Oleh: Pitres Sombowadile
SEDERHANANYA dengan norma bernegara Indonesia yang dinamai oleh Soekarno sebagai Pancasila itu, para anak bangsa akan terskema untuk memikirkan nasib sesama warga negara, sesama co-patriot-nya. Dengan Pancasila bernegara Indonesia menjadi sebuah upaya memberi tenaga bagi gerakan untuk saling menyelamatkan di antara para pemeluk agama-agama dan penganut kepercayaan untuk hidup dan eksis dalam ruang atmosfera sosial negara Indonesia yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan Pancasila itu warga negara akan merasa malu untuk bangkit berdiri hendak meracik siasat bagaimana kelompok kami akan menikam kelompok kamu, kelompok kalian dan kelompok mereka. Dalam Pancasila godaan menghegemoni sesama warga sesungguhnya adalah sebuah dosa besar. Karena dalam acuan sistem Pancasila, negara bukan wadah untuk perlombaan atau pertandingan free fight for the survival of the fittest. Inilah sebenarnya ketergelinciran Indonesia pada episode dua tahun terakhir ini. Â Karena kini sesama saudara, sesama anak bangsa, dan sesama warga negara sudah berdiri membangun kubu-kubu perang demi menggempur sesama saudara sebangsa dan sesama patriot negara, padahal semestinya kita menegakkan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Sesama warga negara Pancasila kini sudah kadung melupakan bahwa dalam norma dan dasar bernegara Pancasila itu, justru yang semestinya mereka lakukan adalah bergotong royong dalam rangka sosialisme Indonesia, dan bukan perlombaan sedemikian bernafsu apalagi ingin berdarah-darah hendak menang sendiri dan obsesi bercakar-cakaran merebut kesempatan menguasai berbagai sumberdaya dan kekayaan negara. Sebab situasi ini justru akan bermuara pada suasana tidak terhindarkan untuk saling mengasah dan mengangkat pedang dalam rangka menindas sesama anak bangsa dan negara. Sesungguhnya  Indonesia hari ini sedang tergelincir deras di jalan atas riskan dan penuh bahaya ini. Taruhannya jelas adalah kehancuran negara dan drama bunuh diri massal para warga yang sudah tidak ketulungan kerasukan roh anti yang hendak diusir oleh Pancasila yaitu dengan mewajibkan hukum Persatuan Indonesia.
Dengan Pancasila keculasan purba insaniah manusia Indonesia untuk sekadar menang sendiri dan berkuasa sendiri  hendak ditanggalkan setuntas-tuntasnya. Insting semacaam itu hendak dipermalukan sedemikian rendahnya sebagai seongok nafsu hewani dalam bernegara Indonesia yang sudah dirancang mulia dan kudus oleh para tetua pembangunnya alias founding fathers. Karena dalam bernegara Indonesia dalam terang khas Pancasila semua warga sejatinya hendak diplot untuk berlomba berbakti untuk saling menjaga satu dengan lainnya dan bukan saling mencelakakan, saling menelikung di tikungan sejarah penyelenggaraan negara. Karena semestinya kekuasaan negara itu diselenggarakan dalam pemahaman Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Pancasilalah moral bersama kita untuk saling menghidupkan. Dengan spirit negara Indonesia ini setiap warga hendak berupaya untuk saling memberi nafas pertolongan dalam ruang sosial. Masing-masing warga akan terpanggil membangun front dalam rangka untuk membela saudara-saudara sesama anak bangsa. Dan bukan untuk membela diri dan kelompoknya masing-masing. Karena dalam tindakan mulia membela nasib dari golongan-golongan yang kecil, lemah dan rentan itulah semua warga negara bergabung dalam dalam satu pihak yang bernasib yang sama dalam iring-iringan bersama membangun Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sedang front yang membela dirinya semata adalah permulaan dari titik dan garis bahwa nasib berbagai kelompok  itu berbeda dan bersama-sama merasa wajib hendak menghancurkan negara luhur ini.
Persoalannya kini Pancasila nan luhur dan mulia sebagai cita-cita hidup kolektif Negara-Bangsa Indonesia itu ternyata sedemikian jauh kurang dijadikan patokan atau tolok dalam penyelenggaraan banyak detil dari sendi kehidupan berbangsa-bernegara. Banyak kebijakan pemerintah (pusat dan daerah) serta banyak tindak/perilaku pejabat dan anggota masyarakat Indonesia sejatinya sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Sayangnya semua itu ternyata malah dibiarkan diberlangsungkan tanpa koreksi konstitusional dengan mengacu pada azas dan roh daripada dasar negara Republik Indonesia ini.
Karena kenyataan semacam itu, Pancasila telah dipasung untuk sekadar menjadi ideologi negara yang tidak diacuhkan wibawanya, apalagi dianggap bermanfaaat ihwal pengamalannya. Akibatnya, perlahan demi perlahan Pancasila akan menjadi ideologi lumpuh, tidak bertuah, tidak sakti dan akhirnya mati suri.
Kondisi itu, jelas berbahaya bagi peri kehidupan bangsa dan Negara Indonesia, bahkan menjadi ancaman sangat laten bagi nasib keberlangsungan negara Indonesia. Jika Pancasila sebagai dasar negara terus menerus tidak ditegakkan dalam segenap sendi kehidupan bangsa, lantas mau jadi apa Negara Indonesia di masa kini dan seperti apa juntrungannya di masa depan? Ya, untuk apa ber-Indonesia ke masa depan jika tanpa panduan Pancasila.
Karena itu, perpecahan internal yang sudah mulai terjadi kini akan semakin menjadi-jadi dan konflik merebak di mana-mana. Indonesia menjadi proyek agung yang gagal karena kehilangan momentum untuk meraih kemajuan-kemajuannya ke masa depan. Sebuah negara gagal atau sebuah kegagalan negara. Bahkan mungkin Indonesia akan hilang dan tidak ada lagi di masa depan. Without Pancasila, is Indonesia still there?
Kenyataan ketergelinciran kehidupan berbangsa yang mulai hendak saling memangsa kini jelas harus disikapi, yaitu dengan mengambil berbagai langkah untuk membuat Pancasila dapat benar-benar diamalkan dalam  peri kehidupan sosial bangsa dan negara Indonesia. Dimulai dari para pejabat negara dan pejabat pemerintah serta para elit cerdik cendekia bangsa dan negara ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengaktifkan peran sosialisasi nilai-nilai Pancasila yang dirangkaikan dengan kegiatan pemantauan dan pengawasan untuk menilai apakah pengamalan Pancasila itu benar terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Ini yang disebut sebagai Prakarsa Pemantauan Pelaksanaan Pancasila atau katakan semacam Pancasila Watch.
Dengan upaya ini, semua komponen masyarakat akan dikondisikan untuk semata dan niscaya melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam segenap peri kehidupan sosial. Nah, pada pihak-pihak yang dinilai melaksanakan dan bahkan menjadi teladan mesti diberikan reward (penghargaan) setiap tahun, katakan nama hadiahnya adalah Parasamya Pancasila Nugraha. Juga dilakukan pemeringkatan daerah-daerah dalam aspek pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Kemajuan daerah-daerah dinilai juga dari satu kriteria terkait dengan bagaimana daerah-daerah itu konsisten dalam ‘pelaksanaan Pancasila.
Bahkan semestinya dalam negara yang berdasar Pancasila ini, kinerja pelaksanaan Pancasila itu harus dijadikan salah satu indeks penting dalam penentuan alokasi atau pembagian anggaran negara, misalnya ke daerah-daerah dalam wilayah negara respublica Indonesia.
Lembaga pelaksana pemantauan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila atau Pancasila Watch itu berasal dan bertumbuh bersama dari masyarakat dan dari lingkungan negara. Bukan peran lembaga Pancasila pada zaman Orde Baru yang merupakan lembaga dari penguasa dalam rangka legitimasi kekuasaan. Dengan konsep prakarsa ini, Pancasila hendak dijalankan sebagai praktik bernegara Indonesia dan akan dirawat dengan cara-cara yang beradab dan bermartabat.
Detil teknis semua ini dapat dibangun bersama semua anak bangsa dari gagasan sederhana mendagingkan Pancasila dalam ruang negara Indonesia. Semoga.
PITRES SOMBOWADILE, Budayawan dan Pengamat Sosial Politik dari Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat Sulut. Tinggal di Sulut dan meminati sejarah. Pitres telah menerbitkan beberapa buku terkait sejarah daerah di Sulut.