MANADO, ZONAUTARA.com — Sebuah komunitas yang beranggotakan perempuan menjadi ramai diperbincangkan orang, setidaknya dalam sebulan terakhir. Label mereka lumayan menarik: Sosiallady. Dan karena kiprahnya ada di Sulawesi Utara, mereka lalu menyebut diri sebagai Komunitas Sosiallady Sulut atau disingkat KSL.
Perguncingan tak lepas dari stigma sosialita yang memang lagi hidup bak jamur di berbagai kota metropolitan Indonesia. Benang merahnya jelas tak lepas dari glamour, hidup berkemakmuran, hobi berbelanja barang mewah dan suka menghamburkan uang.
Apalagi dalam beberapa ajakan yang berseliweran di media sosial untuk bergabung dengan Sosiallady Sulut, selalu mencantumkan kalimat sapaan “hai wanita cantik..” Stigma itu semakin kuat kala beberapa anggota Sosiallady memposting foto-foto saat mereka arisan dengan dresscode mewah, dan tempatnya selalu di hotel atau resto kelas atas.
“Tapi itu dulu,” ujar Priska Febe Igir, yang mendirikan Sosiallady.
Ditemui di salah satu cafe di kawasan Mega Mas, Selasa (23/5/2017) Priska mengurai panjang lebar soal kelompok yang dia dirikan tersebut. Priska datang dengan beberapa pengurus KSL.
Priska mendirikan Sosiallady pada 14 Februari 2016. Bentuknya adalah kelompok arisan. Dia memang sering ikut kelompok arisan. “Tapi saya ingin buat kelompok yang tak sekedar arisan. Ada kegiatan sosial di dalamnya,” jelas Priska.
Anggota yang bergabung di Arisan Sosiallady harus siap menyediakan uang arisan minimal Rp 1 juta per orang. Mereka bertemu setiap bulan untuk mengundi siapa yang berhak menerima uang arisan.
“Saat pertemuan, kami memang menentukan dresscode. Dan itu berubah tema setiap bulannya. Jadilah kami terlihat glamour seperti di foto-foto yang beredar itu,” kata Priska.
Dalam pertemuan itu, setiap anggota menyetor uang sebesar Rp 100 ribu sebagai biaya sewa tempat dan makan minum. “Karena uang yang terkumpul cukup banyak, kami memilih hotel atau resto,” ujar Priska.
Karena anggota arisan cukup banyak, Priska memecah anggotanya dalam beberapa kelompok kecil. Setiap kelompok diisi rata-rata 10 anggota. Arisan Sosiallady mampu menarik sekitar 100 anggota. Uang yang terkumpul pun lumayan besar.
Aktifitas Arisan Sosiallady di media sosial menarik cukup banyak wanita lainnya yang berminat bergabung. Sayangnya patokan batasan umur yang tidak boleh melampui usia 35 tahun menjadi kendala.
“Kendala lainnya adalah uang arisan yang terlanjut besar itu, sehingga tidak semua sanggup bergabung,” kata Priska.
Melihat minat besar itu, Priska kemudian pada April 2017 mengambil keputusan merubah Arisan Sosiallady menjadi komunitas. Nama KSL pun dipilihnya. Perubahan itu dimaksudkan Priska agar semua kalangan bisa bergabung.
“Dengan demikian siapa saja bisa bergabung. Asalkan masih tinggal di Sulut dan punya jiwa sosial. Umur berapapun silahkan,” Priska memberi alasan.
KSL kemudian menyebarkan formulir pendaftaran melalui jejaring yang mereka miliki. Hanya dalam sebulan, anggota yang terdaftar di KSL sudah mencapai lebih dari 800 orang.
“Sekarang anggota kami sudah ada dari Bolaang Mongondow hingga ke Sangihe. Sudah lebih setengah di 15 kabupaten dan kota di Sulut,” kata Priska.
Jumlah anggotanya pun terus bertambah. Permintaan formulir pendaftaran terus berdatangan. Melihat hal itu, Priska segera mengantisipasinya dengan bersiap mengurus legalitas KSL menjadi organisasi berbadan hukum.
“Biar status KSL menjadi jelas dan kami bisa leluasa bermitra dengan siapa saja.
KEGIATAN SOSIAL
Kini setelah menjadi komunitas, KSL berfokus pada kegiatan sosial. Priska memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan arisan. Dia lebih memilih membawa KSL sebagai kelompok yang peduli dengan sesama.
“Saya ingin image pang bagaya itu perlahan diganti dengan kegiatan pang bantu orang. Kita perempuan di Sulut harus menunjukkan rasa peduli terhadap sesama yang membutuhkan,” jelas Priska.
Tekad itu setidaknya telah diwujudkan dalam beberapa kali kegiatan sosial dengan menyalurkan bantuan bagi duda dan janda miskin yang berusia diatas 60 tahun. Dana untuk kegiatan sosial itu datangnya juga dari para anggota KSL. Sifatnya gotong royong.
Kegiatan yang digelar KSL kemudian mendapat simpati banyak orang dan semakin membuat para wanita lain ingin bergabung dengan KSL.
Joice Runtulalo, Sekretaris KSL Kecamatan Mandolang menuturkan dia berkerinduan membantu masyarakat yang hidup pas-pasan. “Dari dulu kerinduan itu ada, tapi kalau saya lakukan sendiri mungkin tidak mampu. Saat datang tawaran dari Priska untuk gabung, dan mempelajari tujuan KSL, saya langsung menyatakan siap bergabung,” ujar Joice memberi alasan.
Kini di Mandolang, Joice telah mampu mengajak 7 anggota untuk bergabung dan beberapa lainnya sedang dalam proses pendaftaran. Sementara Grace Pandeiroth, yang dipercaya Priska menjadi Bendahara KSL juga mengakui hal yang sama.
“Saya di Langowan, dan berkerinduan bisa membantu orang lain yang membutuhkan bantuan dengan bergabung di Langowan,” jelas Grace.
Menurut Grace, KSL dengan misi sosialnya menarik banyak orang untuk bergabung. Bukan saja dari kalangan perempuan muda, bahkan yang sudah berusia 50 tahun pun di Langowan kini bergabung dengan KSL.
Sementara Tirsa Senduk dari Kiawa yang juga menjadi Sekretaris KSL di sana menuturkan, dia sudah mampu mengkoordinir setidaknya 10 anggota di Kiawa.
Kini jaringan KSL telah melebar cukup luas di Sulawesi Utara. Priska berharap KSL bisa hadir di semua kabupaten/kota yang ada di Sulawesi Utara.
Kegiatan sosial KSL juga telah menarik perhatian beberapa pihak. Menurut Priska, ada donatur dari luar negeri yang kini menyatakan siap mempercayai KSL untuk menyalurkan bantuan sosial. “Kami juga sudah didekati beberapa pihak, tapi saya masih hati-hati untuk memilih mitra. Kami ingin mempelajari dulu tujuan mereka. Kalau sama-sama di bidang sosial, kami terbuka untuk kerjasama,” terang Priska.
Siapakah sosok Priska? Silahkan baca di: PRISKA IGIR: Dari Arisan ke Komunitas Sosial.
Tonton pula videonya:
https://www.youtube.com/watch?v=aCe-p5n69RM&t=6s