ZONAUTARA.com – Situasi akhir-akhir ini saat genting bagi seluruh rakyat Indonesia terkait upaya pemberantasan korupsi. Demikian padangan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang disampaikan melalui press release, Jumat (06/09/2019).
Ketua Umum YLBHI Asfinawati mengatakan, turunnya Soeharto dan reformasi 1998 adalah tonggak perlawanan terhadap korupsi. Tetapi saat ini upaya pemberantasan korupsi yang diperjuangankan lebih dari 21 tahun terancam dirampas.
Pelemahan itu, lanjut Asfinawati, terindikasi berjalan melalui dua jalur secara bersamaan, yaitu memilih calon pimpinan Komisi Pemberansan Korupsi (KPK) yang visi-misinya memperlemah pemberantasan korupsi dan revisi Undang-Undang (UU) KPK.
“Secara diam-diam revisi UU KPK dilakukan meskipun tidak masuk dalam daftar prioritas legislasi dan rencana pembahasan revisi UU KPK ini tidak pernah terdengar sebelumnya,” ujarnya.
Keselarasan, imbuhnya lagi, pelemahan di antara dua jalur ini terindikasi pada pelemahan fungsi penyidikan KPK, termasuk di dalamnya penghentian penyidikan sewaktu-waktu dan membuat penggeledahan, penyadapan, dan operasi tangkap tangan ditentukan oleh pihak lain di luar KPK yaitu Dewan Pengawas.
“Selain itu, juga mengontrol pimpinan KPK karena pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum. Hal ini dilakukan baik dengan berupaya menaruh capim yang rekam jejaknya melemahkan pemberantasan korupsi maupun membuat dewan pengawas untuk mengontrol pimpinan KPK,” kata Ketua Umum YLBHI.
Atas hal-hal tersebut, lanjut Asfinawati, YLBHI meminta Presiden untuk tidak menerbitkan Surat Presiden agar revisi terhadap UU KPK yang bertendensi melemahkan pemberantasan korupsi oleh KPK; meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebagai wakil rakyat, untuk mendengar rakyat dan menghentikan tindakan-tindakan pelemahan pemberantasan korupsi termasuk di dalamnya pelemahan KPK.
“Mengajak masyarakat luas untuk bersuara meminta Presiden dan DPR berhenti melakukan pelemahan pemberantasan korupsi termasuk didalamnya pelemahan KPK. Korupsi yang menyebabkan pemiskinan dan perenggutan hak-hak kita,” tegasnya.
Editor: Rahadih Gedoan