Remisi Jokowi bagi terpidana Susrama tuai polemik

Ronny Adolof Buol
Penulis Ronny Adolof Buol



Bagian dari tulisan ini:

ZONAUTARA.com – Siapa Susrama? lengkapnya I Nyoman Susrama. Dia adalah terpidana seumur hidup.

Nama Susrama masuk dalam daftar 115 narapidana penerima remisi vonis seumur hidup. Oleh Presiden Joko Widodo (Jokwoi), ke-115 narapidana ini mendapat perubahan hukuman dari seumur hidup menjadi 20 tahun.

Pengesahannya melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Berupa Perubahan Dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara.

Komunitas Pers pun memprotes keputusan Jokowi itu. Mereka menganggap keputusan Presiden ini sebagai langkah mundur terhadap kebebasan pers.

Meski Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly membela diri bahwa remisi itu merupakan perubahan bukan pengurangan hukuman.

“Jadi prosesnya begini, itu remisi perubahan, dari seumur hidup menjadi 20 tahun. Berarti kalau dia sudah 10 tahun, hukumannya ditambah 20 tahun menjadi 30 tahun,” sebut Yasonna, dikutip dari beritagar.di.

Pemerintah berpendapat bahwa para penerima remisi selama di penjara menujukkan kelakuan yang baik dan telah menjalani masa hukuman hingga 10 tahun.

Membunuh wartawan

Susrama diadili karena kasus pembunuhan terhadap Prabangsa, 9 tahun lalu. Pembunuhan itu terkait dengan berita-berita dugaan korupsi dan penyelewengan yang melibatkannya Prabangsa di harian Radar Bali, dua bulan sebelumnya.

Hasil penyelidikan polisi, pemeriksaan saksi dan barang bukti di persidangan menunjukkan bahwa Susrama adalah otak di balik pembunuhan itu. Ia diketahui memerintahkan anak buahnya menjemput Prabangsa di rumah orangtuanya di Taman Bali, Bangli, pada 11 Februari 2009 itu.

Prabangsa lantas dibawa ke halaman belakang rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli. Di sanalah ia memerintahkan anak buahnya memukuli dan akhirnya menghabisi Prabangsa.

Dalam keadaan bernyawa Prabangsa dibawa ke Pantai Goa Lawah, tepatnya di Dusun Blatung, Desa Pesinggahan, Kabupaten Klungkung. Prabangsa lantas dibawa naik perahu dan dibuang ke laut. Mayatnya ditemukan mengapung oleh awak kapal yang lewat di Teluk Bungsil, Bali, lima hari kemudian.

Berdasarkan data Aliansi Jurnalis Independen (AJI), kasus Prabangsa adalah satu dari banyak kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia. Kasus Prabangsa adalah satu dari sedikit kasus yang sudah diusut. Sementara, delapan kasus lainnya belum tersentuh hukum.

Delapan kasus itu, antara lain: Fuad M Syarifuddin (Udin), wartawan Harian Bernas Yogya (1996), pembunuhan Herliyanto, wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006), kematian Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010), dan kasus pembunuhan Alfrets Mirulewan, wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010).

Berbeda dengan lainnya, kasus Prabangsa ini bisa diproses hukum dan pelakunya divonis penjara. Dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar 15 Februari 2010, hakim menghukum Susarama dengan divonis penjara seumur hidup.

Sebanyak delapan orang lainnya yang ikut terlibat, juga dihukum dari 5 tahun sampai 20 tahun. Upaya mereka untuk banding tak membuahkan hasil. Pengadilan Tinggi Bali menolak upaya kesembilan terdakwa, April 2010. Keputusan ini diperkuat oleh hakim Mahkamah Agung pada 24 September 2010.

Sikap AJI

AJI mengambil sikap dengan mengecam kebijakan Presiden Jokowi itu. Menurut AJI, fakta persidangan jelas menyatakan bahwa pembunuhan ini terkait berita dan pembunuhannya dilakukan secara terencana.

Susrama sudah dihukum ringan karena jaksa sebenarnya menuntutnya dengan hukuman mati, tapi hakim mengganjarnya dengan hukuman seumur hidup.

AJI menilai kebijakan Presiden itu melukai rasa keadilan tidak hanya bagi keluarga korban, tetapi bagi jurnalis di seluruh Indonesia. AJI meminta Presiden segera mencabut keputusan pemberian remisi bagi Susrama.

“Kami menilai kebijakan semacam ini tidak arif dan memberikan pesan yang kurang bersahabat bagi pers Indonesia,” ujar Ketua AJI Abdul Manan.

AJI juga menilai, tak diadilinya pelaku kekerasan terhadap jurnalis, termasuk juga memberikan keringanan hukuman bagi para pelakunya, akan menyuburkan iklim impunitas dan membuat para pelaku kekerasan tidak jera, dan itu bisa memicu kekerasan terus berlanjut.

Editor: Ronny Adolof Buol



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
Follow:
Pemulung informasi dan penyuka fotografi
Leave a comment
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com