ZONAUARA.com – Untuk memperingati hari HAM sedunia pada tanggal 10 Desember, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) kembali mempublikasikan Catatan Hari HAM. Catatan ini ditulis untuk merangkum situasi penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM selama setahun belakangan.
Berdasarkan pemantauan KontraS, situasi Hak Asasi Manusia di Indonesia sepanjang tahun 2025 tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan. Dalam beberapa hal, situasi HAM malah menunjukkan kemunduran atau regresi.
Tahun ini ditandai dengan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto. Hal tersebut diperburuk dengan wacana penulisan ulang sejarah nasional Indonesia yang abai dengan berbagai peristiwa pelanggaran berat HAM yang terjadi, serta mengesampingkan penderitaan para korban dan penyintas peristiwa pelanggaran berat HAM.
Pada sisi lain, proses penuntasan pelanggaran berat HAM pun sama sekali tidak menjadi prioritas pemerintah pada tahun ini. Misalnya peristiwa pelanggaran berat HAM Paniai.
Nyaris tiga tahun setelah memori kasasi diserahkan ke Mahkamah Agung, persidangan peristiwa Paniai tak kunjung dilanjutkan sebab Mahkamah Agung memiliki hakim ad hoc HAM. Keluarga korban peristiwa Paniai hingga kini dibiarkan menunggu tanpa kepastian yang jelas.
Selain itu, berbagai pelanggaran terhadap hak fundamental warga negara juga masih terus berulang sepanjang tahun 2025. Berdasarkan data pemantauan yang KontraS lakukan sejak Desember 2024 hingga November 2025 ini terdapat sekitar 42 peristiwa extra judicial killing yang menyebabkan 44 korban meninggal dunia. Dari total angka peristiwa tersebut, Polri dan TNI menjadi aktor utama dengan masing-masing sebanyak 26 dan 15 peristiwa.
Lebih lanjut, KontraS juga mencatat 71 peristiwa penyiksaan yang terjadi sepanjang periode pemantauan. Berbagai peristiwa penyiksaan tersebut, menyebabkan 159 orang menjadi korban, dengan 142 orang yang mengalami luka dan 17 orang lainnya meninggal dunia akibat penyiksaan yang dialami.

Polri masih menduduki peringkat pertama aktor yang paling banyak melakukan penyiksaan, 53 peristiwa dilakukan oleh Polri, 5 peristiwa dilakukan oleh Sipir pada Rumah Tahanan (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), dan anehnya 13 peristiwa sisanya dilakukan oleh anggota TNI.
Dalam konteks beragama dan berkeyakinan, kelompok minoritas juga beberapa kali menjadi korban, padahal konstitusi secara tegas menjamin hak untuk beragama dan berkeyakinan. Pada rentang waktu Desember 2024-November 2025, berdasarkan catatan KontraS terdapat total 32 peristiwa pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) yang terdiri atas antara lain 14 pelarangan beribadah, 9 tindakan pengrusakan, 6 penolakan pembangunan rumah ibadah, 4 penyegelan rumah ibadah, 4 tindakan intimidasi, serta 4 tindakan persekusi.
Lebih lanjut, berdasarkan pemantauan KontraS, setidaknya terjadi 205 peristiwa pelanggaran kebebasan sipil yang 178 di antaranya dilakukan oleh Polri. Sementara TNI terpantau terlibat dalam 5 peristiwa, dan pemerintah sebanyak 14 peristiwa.
Pelangagran terhadap kebebasan sipil yang terjadi menyebabkan 661 korban luka, 4291 korban penangkapan sewenang-wenang, serta 134 korban kekerasan lainnya seperti serangan digital/teror/intimidasi.
Pada gelombang demonstrasi 25-31 Agustus 2025, Posko Orang Hilang KontraS menerima 46 pengaduan orang hilang.
Hasil verifikasi dan penelusuran yang dilakukan oleh KontraS menemukan bahwa 34 di antaranya terkonfirmasi mengalami penghilangan orang secara paksa dalam jangka pendek (short term enforced disappearance), sementara delapan lainnya hanya mengalami miskomunikasi dengan pelapor dan satu lainnya tidak diketahui apakah mengalami penghilangan orang secara paksa atau mengalami miskomunikasi.
Sumber: Rilis Pers KontraS

