Saat Basrin kehilangan Rp 40 juta hasil panen jagungnya

Ronny Adolof Buol
Penulis Ronny Adolof Buol
Sebagian rumah warga Pangkusa di Kecamatan Sangkub, Bolmut yang rusak diterjang longsor. (Foto: Zonautara.com/Ronny A. Buol)



BOLMUT, ZONAUTARA.com – Istirahat malam mereka hari itu mulai terusik. Hujan turun semakin deras. Tak hanya membangunkan seisi rumah, warga yang tinggal di Desa Pangkusa mulai saling mengingatkan tetangga.

Maklum posisi desa yang berada di Kecamatan Sangkub, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) ini dilalui sebuah sungai. Terlebih bagi Basrin (43), rumahnya berada dekat dengan sungai Pangkusa.

“Malam itu hujan mulai turun lepas Isya (Selasa, 3 Maret 2020 sekitar pukul 19.00 WITA – red). Deras sekali, dan air mulai naik satu jam kemudian,” cerita Basrin kepada Zonautara.com yang mendatangi Pangkusa, Sabtu (7/3).

Air sungai terus naik, namun sempat surut seiring dengan hujan yang berhenti sesaat. Namun menjelang dini hari, hujan kembali turun dengan derasnya.

“Jam tiga subuh, tiba-tiba air bah. Menggulung desa kami. Bawa lumpur dan pohon-pohon,” kisah Basrin.

Air yang naik itu tak hanya berasal dari sungai. Ternyata, longsor telah terjadi di perkebunan Imokima yang merupakan bagian dari gunung Sang Tombolang yang tepat berada di belakang desa.

Longsor dari gunung itu mencapai desa dengan membawa tanah, lumpur, air dan batang-batang pohon.

“Mata air sungai Pangkusa itu ada di atas gunung itu. Mungkin waktu hujan deras sekali, tidak bisa lagi menahan air di atas, air meluncur ke bawah,” kata Ngatemin (68), warga desa Suka Makmur, yang bersebelahan dengan Desa Pangkusa.

Baik Ngatemin maupun Basrin dulunya berasal dari Jawa. Mereka menjadi penduduk Pangkusa, karena ikut program transmigrasi pada tahun 1981.

Warga transmigrasi yang ditempatkan di beberapa desa di Sangkub ini membuka lahan pertanian jagung dan persawahan padi basah.

Selain memanfaatkan mata air dari Imokima, pengairan juga datang dari Irigasi Bendungan Sangkub yang ikut meluap.

zonautara.com
Basrin berdiri di depan rumahnya yang diterjang longsor di Pangkusa, Sangkub, Bolmut. (Foto: Zonautara.com/Ronny A. Buol)

Longsor dan banjir dini hari itu, telah menyeret sedikitnya lima rumah di Pangkusa dan Suka Makmur, serta merendam rumah warga lainnya dengan lumpur dan tanah. Batang-batang pohon bergeletakan di jalan dan halaman rumah.

“Kamar tidur saya lenyap, dan dapur juga nyaris hilang, Rumah hampir roboh. Ikut hanyut perabotan dan lemari tempat saya menyimpan hasil jual jagung yang baru panen,” kata Basrin.

Menurut Basrin, pada Jumat minggu sebelumnya, dia baru saja menjual hasil panen jagung. Hasil penjualannya sebanyak Rp 40 juta. Uang tunai itu dia simpan di lemari pakaian, yang diseret banjir dan hilang entah kemana.

“Rencananya mau beli bahan bangunan rumah,” ujar Basrin.

Seperti Basrin, tetangganya Karyadi (30) mengaku shock dengan kejadian ini. Lumpur merendam rumahnya setinggi kurang lebih 45 centimeter. Dia bersama istrinya butuh dua hari mengeluarkan lumpur itu dari dalam rumah.

Ngatemin yang sudah mendiami wilayah itu selama 39 tahun mengaku baru kali ini kejadian banjir dan longsor sangat parah. Dia juga kehilangan berkarung-karung padi gabah yang baru saja dipanen.

Seingat Ngatemin, banjir besar pernah terjadi pada tahun 1984, 1991 dan 2010 lalu. Namun yang sangat merusak baru terjadi saat ini.

“Tak hanya rumah, lahan pertanian dan perkebunan kami juga rusak. Gagal panen, dan tidak tahu apakah masih bisa kembali berkebun di situ” keluh Ngatemin.

Konversi lahan

Dari amatan Zonautara.com yang menyusuri perjalanan dari Desa Domisil, Pangi di Bolaang Mongondow (Bolmong), hingga ke wilayah Sangkub, terlihat dengan gamblang punggung-punggung bukit dari Gunung Sangtombolang yang tergerus air dan longsor.

Desa Domisil dan Pangi termasuk dua desa yang parah diterjang longsor di wilayah Bolmong.

Ngatemin mengaku, jika awal kedatangan mereka ke Sangkub hanya mendapat jatah tak lebih dari 1 hektar lahan pertanian, kini mereka sudah punya lahan di atas 2 hektar.

“Ya buka di atas gunung itu. Diperluas karena kebutuhan keluarga juga meningkat. Rata-rata kami membuka lahan baru di sana,” aku Ngatemin, pun warga lainnya mengatakan hal yang sama.

zonautara.com
Sebagian longsor di gunung Sangtombolang. (Foto: Zonautara.com/Ronny A. Buol)

Zonautara.com belum mengkonfirmasi ke pemerintahan desa, soal pernyataan Ngatemin bahwa perluasan lahan itu atas seijin pemerintah desa.

Tapi jika dilihat secara kasat mata, memang sebagian besar lahan di gunung Sangtombolang telah dikonversi menjadi lahan perkebunan. Letaknya pada kemiringan yang cukup terjal.

Baca juga: Banjir bandang terjang Sangtombolang, 1 balita tewas

Di Desa Sangkub Satu, longsoran dari gunung itu menutupi areal pertanian sawah. Tanaman padi yang semula menghijau dan menunggu panen, lenyap diganti dengan lumpur, air dan pepohonan.

Material longsor itu juga menutupi badan jalan Trans Sulawesi yang sempat memutus akses salah satu jalan penting penghubung Sulawesi Utara dengan provinsi Gorontalo itu.

Masih terisolir

Bupati Bolmut Depri Pontoh mengatakan telah berkerjasama dengan Balai Jalan Nasional wilayah Sulut membuka akses jalan Trans Sulawesi agar dapat dilalui.

Kini kendaraan sudah bisa melalui jalan itu, meski masih harus berhati-hati, sebab di beberapa titik, material longsor masih belum dapat disingkirkan sepenuhnya. Alat berat masih terus bekerja.

Pontoh juga menjelaskan berbagai bantuan pokok dan kebutuhan dasar warga terdampak telah disalurkan oleh Pemkab Bolmut dan Provinsi Sulawesi Utara. Bantuan juga datang dari berbagai pihak.

Total desa yang tercatat terdampak bencana kali ini ada 52 desa di 4 kecamatan yakni Kecamatan Sangkub, Bintauna, Bolangitang Timur dan Bolangitang Barat.

zonautara.com
Anak-anak di Desa Pangkusa, Sangkub, Bolmut membakar jagung di depan rumah mereka yang rusak karena longsor. (Foto: Zonautara.com/Ronny A. Buol)

Desa Sidodadi yang bertetangga dengan Desa Pangkusa hingga Sabtu kemarin, masih terisolasi. Ada tujuh titik longsor yang membuat akses masuk ke desa itu tertutup.

Posko bantuan telah didirikan di Desa Pangkusa, meski pendistribusian ke Sidodadi masih terkendala.

Baca juga: Desa Sidodadi masih terisolir

Bupati Pontoh menjelaskan, pihaknya telah mencatat kerusakan dan kerugian akibat bencana ini, di antaranya kerugian perumahan meliputi, rumah permanen rusak berat satu unit, rumah semi permanen rusak berat 288 unit, rusak sedang 57 unit, dan rusak ringan 6.824 unit.

Editor: Ronny Adolof Buol



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
Follow:
Pemulung informasi dan penyuka fotografi
Leave a comment
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com