ZONAUTARA.com – Sejak diresmikan pada 9 Juni 2017, Yayasan Bumi Tangguh (YBT) telah tumbuh menjadi salah satu organisasi nirlaba paling aktif dalam penanggulangan bencana, pemulihan lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat di Indonesia.
Dalam perjalanannya yang telah mencapai delapan tahun, YBT tidak sekadar memberikan bantuan darurat, tetapi juga ikut membangun kembali kehidupan dan harapan masyarakat terdampak bencana.
Ketua YBT, Dennie Mamonto, menyatakan bahwa ketangguhan sejati berasal dari kekuatan masyarakat sendiri.
“Kami belajar dari lapangan bahwa pemulihan pascabencana harus dimulai dari masyarakat. Ketangguhan bukan hanya tentang bangunan fisik, tapi juga tentang harapan yang bangkit kembali,” ujarnya.
Selama delapan tahun terakhir, YBT terlibat langsung dalam berbagai respon terhadap bencana alam di Indonesia. Berikut adalah beberapa pencapaian penting YBT:
Gempa Lombok (2018): YBT bekerja sama dengan komunitas lokal membangun lebih dari 700 unit hunian sementara untuk para penyintas gempa.
Bencana Sigi, Sulawesi Tengah (2018): YBT membangun 600 rumah permanen menggunakan teknologi ferrocement dan retrofit tahan gempa, sebagai bagian dari proses rekonstruksi pascabencana gempa, likuifaksi, dan tsunami.
Tsunami Lampung (2019): Tim YBT turut serta dalam proses evakuasi, penyaluran logistik, dan penyediaan shelter darurat bagi warga terdampak.
Banjir Bandang di Minahasa dan Manado (2023): YBT memberikan respon cepat terhadap banjir yang melanda wilayah Danau Tondano dan sebagian Kota Manado.
Letusan Gunung Lewotobi di NTT (2025): YBT kembali hadir dalam aksi tanggap darurat dengan menyalurkan bantuan kemanusiaan, logistik, serta dukungan psikososial kepada masyarakat yang terkena dampak.
Peran YBT tidak hanya berhenti pada tanggap darurat bencana, tetapi berlanjut ke fase pembangunan dan pemulihan jangka panjang. Fokus organisasi ini adalah memperkuat ketangguhan masyarakat melalui pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan.
Di Danau Tondano, YBT mendukung Pemerintah Kabupaten Minahasa sejak tahun 2019 dalam mengatasi ledakan populasi eceng gondok yang mengganggu ekosistem dan mata pencaharian masyarakat setempat.
Sementara di Likupang, YBT menjalankan program restorasi mangrove yang berpadu dengan pemberdayaan ekonomi perempuan.
Kelompok perempuan diberdayakan dalam proses pembibitan, penanaman, hingga pengolahan hasil mangrove menjadi produk makanan dan kerajinan tangan.
Program ini tidak hanya mengembalikan fungsi ekosistem mangrove, tapi juga mendorong kemandirian ekonomi keluarga dan kepemimpinan perempuan di tingkat lokal.
YBT secara konsisten membangun kepercayaan publik dan mitra kerja melalui tata kelola yang transparan.
Sejak 2018, YBT menjalin kemitraan strategis dengan berbagai lembaga nasional dan internasional, serta dipercaya mengelola dana bantuan berskala besar dari donor luar negeri.
Setiap program dijalankan dengan pengawasan ketat dan audit independen tahunan untuk memastikan akuntabilitas organisasi.
Langkah ini menunjukkan kemampuan manajerial YBT dalam menangani proyek-proyek berskala besar sekaligus membuktikan komitmen terhadap integritas dan profesionalisme.
Visi Masa Depan: Masyarakat Tangguh Hadapi Krisis dan Perubahan Iklim
Menghadapi masa depan yang penuh tantangan, YBT menetapkan arah fokus baru yang mencakup:
Peningkatan kapasitas komunitas dalam menghadapi risiko bencana dan dampak perubahan iklim.
Pemulihan ekonomi dan ekologi secara terpadu pascabencana.
Advokasi dan kolaborasi multi-pihak, mencakup pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, dan mitra pembangunan nasional maupun internasional.
Dennie Mamonto menutup refleksi delapan tahun perjalanan YBT dengan sebuah pesan bermakna, “Delapan tahun ini hanyalah permulaan. Kami akan terus berjalan bersama masyarakat—bukan untuk menjadi pahlawan, tetapi menjadi bagian dari solusi. Ketangguhan tidak lahir dalam semalam, tapi tumbuh dari gotong royong dan semangat yang tidak pernah padam.”
***