BOLMONG, ZONAUTARA.com – Kebanyakan desa mengusulkan pembangunan infrastruktur fisik dalam setiap musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang), seperti jalan, jembatan, irigasi, pertanian serta perkebunan.
Ada juga dalam bentuk non fisik seperti pembangunan sumber daya manusia, ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Intinya, yang diusulkan adalah program kegiatan yang bersentuhan langsung dengan peningkatan sektor perekonomian masyarakat setempat.
Namun, berbeda dengan usulan yang ditelorkan pemerintah dan masyarakat Desa Babo, kecamatan Sang Tombolang, Kabupaten Bolaang Mongondow.
Pada tahun 2018 lalu, pemerintah desa dan masyarakat Babo justru mengusulkan pengadaan bibit tanaman mangrove. Tak sekadar main-main. Usulan tersebut dikawal mulai dari Musrenbang tingkat desa, kecamatan hingga ke tingkat kabupaten.
“Kondisi mangrove di Babo dulunya hampir kritis. Itu lantaran masih maraknya pembabatan pohon mangrove yang dilakukan masyarakat untuk digunakan membangun rumah. Bahkan sekadar untuk membuat pagar serta keperluan lainnya,” kata Sangadi (kepala desa,red) Babo, Safri Lauso, saat ditemui di kediamannya, Senin (20/1/2020).
Sejak dilantik medio 2016 lalu, Safri secara tegas melarang masyarakat melakukan penebangan tanaman mangrove. Dirinya menaruh perhatian khusus bagi ekosistem mangrove di desanya.
Masyarakat diberi pemahaman terkait pentingnya ekosistem mangrove. Upaya rehabilitas pun mulai dilakukan secara swadaya. Sayangnya, terkendala biaya untuk pengadaan bibit. Hingga pada akhirnya, 2018 lalu, pemerintah desa dan masyarakat bersepakat untuk minta bantuan pemerintah daerah.
Caranya, dengan mengusulkan pengadaan bibit mangrove saat musyawarah Musrenbang. Mulai dari tingkat desa hingga hingga kabupaten.
“Usulan ini kita kawal hingga ke Musrenbang tingkat kabupaten. Dan Alhamdulillah disetujui untuk dianggarkan pada 2019,” ungkap Safri.
Kepala Seksi Kerusakan dan Pencemaran, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bolmong, Marniati, membenarkan hal tersebut. Menurut dia, berdasarkan usulan pemerintah dan masyarakat Desa Babo, pihaknya menganggarkan pengadaan 1.400 bibit tanaman mangrove pada RKA Dinas Lingkungan Hidup tahun anggaran 2019.
“Anggarannya sekitar 5 jutaan rupiah. Dan itu sudah terealisasi dan dilakukan penanaman pada Desember 2019,” jelas Marniati, saat ditemui di ruang kerjanya, belum lama ini.
Disisi lain, Safri menambahkan, pihaknya masih akan terus mengusulkan pengadaan bibit mangrove. Pasalnya, 1.400 bibit yang diadakan 2019 lalu, belum mampu menutupi sekitar 75 hektar luasan hutan mangrove di Babo yang terbilang kritis.
Safri menuturkan, kebaradaan hutan mangrove sangat penting bagi keberlangsungan hidup Desa Babo. Selain mencegah berbagai macam bencana seperti air pasang bahkan tsunami, abrasi pantai, dan tempat berkembang biaknya berbagai hewan laut, kawasan hutan mangrove di Desa Babo juga menjadi benteng terhadap ratusan hektar areal persawahan milik warga.
“Kalau mangrove rusak, maka lama kelamaan air laut akan naik hingga ke areal persawahan warga. Mangrove itu yang menjadi pembatas antara pesisir pantai dengan lahan persawahan. Sehingga mangrove itu harus dijaga. Tidak boleh ada yang merusak itu,” pungkasnya.
Penulis: Marshal D
Editor: Ronny A. Buol