MANADO, ZONAUTARA.com — Pemain di industri semen terbesar kedua di dunia Conch lewat PT Conch North Sulawesi Cement (CNSC) berinvestasi di Sulawesi Utara (Sulut) dengan membangun pabriknya di Inobonto, Bolaang Mongondow.
Perusahaan asal Tiongkok itu mengandeng rekanan lokal PT Sulenco Bohusami Cement dan siap mengelontarkan investasi senilai Rp 10 Triliun.
Namun keributan sempat terjadi saat Bupati Bolmong Yasti Soepredjo Mokoagow memimpin Satuan Polisi Pamong Praja menghentikan operasional pabrik milik PT CNSC pada Senin (5/6/2017) pekan lalu.
Yasti bersikukuh rekomendasi izin yang dimiliki PT CNSC telah berakhir pada 2016 silam. Sementara PT CNSC menyatakan jika perizinan sementara diurus di provinsi dan kementerian.
Penutupan paksa itu berakibat rusaknya beberapa fasilitas yang ada di kawasan pabrik. Beberapa pihak menyambut gembira keputusan Yasti, karena menganggap PT CNSC lebih memilih memperkerjakan tenaga asing dibanding tenaga lokal.
Namun sebagaimana yang dilansir Tribun Manado, Selasa (13/6) Yasti telah berdamai dengan PT CNSC. Kesapakatan telah ditandatangani termasuk dengan provinsi.
Menurut lansiran berita tersebut, pemerintah daerah akan mengambil bagian dalam operasi PT CNSC dan 75 persen akan mempekerjakan tenaga kerja lokal. Targetnya pada Desember nanti perusahaan itu sudah beroperasi.
Kebutuhan Semen
Ribut-ribut soal pabrik semen di Inobontu itu tak lepas dari semakin ramainya investasi di sektor semen di Indonesia pada beberapa tahun terakhir. Di tengah pelambatan ekonomi, produksi semen Indonesia justru tumbuh sangat pesat.
Tekad Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla memacu pembangunan infrastuktur menjadi salah satu faktor bergairahnya investasi di industri semen. Dalam postur APBN yang mencapai Rp 2100 triliun, Rp 400 trilun di antaranya untuk pembangunan infrastuktur. Ditambah lagi dengan ambisi pemerintah membangun sejuta rumah untuk rakyat.
Pemain semen asing melihat konsumsi per kapita semen di Indonesia yang masih sangat rendah menjadi salah satu alasan ekspansi investasi. Konsumsi semen per kapita Indonesia baru mencapai 260 kg per tahun. Jauh tertinggal dibanding Malaysia dengan konsumsi 600 kg per kapita per tahun. Tiongkok dan India malah mencapai dua ribu kg per kapita per tahun.
Dari catatan Asosiasi Semen Indonesia (ASI) sebagaimana dilansir industry.co.id menyebutkan kendati Indonesia sebagai produsen terbesar semen di Asia Tenggara namun konsumsinya tidak menyebar. Pulau Jawa menjadi pasar terbesar dengan pangsa 55,2%, Sumatera 23%, sementara Kalimantan dan Sulawesi hanya 7%.
Peluang ini dilihat oleh pemain asing sebagai kesempatan dan meramai-ramai melakukan ekspansi ke Indonesia termasuk Conch hingga ke Sulut. Dalam catatan ASI ada 10 pemain baru yang akan membangun pabrik di sejumlah wilayah. Catatan itu juga menyebutkan 56% industri semen nasional telah dikuasai perusahaan swasta dan asing, dan sisanya 44% dipegang oleh dua BUMN, yakni Semen Indonesia dan Semen Baturaja.
Produksi Meningkat
Ketua ASI Widodo Santoso menyebutkan kapasitas produksi semen pada tahun 2016 meningkat menjadi 82 juta ton per tahun. Lonjakan tersebut karena ada lima pabrik baru baru yang mulai beroperasi tahun ini, yakni pabrik Semen Jawa milik SCG (Siam Cement Group), lalu Semen Merah Putih dari PT Cemindo Gemilang, Semen Bosowa dan Semen Bima serta Semen Tiga Roda (PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk).
Melejitnya angka produksi semen ternyata tidak cukup mendongkrak angka penjualan, karena secara nasional penjualan tidak naik terlalu besar. Namun ASI yakin penjualan tahun ini akan meningkat seiring dengan proyek infrastruktur pemerintah yang mulai jalan.
Kondisi semen saat ini nyatanya telah over supply, jika melihat kapasitas produksi yang mencapai 82 juta ton, sementara permintaan hanya mencapai 62 juta ton. Widodo menjelaskan untuk mengatasinya adalah dengan jalan melakukan ekspor. Pasar ekspor yang terbuka saat ini antara lain Afrika, Bangladesh, Filipina, Australia dan Timur Tengah.
Kondisi over supply, menurut Widodo, dipicu oleh beroperasinya sejumlah pabrik baru seperti Semen Conch di Kalimantan Selatan, Semen Garuda di Jawa Barat, pabrik baru PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) di Tuban, pabrik semen BIMA di Jawa Tengah, serta pabrik baru PT Semen Bosowa pada Juli nanti. Hal itu mengakibatkan total kapasitas pabrik semen dalam negeri tahun ini bisa mencapai 75 juta ton.
Jika proyek infrastuktur tidak segera berjalan, lanjut Widodo, sementara pabrik baru mulai beroperasi, maka jumlah pasokan semen yang diproduksi di dalam negeri akan semakin besar dan terjadi oversupply hingga 2020.
Namun walaupun kondisi telah over supply, perusahaan semen yang basis di Jerman, Holcim Indonesia tidak menurunkan produksi dan mengantisipasinya dengan telah melakukan ekspor.
Permintaan semen di dalam negeri terbanyak berasal dari properti, porsinya mencapai 70% – 75%. Proyek infrastruktur berkontribusi sekitar 25% – 30% dari total kebutuhan. Kendati porsinya besar tetapi pengaruh perlambatan sektor properti tak dirasakan signifikan terhadap penjualan semen.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah bersedia merekomendasikan pemberian potongan pajak (tax allowance) untuk proyek pabrik di luar Pulau Jawa, guna merangsang minat investasi di industri semen. Pada sisi lain produsen semen juga harus menurunkan efek gas rumah kaca sesuai Peraturan Presiden No. 61/2011.
Kemenperin mencatat selama 2013 – 2017 ada 12 investor siap membenamkan kapital US$6,68 miliar untuk membangun pabrik semen di Tanah Air. Efeknya tentu berupa peningkatan kapasitas produksi diperkirakan mencapai 108,77 juta ton per tahun. Jumlah ini setara dengan tambahan 48,3 juta ton terhadap kapasitas produksi 60,47 juta ton pada 2012.
Dari berbagai sumber.
Editor: Ronny A. Buol