BOLMONG, ZONAUTARA.com – Kemarau berkepanjangan yang masih terus terjadi menyebabkan 522 hektar lahan di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) dipastikan puso (gagal panen).
Sementara, sekitar 400-an hektar lahan lainnya yang tersebar di tujuh kecamatan juga terancam. Ketersedian air di sungai-sungai juga terus mengalami penurunan.
Salah satu upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bolmong dalam mencegah kekeringan khususnya lahan persawahan adalah dengan menyediakan puluhan mesin pompa air.
Baca juga: Kemarau masih akan terus berlanjut
Saat ini, Pemkab Bolmong melalui Dinas Pertanian sudah mendistribusikan beberapa mesin ke wilayah yang kekeringan. Hanya saja, menurut Kepala Dinas Pertanian Bolmong, Remon Ratu, pompa air hanya bisa digunakan pada areal persawahan yang ada sumber air.
“Kalau ada sumber air, tapi debit airnya sudah menurun sehingga tidak bisa lagi masuk ke areal persawahan, maka di situ kita gunakan pompa air untuk menyedot air. Dan itu sangat membantu petani. Beberapa lahan di Desa Bolangat, Kecamatan Sangtombolang sudah berhasil kita tangani dengan pompa air,” kata Remon, Selasa (3/9/2019).
Sementara itu, lanjut Remon Ratu, untuk wilayah pertanian yang tidak ada sumber air, pihaknya juga sudah mengusulkan ke Pemerintah Provinsi untuk pengadaan sumur bor. Khususnya di wilayah yang paling rawan kekeringan seperti sawah tadah hujan.
“Jadi ketika curah hujan menurun seperti saat ini, maka air itu yang disedot. Dan itu disetujui oleh Pemprov dalam hal ini Dinas Pertanian Provinsi. Tapi kalau untuk lahan persawahan yang masih ada sumber air saat ini sudah berhasil kita tangani karena ada puluhan mesin pompa air yang disiapkan,” ungkap Remon.
Baca juga: 522 hektar lahan pertanian di Bolmong gagal panen
Kepala Bidang prasarana dan sarana, Dinas Pertanian Bolmong, Bachruddin Marto menambahkan, secara umum kebutuhan air di sawah bukan secara terus menerus. Karena padi bukan tanaman air, tapi sangat butuh air.
Pada tanaman padi terdapat tiga fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif (0-60 hari), fase generatif (60-90 hari), dan fase pemasakan (90-120 hari). Kebutuhan air pada ketiga fase tersebut bervariasi yaitu pada fase pembentukan anakan aktif, anakan maksimum, inisiasi pembentukan malai, fase bunting dan fase pembungaan.
“Contoh pada fase bunting itu membutuhkan air setinggi tujuh centimeter. Sehingga itu, khususnya areal persawahan yang ada sumber air meski sudah menurun, maka tidak perlu khawatir. Karena bisa diairi dengan menggunakan pompa,” tandas Marto. (itd)
Editor: Ronny Adolof Buol