ZONAUTARA.com – Berdasarkan pengalaman dunia medis dalam menangani pasien positif corona, pasien yang telah terkonfirmasi positif terlihat dalam kondisi yang tampaknya baik-baik tapi memiliki kadar oksigen yang rendah yang tanpa disadari dapat menimbulkan kematian.
Demikian Christrijogo, Ketua Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin) Cabang Jawa Timur (Jatim), melalui sebuah video unggahan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya yang mengangkat topik Menjawab Pertanyaan Seputar Covid19.
“Kondisi ini menurutnya dalam dunia medis disebut Happy Hipoxia,” kata Christrijogo.
Menurutnya, seseorang yang terpapar corona memiliki gejala awal seperti demam, batuk, flu, pilek, sesak nafas, dan nyeri otot. Hal lainnya yang menandakan gejala awal virus ini adalah pernah mengalami kondisi tidak nafsu makan karena mungkin tidak bisa membaui makanan yang disebut dalam bahasa kedokteran Anosmia, pernah mengalami diare, sakit perut, kelelahan dan seperti masuk angin.
“Sedangkan untuk seorang yang sehat sendiri memiliki tingkat saturasi oksigen pada angka normalnya 95-100 persen, namun bagi pasien dengan konfirmasi positif corona angka saturasi oksigen pada jumlah 91 persen,” jelas Ketua Perdatin Cabang Jatim.
Christrijogo menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam keadaan seperti ini pasien diberi bantuan pemasangan probe pulse oximetry di dalam jari tangan dengan kadar 21 persen, namun untuk pasien covid sendiri kadar saturasinya hanya tetap pada 92-93 persen saja.
Sehingga untuk menangani hal ini, imbuhnya, tindakan lain yang diambil para dokter dan tenaga medis yaitu melakukan edukasi, bantuan semangat dan motivasi serta bantuan dengan obat-obat sindomatis agar kadarnya menjadi lebih baik dan tetap melakukan monitoring dengan probe pulse oximetry.
“Probe pulse oximetry sendiri juga digunakan sebagai salah satu cara mudah untuk digunakan dalam mengetahui kekurangan kadar oksigen pada kondisi seseorang yang sudah ataupun masih diduga terpapar covid-19,” jelas Christrijogo.
Christrijogo mengingatkan bagi yang melakukan karantina mandiri untuk mengharuskan diri mereka agar selalu bugar dan tidak memiliki tanda-tanda kekurangan oksigen.
“Kejadian dengan kondisi terpapar seperti ini bermula dari gejala awal yang ditulis sebelumnya, kemudian secara perlahan dalam kurun waktu dari 1-7 hari pasien dapat memungkinkan terpapar virus dan setelah lebih dari 7 hari saat mereka tidak sadar terjadi kekurangan oksigen, maka biasanya akan terjadi gagal pernafasan,” terangnya.
Christrijogo sendiri merupakan seorang dokter dengan spesialis anastesi dan konsultas anastesi regional dari IDI Surabaya, Jatim.