VA dan AS mampu menjeda keriuhan soal capres cawapres di media sosial. Dalam hitungan menit, sejak polisi menggerebek adegan enak-enak di kamar hotel di Surabaya itu, seketika itu virallah berita mereka.
Semua lini masa media sosial Sabtu (5/1/2019) diramaikan dengan kabar dugaan keterlibatan VA dan AS dalam bisnis prostitusi. Ditambah embel-embel “online” karena menurut polisi, mereka mendapat “tamu” lewat aplikasi online.
Tidak butuh lama, inisial VA dan AS terkuak, dan semakin hebohlah jagat media sosial karena ternyata yang satu adalah artis FTV dan satunya lagi model majalah dewasa.
Update juga terus-terusan dilakukan oleh media massa, mulai dari yang berkelas nasional hingga yang abal-abal. Semuanya melambungkan nama VA dan AS seketika.
Dan seperti yang diduga, VA dan AS diijinkan pulang. Mereka bebas bersama si R, pengguna jasa VA. Kabarnya dia adalah pengusaha yang sanggup membayar Rp 80 juta untuk sekali kencan dengan VA. Sementara AS bertarif Rp 25 juta per kencan.
Polisi telah menetapkan dua tersangka dalam kehebohan ini, mereka adalah mucikari yang memfasilitas artis itu.
Memang aspek legalitas hukum untuk menjerat VA, AS dan R sebagai tersangka belum diatur dalam KUHP kita. Pasal 296 dan 506 KUHP hanya bisa menjerat para mucikari. Sementara pekerja sex-nya belum bisa dijerat dengan KUHP.
Begitu juga soal pengguna jasa pekerja sex, tidak ada pasal yang bisa menjadikan mereka tersangka, kecuali ada delik aduan dari suami atau istri yang sah sebagai tindakan perselingkuhan. Tetapi delik perselingkuhan hanya bisa diproses kalau terlapor melakukannya suka sama suka.
Maka pulanglah ke rumah VA dan AS serta R. VA secara terang-terangan meminta maaf atas kejadian ini. Dan begitulah dalam setiap kasus praktik prostitusi yang diungkap polisi.
Lantas setelah itu apa? Prostitusi memang nyata sudah ada sejak dahulu kala. Praktik ini dilarang. Tetapi tetap saja hadir, bahkan dengan semakin masifnya dunia digital, kini prostitusi semakin marak saja.
Para pelaku pekerja sex bahkan saat ini lagi memerlukan mucikari. Mereka tak perlu rumah bordir, lokalisasi atau penampungan seperti dulu. Para pekerja sex leluasa menjual diri mereka sendiri. Semuanya bisa dilakukan lewat berbagai aplikasi online yang dimanfaatkan untuk itu.
Sensor pemerintah terhadap konten pornografi bernilai ratusan milyar hanya mampu memblokir portal yang mengunggah konten pornografi. Sensor itu tidak bekerja untuk aplikasi chatting online. Cobalah tenggok Twitter, para pekerja sex dengan bebasnya menjual diri secara terang-terangan.
Polisi bilang, mereka bisa menangkap tangan VA dan AS karena telah mengintai perilaku mereka selama dua bulan sebelumnya. Lantas setelah tertangkap, selanjut apa?
Cukup memulangkan VA dan AS ke rumah? Tunggu saja, sebentar lagi artis itu akan gelar konferensi pers, lalu beri alasan dirinya terjebak bla bla bla. Minta maaf dan selesai.
Jika dalam setiap kasus prostitusi yang diungkap polisi berarkhir seperti ini, maka tak perlu heran, jika ada pesohor lainnya atau pekerja sex yang tetap nekat melakoninya. Yang penting bisa tanggung malu, toh tidak dihukum.