Catatan perjalanan ke Gorontalo #3: Hiruk pikuk Lebaran Ketupat

Saat matahari telah benar-benar terbenam di ufuk barat, semilir angin membawa kembali kisah beberapa teman yang cintanya kandas di Paguat

Indra Umbola
Penulis:
Editor: Ronny Adolof Buol
Suasana di Pohuwato saat Lebaran Ketupat 2025. (Foto: Zonautara.com/Indra Umbola)

ZONAUTARA.com – Hari ketiga saya di Gorontalo, Senin (07/04/2025) bertepatan dengan perayaan Lebaran Ketupat secara serentak. Lebaran Ketupat dirayakan pada hari ketujuh setelah Idul Fitri. Selain Gorontalo, beberapa daerah di Indonesia juga memiliki tradisi yang sama.

Mengutip NU Online, sejarah Lebaran Ketupat ini berawal dari Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan kepada masyarakat Jawa. Lebaran Ketupat dirayakan pada satu minggu setelah Idul Fitri, yakni pada tanggal 8 Syawal setelah melaksanakan puasa sunnah selama enam hari.

Beberapa sumber menyebut perayaan Lebaran Ketupat di Gorontalo pertama kali dilakukan oleh masyarakat keturunan Jawa Tondano (Jaton) sejak kedatangan mereka di Gorontalo pada tahun 1909. Masyarakat yang bermigrasi dari Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut) itu kemudian mendiami Kabupaten Gorontalo dan tersebar di beberapa desa, yakni Kaliyoso, Roksonegoro, Mulyonegoro dan Yosonegoro.

Sedangkan Jaton sendiri merupakan sebutan populer untuk Kampung Jawa Tondano yang didirikan Kyai Modjo bersama pengikutnya yang merupakan pejuang dalam Perang Jawa. Jaton didirikan tahun 1830.

Saya yang bangun agak kesiangan melihat masyarakat di sekeliling rumah tempat saya menginap mulai sibuk mempersiapkan segala sesuatu. Tamu-tamu perlahan mulai berdatangan. Tua, muda, anak-anak, laki-laki dan perempuan tumpah ruah di jalanan.



Suhu 31 derajat celcius mengharuskan saya segera mandi, maklum belum terbiasa. Usai bersiap, saya dan beberapa teman segera bersilaturahmi ke beberapa kerabat sesuai rencana di hari sebelumnya.

Dalam perjalanan, suasana makin ramai. Bahkan di beberapa ruas jalan desa terjadi kemacetan, bukti tingginya antusiasme masyarakat dalam perayaan Lebaran Ketupat. Di tiap rumah terlihat keramaian. Segala macam makanan digelar di atas meja. Siapapun yang singgah, wajib makan.

Dari cerita seorang teman diketahui para tamu bukan hanya berasal dari daerah Gorontalo tapi juga berasal dari daerah Sulawesi Tengah (Sulteng). Ini hal yang wajar mengingat Pohuwato adalah kabupaten terjauh Provinsi Gorontalo yang berbatasan langsung dengan Sulteng. Banyak masyarakat di sini yang punya saudara dan kerabat di Sulteng.

Tak hanya makan-makan, di desa tetangga Lebaran Ketupat turut dimeriahkan lomba balap pare-pare dengan lintasan sungai yang terhubung ke laut. Pare-pare adalah sejenis perahu kecil dengan panjang dua meter, lebar satu meter dan ditenagai mesin ketinting. Pesertanya banyak yaang berasal dari luar daerah.

Di beberapa tempat, Lebaran Ketupat bahkan dimeriahkan dengan hadirnya artis-artis lokal. Masyarakat larut dalam hiruk pikuk Lebaran Ketupat. Seakan ini adalah waktu penghabisan sebelum semuanya kembali ke rutinitas pekerjaan.

Terik matahari, jalan berdebu, dan hawa kering tak menyurutkan langkah orang-orang untuk turut berpesta. Kami juga demikian, tak ingin melewatkan momen apapun dalam perayaan ini.

gorontalo
Antusias warga merayakan Lebaran Ketupat di Pohuwato. (Foto: Zonautara.com/Indra Umbola)

Melihat tingginya antusiasme masyarakat, saya seketika teringat diskusi singkat dengan seorang teman yang merupakan pakar di bidangnya. Pernah saya berdiskusi dengannya seputar posisi tradisi dan budaya lokal di hadapan modernitas yang saban hari kian merajalela.

Kami bersepakat bahwa budaya seringkali mengalami pergeseran makna akibat modernitas. Namun begitu, pergesaran makna tak melulu diartikan sebagai sesuatu yang negatif. Pergeseran makna justru membuka ruang terhadap reinterpretasi tradisi.

Saya berpandangan, hal itulah yang saat ini terjadi di beberapa daerah di Bolaang Mongondow Raya (BMR) yang coba mengadopsi tradisi Lebaran Ketupat dengan beberapa modifikasi dan penyesuaian. Di Bolaang Mongondow Timur misalnya, Lebaran Ketupat tidak dilakukan secara serentak, melainkan dijadwalkan tiap kecamatan. Di daerah yang sebagian besar wilayahnya terletak di pantai timur Sulut itu, Lebaran Ketupat tak harus digelar di hari ketujuh setelah Idul Fitri.

Tradisi serupa juga terjadi di Kotamobagu dan Bolaang Mongondow yang memilih menggunakan istilah lokal seperti binarundak dan mongulipot . Kedua istilah tersebut merujuk pada nama kuliner lokal. Saya menduga ini untuk mensubstitusi penggunaan istilah ‘ketupat’. Binarundak adalah jenis kuliner lokal BMR sejenis nasi lemang. Sedangkan mongulipot merujuk pada pembuatan nasi yang dibungkus dengan daun nasi yang memiliki nama ilmiah Phrynium pubinerve blume.

gorontalo
Perjalanan adalah soal menemukan, seperti langit ini. Semuanya mengisyaratkan sesuatu yang hanya dapat ditemui dalam perjalanan. (Foto: Zonautara.com/Indra Umbola)

Saya yang sedang berkendara menuju Paguat di bawah terik matahari memutuskan berhenti memikirkan ini secara serius dan tidak mencurahkan segala asumsi negatif dalam tulisan ini.

Di Paguat, kami bersilaturahmi ke rumah banyak teman. Aneka makanan dan minuman menanti. Berbarengan dengan itu, segala cerita masa lalu pun hadir kembali. Mulai dari cerita konyol, romansa hingga metafisika.

Saat matahari telah benar-benar terbenam di ufuk barat, semilir angin membawa kembali kisah beberapa teman yang cintanya kandas di Paguat. Kali ini cerita itu hadir bukan lagi dalam bentuk aslinya yang menyembabkan mata melainkan ia hadir dalam wujud kegilaan masa lalu yang tinggal bisa ditertawakan.

Saat sunyi malam mendekap dan debur ombak kian menggema, kami larut dalam kehangatan. Botol-botol kosong minuman bersoda yang mulai berserakan, toples yang jatuh dari meja, sepeda listrik yang hening dan hantu di Masjid adalah penutup cerita kegilaan di malam berbintang itu.

Bersambung ….

Follow:
Mengawali karir junalistik di tahun 2019, mulai dari media cetak hingga beberapa media elektronik sebelum akhirnya bergabung dengan Zonautara.com di tahun 2024.
1 Comment

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com