ZONAUTARA.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah kenalkan kepada publik tujuh Staf Khusus Presiden baru yang berasal dari kalangan milenial kepada wartawan di Verranda, Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Tujuh Staf Khusus Presiden tersebut adalah Adamas Belva Syah Devara, Putri Indahsari Tanjung, Andi Taufan Garuda Putra, Ayu Kartika Dewi, Gracia Billy Mambrasar, Angkie Yudistia, dan Aminuddin Maruf. Ketujuh kaum milenial tersebut diminta Presiden Jokowi untuk menjadi jembatan dengan anak-anak muda, para santri muda, serta diaspora yang tersebar di berbagai tempat.
Apakah benar tujuh Staf Khusus Presiden tersebut telah mewakili generasi muda secara umum? Menjawab pertanyaan tersebut rasanya sangat sulit. Dengan pertanyaan itu, saya terbawa pada realitas yang kontradiktif bahwa beberapa kaum milenial yang terkategori kaum miskin kota tidak merasa terwakili oleh ketujuh orang tersebut.
Bahkan kaum milenial di daerah terpencil seperti di Miangas atau Marore, yang merupakan daerah perbatasan Indonesia yang berdekatan dengan Philipina, tak akan merasa diwakili oleh ketujuh Staf Khusus Presiden dari kaum muda itu.
Kenapa? Karena tak ada satupun keahlian tujuh generasi muda yang berhubungan dengan kepentingan milenial miskin yang hidup di wilayah urban atau yang tinggal daerah terpencil. Besar kemungkinan ketujuh Staf Khusus Presiden yang diangkat Jokowi itu tak pernah merasakan susahnya anak-anak muda daerah di wilayah Indonesia Timur dalam mendapatkan biaya sekolah, akses, tunjangan fasilitas, apalagi bagaimana meningkatkan daya saing.
Ada apa di balik penentuan tujuh Staf Khusus Presiden dari kaum milenial itu? Sebab kalau dilihat secara umum, keberhasilan dari tujuh anak muda sekarang tidak lepas dari mapannya orang tua masing-masing. Ketujuh Staf Khusus Presiden pasti tak pernah merasakan derita seperti Marsel Tatuno, seorang siswa SMK di satu sekolah negeri di Kota Manado, yang harus menghidupi diri sendiri dan membiayai kebutuhan sekolahnya seorang diri sejak masih duduk di bangku SMP.
Lalu mereka akan menjembatani suara generasi muda mana untuk kemudian didengar Presiden Jokowi? Apakah memang suara kaum yang termajinalkan telah terwakilkan para pemilik startup, yang ternyata juga diam-diam didukung elit penguasa negeri ini?
Ah, atau jangan-jangan anak-anak muda itu cuma sekadar titipan?