” harap Jesita.
Terpisah, Pemerintah Desa (Pemdes) Kema I melalui Kepala Lingkungan 8, Fiona Esterlita Waworuntu menyatakan, dari informasi yang beredar ada tiga ekor yang sempat terlihat di wilayahnya.
“Kita berharap pihak berwenang segera menindaki kemunculan buaya tersebut,” tegasnya.
Sebab kemunculan buaya tersebut dapat berdampak serius bagi keselamatan warga desa.
Warga juga berspekulasi jika buaya tersebut bisa jadi lepas dari Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki, yang lokasinya tidak jauh dari Kema.
Menanggapi dugaan tersebut, pihak PPS Tasikoki menampik dengan tegas.
“Itu tuduhan yang tidak berdasar bagi kami. Kami selalu menjaga keamanan kandang,” ujar drh Avivah Vega Meidienna, dokter hewan di PPS Tasikoki saat dikonfirmasi Senin (25/11) malam.
Ia menjamin bahwa buaya yang berkeliaran tersebut bukan berasal dari kandang PPS Tasikoki.
“Saya berani jamin itu bukan buaya milik kami,” tegasnya.
Ia menjelaskan, saat ini buaya yang berada di PPS Tasikoki berjumlah 12 ekor dan semuanya berada di kandang.
“Kandangnya sangat aman karena ada dinding betonnya,” beber Avivah.
Adapun langkah mitigasi yang dapat dilakukan warga adalah dengan mengurangi aktivitas di bibir pantai, muara dan ceruk pantai.
“Terlebih pada malam hari karena itu jam aktifnya buaya,” terangnya.
Ia berharap warga segera melaporkan ke pihak PPS Tasikoki bila kembali melihat pergerakan buaya di sekitar pemukiman dengan menghubungi nomor telepon 089628337378.
“Dalam waktu 30 menit setelah menerima laporan, kami akan langsung mengirimkan tim,” imbuhnya.
Senada, Kepala BKSDA Sulut Ashkari Dg Massiki mengatakan pihaknya belum dapat mengonfirmasi asal muasal buaya tersebut.
“Belum terkonfirmasi asal usul buaya dari mana. Mudah-mudahan besok tim bisa mendapat informasi sekaligus melihat kondisi di lapangan,” kata Ashkari saat dihubungi Zonautara.com, Senin malam.
Selain berkoordinasi dengan pemerintah, masyarakat serta pihak-pihak terkait lainnya, BKSDA juga akan berkoordinasi dengan BPSPL yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (DJPRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam penanganan buaya tersebut.
“Pasca terbitnya UU 32/2024 tentang perubahan UU nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, kewenangan terkait buaya sudah berada di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Saat ini masa transisi, sehingga penanganan masih bersama-sama,” pungkasnya.