ZONAUTARA.com – Asosiasi Personal Vapozier Indonesia (APVI) dan Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (APPNINDO) menolak keputusan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang bakal melarang produk Vape beredar di Indonesia.
Ketua Umum APVI Aryo Andrianto saat berbincang dengan Suara.com mengatakan, pelarangan bukanlah solusi yang tepat dilakukan oleh Kemenkes jika didasarkan pada ketakutan-ketakutan terhadap ancaman tanpa dicari solusi bersama.
“Kalau dilarang, tidak akan mengurangi konsumsinya, justru memicu black market yang meningkat,” kata Aryo, Jumat (15/11/2019).
Ia mengungkapkan, jika alasan Kemenkes melarang penggunaan Vape lantaran kasus di Amerika Serikat, maka kekuatiran pemerintah telah terjawab. Kasus gangguan kesehatan yang terjadi di AS yang sampai menyebabkan kematian bukan akibat vape namun karena penyalahgunaan vape dan pemakaian narkoba berupa senyawa aktif ganja (tetrahydrocannabinol/THC).
Produk tersebut, imbuh Aryo, mengandung vitamin E acetat yang berbahaya bila dihirup. Hal ini berdasarkan penelitian Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS.
“Nah, di Indonesia sendiri jelas melarang beredarnya narkoba dan sejenisnya, sebenarnya memiliki peluang yang sangat kecil untuk penyalahgunaan semacam ini,” ujarnya.
Menurutnya, setiap kebijakan yang diterapkan harus berdasaran hasil kajian terlebih dahulu, agar menjadi jelas alasan pelarangan tersebut. Apalagi potensi investasi di Vape ini juga sangat besar, jadi harus ada pertimbangan yang lebih dalam dulu.
Aryo pun menambahkan, industri vape sampai saat ini sudah menyumbangkan cukai hingga Rp700 miliar pada Oktober hingga Desember 2018. Angka tersebut berpotensi terus meningkat saat cukai vape telah berlaku selama satu tahun penuh pada 2019. Oleh karena itu, ia berharap peningkatan penerimaan cukai vape dapat didukung dengan penerapan aturan yang sesuai.
Ketua APPNINDO Syaiful Hayat menambahkan, kasus paru-paru hanya terjadi di AS tidak terjadi di Inggris yang sudah lebih lama mengatur produk elektronik. Keterangan dari Public Health England menyatakan bahwa kasus di AS tersebut tidak terjadi karena konsumsi produk nikotin yang diatur oleh otoritas kesehatan Inggris dalam jangka Panjang.
“Di Inggris sendiri produk rokok elektronik diatur lebih ketat bila dibandingkan dengan di AS. Hal inilah yang menurut APPNINDO perlu dipelajari oleh otoritas kesehatan di Indonesia,” ujar Syaiful.
APVI dan APPNINDO meminta kepada pemerintah untuk mengkaji kembali rencana pelarangan peredaran Vape di Indonesia. Pasalnya, sebelum melakukan pelarangan, pemerintah diminta untuk melakukan kajian ilmiah terlebih dahulu.
“APPNINDO membuka diri untuk diskusi konstruktif dengan regulator dan pemangku kepentingan lainnya dalam merancang kerangka kerja dan kebijakan untuk mengatur industri baru ini,” ujar Syaiful.