MANADO, ZONAUTARA.COM – Ping locator atau sinyal dari kotak hitam (black box) yang diduga berasal dari bangkai pesawat Lion Air dengan nomor registrasi PK-LQP berhasil dideteksi.
Pesawat dengan nomor penerbangan JT610 itu hilang kontak dan jatuh setelah 13 menit lepas landas dari Jakarta pada 28 Oktober 2018.
Seharusnya pesawat naas itu mendarat di Pangkal Pinang dengan mengangkut 178 penumpang.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono mengungkapkan temuan penting itu di kantor KNKT pada Rabu (31/10) kemarin.
Berbekal alat Ping Locator dan dibuktikan dengan robot penyelam atau Robotly Underwater Vehicle (ROV), kini tim penyelam mengetahui kisaran area di mana kotak hitam berada, yakni pada radius 3 kilometer dari titik jatuh pesawat di Tanjung Karawang, Jawa Barat, dan kedalaman sekitar 30 meter.
“Dengan bantuan alat lain maka kami akan mempersempit area pencarian hingga radius 1 kilometer. Ketika kami menemukan serpihan di area tersebut maka kami akan menggunakan Side Scan Sonar untuk mendeteksi benda dengan memencarkan gelombang ke bawah guna mencari benda metal,” kata Soerjanto sebagaimana dikutip dari Beritagar.id.
Ping bisa berasal dari beragam benda di lautan, namun KNKT yakin bahwa mereka telah menangkap sinyal ping yang benar. Keyakinan itu berasal dari sinyal khas yang didapatkan, yakni pada frekuensi 37,5 kHz.
“Memang banyak binatang laut yang suaranya menyamai angka itu, tapi yang paling sangat membedakan adalah interval yang rutin, 0,9 detik jedanya,” ujar Soerjanto.
Baterai pada kotak hitam, yang memberi tenaga pada pemancar sinyal, minimum bekerja selama 30 hari. Tetapi karena baterai relatif masih baru–PK-LQP belum genap tiga bulan digunakan–menurut Soerjanto, kemungkinan baterai bisa bertahan hingga 60 hari.
Jika sudah ditemukan, lama waktu untuk membaca isi kotak hitam akan tergantung pada kondisinya. Soerjanto yakin unit tersebut sudah rusak. Oleh karena itu isi kotak akan dipindahkan dahulu ke unit yang berkondisi baik, baru diunduh datanya.
“Setelah diunduh, data diverifikasi, lalu digunakan sebagai analisis. Rata-rata membutuhkan seminggu, dua minggu. Yang (butuh waktu) lama transkripnya,” jelas Soerjanto.
Editor: Ronny Adolof Buol