Menjadikan Iduladha sebagai momentum berbagi yang menumbuhkan empati

Jurnalisme konstruktif melihat momen seperti Iduladha bukan hanya dari sisi perayaan atau data jumlah hewan kurban, tetapi dari nilai yang lebih besar—yakni bagaimana perayaan ini mampu mengisi kekosongan sosial yang selama ini ada.

Neno Karlina Paputungan
Editor: Redaktur
suasana sholat Idul Adha 1445 H di Kotamobagu (Foto:ZONAUTARA.com/Yegar Sahaduta)

ZONAUTARA.com – Di tengah kehidupan sosial yang kian kompleks, momen Iduladha hadir tak sekadar sebagai perayaan ibadah, tetapi juga ruang untuk membangun solidaritas dan memperkuat empati antarwarga.

Hari besar umat Islam ini membawa pesan mendalam tentang pengorbanan dan kepedulian sosial melalui praktik kurban—suatu tradisi yang lebih dari sekadar menyembelih hewan, melainkan bentuk nyata berbagi dengan mereka yang membutuhkan.

Dalam situasi sosial ekonomi yang masih timpang, terutama pasca-pandemi dan di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok, Iduladha bisa menjadi momentum penting untuk memperkuat nilai gotong royong.

Pembagian daging kurban bukan hanya bentuk ritual, tetapi juga sarana distribusi pangan kepada kelompok rentan yang kerap luput dari perhatian.

Ahmad Rizal, pegiat komunitas sosial di Kotamobagu, mengatakan bahwa praktik berbagi saat Iduladha bisa menjadi jembatan memperkuat rasa keadilan sosial. “Di kampung saya, Iduladha adalah satu-satunya waktu sebagian warga bisa makan daging. Ini bukan soal makanan, tapi soal rasa dihargai dan tidak dilupakan,” ujarnya.



Jurnalisme konstruktif melihat momen seperti Iduladha bukan hanya dari sisi perayaan atau data jumlah hewan kurban, tetapi dari nilai yang lebih besar—yakni bagaimana perayaan ini mampu mengisi kekosongan sosial yang selama ini ada.

Misalnya, di banyak wilayah pedesaan atau komunitas urban miskin, Iduladha menjadi titik temu antara yang mampu dan yang membutuhkan, antara pemberi dan penerima dalam hubungan yang setara dan penuh penghargaan.

Dari perspektif ini, pendekatan kurban yang inklusif, tepat sasaran, dan memberdayakan dapat menjadi model praktik kebaikan yang berkelanjutan. Beberapa komunitas bahkan mulai menerapkan sistem distribusi daging kurban berbasis data warga miskin atau kelompok rentan seperti janda, lansia, atau penyandang disabilitas, agar bantuan lebih berdampak.

Sri Murniyati, ibu rumah tangga dan relawan pembagi daging kurban di lingkungannya, mengatakan bahwa partisipasi warga dalam membagi daging membuat semua orang merasa memiliki peran. “Anak-anak muda di kampung juga dilibatkan, mereka belajar langsung tentang berbagi. Bukan cuma menerima, tapi juga jadi bagian dari proses,” katanya.

Melalui pendekatan ini, jurnalisme konstruktif tidak hanya memotret momen Iduladha sebagai peristiwa tahunan, tetapi juga menyoroti potensi transformatif yang bisa dihidupkan dari tradisi keagamaan.

Iduladha bukan sekadar hari libur keagamaan, melainkan kesempatan memperkuat jaringan solidaritas sosial, membangun kepercayaan antarwarga, serta memperdalam praktik keimanan yang berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari.

Pada akhirnya, merayakan Iduladha dengan berbagi adalah menghidupkan kembali nilai-nilai kemanusiaan dalam bentuk yang paling sederhana namun berdampak besar. Di tengah dunia yang sering dipenuhi narasi kekurangan, Iduladha mengingatkan kita bahwa kebaikan bisa hadir dari niat tulus dan kepedulian yang konsisten.

Suka berkelana ke tempat baru, terutama di alam bebas. Mencintai sastra fiksi dan tradisi. Berminat pada isu-isu ekofeminisme, gender, hak perempuan dan anak. Beberapa kali menerima fellowship liputan mendalam. Tercatat sebagai anggota AJI.
Leave a Comment

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com