ZONAUTARA.com — Selasa (23/9/2025), suasana di sekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sumompo, Manado tetiba riuh, sejumlah masyarakat memblokade pintu masuk TPA. Tak ada satupun armada sampah yang boleh lewat.
Aksi tersebut merupakan buntut dari penolakan pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di dalam kawasan TPA Sumompo.
Di lokasi aksi, para perempuan menjadi motor gerakan. Mereka tak bergeming diterjang terik, hujan, bahkan tindakan represif aparat.
Ibu-ibu lingkar TPA Sumompo berbaris rapi demi terwujudnya keadilan ekologis. Suara-suara yang terpendam kini tumpah di jalanan.
Modal utamanya adalah rasa senasib sepenanggungan. Mereka tak menuntut banyak, cukup pemangku kebijakan datang dan dengarkan segala tuntutan.
Hari itu mereka membuktikan perempuan tak hanya mampu mengurusi hal-hal domestik rumah tangga, melainkan juga mampu menjadi simbol perlawanan.
Hari demi hari berlalu, dukungan makin deras mengalir bahkan dari orang tak dikenal yang mengirim makanan dan minuman sebagai bentuk solidaritas perjuangan.
Eskalasi aksi terus meningkat hingga hari ketiga. Para perempuan di lokasi aksi masih tak bergeming. Puluhan armada sampah terpaksa diparkir berjejer di pinggir jalan sekitar TPA Sumompo.
Kidung-kidung kebudayaan yang disenandungkan barisan perempuan di lokasi aksi mengobarkan api dalam dada dan menggetarkan siapa saja yang mendengarnya.
Batu dan semen telah diturunkan di depan pintu masuk TPA Sumompo. Massa mengancam akan membangun tembok beton jika tuntutannya tidak diindahkan.
Meski begitu, ratusan orang yang hadir di lokasi nampaknya sepakat bahwa aksi yang digalang merupakan aksi damai.

Alih-alih menimbulkan kemacetan panjang, beberapa orang berinisiatif mengatur lalu lintas di sekitar lokasi aksi.
Seruan yang mengalir lewat pengeras suara pun mengimbau agar massa aksi tidak menimbulkan kegaduhan.
Di hari keempat aksi berlangsung, Jumat (26/9/2025), pemangku kebijakan akhirnya turun ke tengah masyarakat: berdialog dan memberi keputusan.
Para perempuan yang sejak awal berjuang dengan kepala tegak, tak mundur selangkah pun. Mereka tampil dan menyampaikan aspirasi di hadapan pemangku kebijakan.
Bahkan ketika pemangku kebijakan berjanji menghentikan pembangunan IPLT dan mengupayakan pemindahan TPA Sumompo secepatnya, para perempuan itu menimpali: jika tidak, kami masyarakat akan bertindak.

Apa yang mereka lakukan adalah pengingat bahwa heroisme perempuan merupakan bagian dari kokohnya pondasi negeri ini. Tak terhitung berapa banyak perempuan yang terjun di medan juang demi satu harapan: kehidupan yang layak bagi generasi penerusnya.

