MANADO, ZONAUTARA.com – Keberadaan sepasang patung penari Maengket yang berdiri di halaman kantor Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Taman Budaya Sulawesi Utara (Sulut) sejauh ini terus jadi buah bibir di kalangan masyarakat karena konon sering kepergok bergerak sendiri. Gerah dengan kisah mistis dan cenderung tak logis seputar karya seni itu, si pembuat patung terpaksa muncul ke permukaan demi menanggapi kisah yang melenceng.
Ruland Wawoh, sang pematung, buka suara. Satu di antara seniman papan atas Sulut ini merasa terganggu oleh selentingan kisah horor yang telah melibatkan karya seninya.
“Pertama-tama yang perlu diklarifikasi adalah soal adanya pemberitaan yang menyebutkan pematungnya entah siapa dan telah menghilang. Itu tidak benar. Patung itu saya yang buat. Lalu, jika akhirnya ada desas-desus negatif terkait karya saya yang katanya bisa bergerak sendiri, itu sebetulnya hanya pemikiran atau sugesti orang-orang saja,” kata Ruland mulai berujar dalam kesempatan wawancara dengan wartawan ZonaUtara.com.
Menurut Ruland, patung tersebut dibuat tahun 1987 dengan berbahan dasar dari semen. Ini artinya, kondisi patung sangat keras. Tidak elastis sehingga tidak memungkinkan bisa bergerak atau digerakkan.
Kalau dikaji lebih jauh, lanjutnya, Taman Budaya merupakan daerah rawa dan sering kebanjiran. Air di situ sering tergenang. Kondisi tanahnya jelas labil.
“Saat bulan Purnama, akibat efek pantulan cahaya ke patung yang berdiri di tanah labil membuat orang-orang berpikir karya seni rupa itu bergerak. Belum lagi ditambah faktor lain seperti banyak kodok dan ular hitam di area ini yang bergerak di antara rerumputan yang sering tumbuh tinggi,” jelas Ruland.
Katanya lagi, kedua patung itu dikerjakan di rumah. Sekalipun ketika memulai pembuatannya dia harus melewati sebuah proses meditasi, namun itu hanya sekedar untuk mencari ide. Hasilnya tetap sebuah patung yang kaku. Setelah pembuatannya selesai, patung sepasang penari Maengket dibawa ke Taman Budaya untuk disatukan dengan kolam sebagai tempat dudukannya.
“Pembuatan patung itu proyek. Kontraktornya membuat saya kecewa karena konsep patung penari Maengket itu diletakkan di tengah kolam, namun kolam tak kunjung terisi air. Alasannya, bocor dan lain-lain. Proyek itu sangat amburadul. Waktu itu saya bersedia menerima bayaran pembuatan patung yang sangat jauh dari harapan agar eksistensi saya sebagai seniman tetap terjaga,” urai pria berkepala plontos ini.
Editor: Tomy Lasut