ZONAUTARA.com – Sebuah asteroid berukuran sebesar bus dilaporkan berada dalam jalur tabrakan dengan bumi. Ancaman itu dikemukakan oleh Badan Antariksa Eropa (European Space Agency / ESA).
Para ahli kosmologi di ESA baru saja menambahkan sebuah objek dengan kode 2019 SU3 ke dalam dokumen batuan ruang angkasa paling berbahaya.
Batuan ruang angkasa atau asteroid itu memiliki lebar 14 meter dan punya peluang 385 kali menghantam bumi pada 16 September 2084. Jika itu terjadi akan memberi dampak kematian yang cukup besar di daerah tempat jatuhnya.
Asteroid itu diperkirakan akan datang dalam jarak cukup dekat dengan bumi, yakni 73.435 mil. Karena sangat dekat, dorongan gravitasi kecil saja dapat mengirimnya meluncur ke bumi.
NASA dan Badan Antariksa Eropa baru-baru ini bertemu untuk membahas tawaran untuk ‘membelokkan’ batu ruang angkasa dan membuktikan teknik tersebut sebagai metode pertahanan planet yang layak. Misi ini disebut Penilaian Defleksi Dampak Asteroid (AIDA) dan akan berusaha untuk mengarahkan kembali bagian yang lebih kecil dari asteroid ganda yang disebut Didymos.
Pada misi tahap pertama, sebuah pesawat ruang angkasa akan menabrak batu ruang angkasa. Kemudian kapal kedua akan menilai lokasi tabrakan dan mengumpulkan data tentang efek tabrakan.
NASA sudah mengerjakannya yang disebut Uji Dampak Asteroid Ganda, sementara Italia akan mengirim satelit CubeSat kecil untuk memantau aksinya. Misi ESA disebut Hera dan akan melakukan ‘survei close-up pasca-dampak asteroid’ dan mengumpulkan pengukuran seperti massa asteroid serta ukuran kawah yang tertinggal setelah dampak.
“DART dapat melakukan misinya tanpa Hera – efek dampaknya pada orbit asteroid akan dapat diukur dengan menggunakan observatorium berbasis bumi saja,” kata Ian Carnelli, yang mengelola misi Hera.
Menerbangkan kedua misi secara bersamaan akan memberikan tambahan pengetahuan secara keseluruhan. Hera sebenarnya akan mengumpulkan data penting untuk mengubah eksperimen satu kali ini menjadi teknik defleksi asteroid yang berlaku untuk asteroid lain.
Hera juga akan menjadi misi pertama untuk bertemu dengan sistem asteroid biner, sebuah kelas objek misterius yang diyakini membentuk sekitar 15 persen dari semua asteroid yang diketahui.
“Dan misi kami akan menguji berbagai teknologi baru yang penting, termasuk CubeSats luar angkasa, tautan antar-satelit dan teknik navigasi berbasis gambar yang otonom, dan juga memberi kami pengalaman berharga tentang operasi gravitasi rendah,” ujar Carnelli.
The International #AIDA4Asteroids workshop is underway today in Rome, Italy. AIDA: Asteroid Impact Deflection Assessment is a #PlanetaryDefense collaboration – with @NASA and @JHUAPL's DART and @ESA’s proposed #HeraMissionhttps://t.co/cU84aKMy8g pic.twitter.com/noRZ7DS9A7
— ESA (@esa) September 11, 2019
Bagian utama dari Didymos adalah lebarnya sekitar 780 meter, dengan ‘moonlet’ seukuran Piramida Besar Mesir, membentang hingga sekitar 160 meter. Awal tahun ini, para ilmuwan memperingatkan bahwa asteroid lebih kuat dari yang diperkirakan dan mengatakan manusia bisa mengalami kesulitan menghancurkan batu ruang angkasa hari kiamat di jalur tabrakan dengan Bumi.
Mereka menemukan bahwa dampak besar tidak akan mengubah benda seukuran kota menjadi ‘tumpukan puing’ yang tidak berbahaya, tetapi membiarkannya dengan ‘kekuatan yang signifikan’.
Temuan ini dapat memiliki pengaruh besar pada bagaimana spesies kita menghadapi ancaman yang ditimbulkan oleh batu ruang angkasa raksasa.
“Kami sering kali terkena dampak asteroid kecil, seperti dalam peristiwa Chelyabinsk beberapa tahun yang lalu,” kata K.T. Ramesh dari Universitas Johns Hopkins, dilansir laman Metro.
Menurutnya, semua ini hanya masalah waktu sebelum pertanyaan-pertanyaan ini berubah dari menjadi akademis menjadi mendefinisikan respons kita terhadap ancaman besar.
“Kita perlu memiliki gagasan yang baik tentang apa yang harus kita lakukan ketika waktu itu tiba dan upaya ilmiah seperti ini sangat penting untuk membantu kita membuat keputusan itu,” ujar Ramesh.
Para ilmuwan saat ini sedang berusaha mencari tahu apa yang harus dilakukan jika asteroid tiba-tiba muncul di cakrawala. Penelitian terbaru mempertimbangkan apa yang akan terjadi jika kita menghancurkan asteroid selebar satu kilometer menjadi asteroid selebar 25 kilometer lainnya.
Mereka menemukan bahwa jutaan retakan terbentuk dan berdesir di seluruh asteroid, bagian asteroid [lebih besar] mengalir seperti pasir, dan kawah diciptakan setelah tumbukan.