MANADO, ZONAUTARA.com — Ardy menyapa ramah saat sepeda motor yang dikendarainya berhenti tepat di Kopi Aheng. Sepuluh menit sebelumnya saya mengorder ojek berbasis aplikasi dengan menggunakan aplikasi android GoJek.
Waktu telah menunjukkan jam 11 malam lebih sedikit. Jelas tak ada lagi angkutan kota atau yang lebih dikenal dengan sebutan mikro, untuk rute dari Karang Ria, Kecamatan Tuminting, Kota Manado ke Tateli, Kecamatan Mandolang di Minahasa. Kalaupun ada saya harus tiga kali bergantian mikro. Pertama ke Pusat Kota, lalu berganti mikro trayek terminal Malalayang dan ganti lagi mikro trayek Tateli.
Di halaman order GoRide bernomor R-974250945 tertera tarif Rp 32.000 untuk jarak 15,7 KM. Hampir tiga kali lipat dibandingkan tarif mikro, dengan total Rp 13.500. Tapi ini sudah larut malam.
“Maaf pak, lokasi map-nya sudah betul?” tanya Ardy memastikan kalau rute yang saya order berbasis GPS itu sudah benar.
Kami pun berangkat setelah dia yakin. Tak lupa helm berwana hijau khas GoJek dimintanya untuk saya kenakan. Ardy seorang yang ramah dan suka bercerita. Lalu sepanjang jalan dia membagi pengalamannya.
Ardy bergabung dengan Gojek sejak Januari 2017. Sebelumnya, dengan sepeda motor yang sama, dia adalah pengemudi ojek pangkalan di dekat Pasar Karombasan. Dia mengaku senang dan merasa manfaat yang sangat besar setelah bergabung dengan Gojek.
“Mungkin kalau tidak bergabung dengan GoJek, nasib saya tidak sebaik ini,” Ardy memulai ceritanya.
Menurut dia, di Pangkalan Ojek kesempatan untuk berbuat yang tidak-tidak sangat terbuka. Pasalnya, sistem antri mengantar penumpang membuat waktu pengemudi ojek banyak terbuang.
“Kalau lagi menunggu kami biasanya bermain kartu. Banyak kali disertai dengan uang taruhan. Uangnya kecil memang, tapi bisa juga menguras semua pendapatan kami,” tutur Ardy.
Ardy juga menceritakan, kalau waktu menunggu itu pasa malam hari, mereka malah mengisinya dengan menenggak minuman keras. Tak jarang mereka pulang rumah sudah dalam keadaan mabuk.
“Bukannya bawa pulang uang, tapi malah berkelahi dengan istri,” kenang Ardy sambil tertawa.
Walaupun tidak semua pengemudi ojek pangkalan seperti yang diceritakan Ardy, tetapi peluang kejadian seperti itu sangat terbuka. Oleh karenanya, dia heran mengapa teman-temanya di Pangkalan Ojek masih ada yang memprotes keberadaan GoJek.
Sejak bergabung dengan GoJek, Ardy menuturkan bahwa dia bisa mengatur penghasilannya sesuai dengan waktunya. Jika sedang ingin beristirahat, dia menonaktifkan aplikasi GoJeknya dan pulang ke rumah.
“Bahkan sekarang order bisa kami terima saat sedang berada di rumah. Jadi tidak perlu ada di pangkalan lagi. Waktu bersama keluarga semakin banyak, dan jelas peluang untuk berbuat yang tidak-tidak sudah tidak ada lagi,” kata Ardy.
Beberapa temannya juga yang dulunya tidak punya kerjaan, sekarang sudah menjadi pengemudi GoJek. Yang dulunya hampir tiap malam mabuk dan berpeluang melakukan hal-hal kriminal, sejak bergabung dengan GoJek sudah jarang menenggak minum keras.
“Soalnya kalau di GoJek, kalau ketahuan kami menenggak minum keras saat sedang mengantar penumpang, sanksinya sangat berat. Bisa-bisa kami diberhentikan. Jadi teman-teman yang dulunya suka mabuk, kalau malam langsung pulang rumah, biar besok pagi bisa terima order,” kata Ardy.
Penghasilan Ardy pun sejak bergabung dengan GoJek lebih terjamin dibanding sewaktu masih di Pangklan Ojek. Menurutnya, dalam sehari dia bisa mendapat penghasilan rata-rata Rp 200 ribu. Penghasilan sebesar itu, sangat sulit didapat saat masih di pangkalan.
Tak terasa, kami sudah tiba di Tateli. Cerita Ardy harus terhenti dan saya pun membayarnya dengan uang Rp 40.000 dan tak meminta kembalian. Bonus untuk cerita yang dibaginya.
***
Ardy hanyalah sebagian dari orang yang merasakan revolusi disruption yang kini melanda sektor transportasi di Indonesia bahkan di dunia. “Peradaban Uber” demikian ditulis Rhenald Kasali untuk menggambarkan revolusi ini, berawal sewaktu Uber dicetuskan di Amerika Serikat.
Jika dulu usaha transportasi adalah usaha yang highly regulated dan sangat sering mengabaikan hak-hak pengguna, kini kehadiran transportasi berbasis aplikasi bahkan hadir sampai di dalam rumah pengguna, lewat klik klak melalui gadget.
Apakah transportasi konvensional di Sulawesi Utara, khususnya di Manado akan menerima kekalahan dengan revolusi yang disandang oleh transportasi berbasis aplikasi tersebut? Simak Liputan Khusus ZonaUtara.com dalam sepekan ini.