ZONAUTARA.com – Dua minggu setelah debat kedua dan ketiga Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Utara (Sulut), elektabilitas pasangan calon (paslon) Christiany Eugenia Paruntu-Sehan Landjar (CEPSEHAN) melonjak signifikan.
Wakil Ketua DPD Partai Golkar Sulut Lucky Mangkey menjelaskan, berdasarkan pemantauan tim Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Golkar Sulut, mayoritas petani cengkih dan kelapa merasa kecewa ketika mendengar dalam kedua debat itu bahwa cengkih bukan lagi produk unggulan Provinsi Sulut.
“Kesimpulan ini berdasarkan temuan dan laporan kader-kader Partai Golkar di tingkat kecamatan sampai ranting se-Sulut. Masyarakat petani banyak yang curhat dan mengekspresikan kekecewaannya,” ujar Lucky, Senin (23/11/2020), di Manado.
Di sisi lain, paslon nomor urut 1 CEPSEHAN sejak awal telah memiliki konsep dan program yang jelas bagaimana mengangkat dan mengembalikan harkat petani cengkih, kopra, dan pala dalam visi-misi yang akan ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah ketika terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sulut nantinya.
“Konsep CEPSEHAN memang sangat jelas. Kami akan mendirikan perseroan bekerja sama dengan investor dan BUMD untuk menjaga harga komoditas petani agar tidak merugi. Ketika harga jatuh, petani dapat menjual ke perusahaan yang dibentuk Pemprov Sulut, namun ketika harga di pasaran lebih tinggi, maka petani bebas menjual ke pasar bebas,” jelas Lucky.
Menurut Wakil ketua DPD I Bidang Media dan Penggalangan Opini Partai Golkar Sulut ini, konsep CEPSEHAN sekaligus menunjukkan bagaimana pemerintah yang memiliki kekuasaan, menggunakan kewenangannya untuk berpihak kepada petani.
“Konsep ini sangat sejalan (sinergitas) dengan semangat pemerintah pusat seperti yang berulangkali ditegaskan Presiden Jokowi bahwa negara harus hadir di tengah masyarakat. Pemerintah harus hadir di tengah persoalan rakyat dan mencarikan jalan keluar. Seperti yang selama ini diketahui bersama, nasib petani cengkih, pala, dan kopra selama ini tidak mendapat perhatian dan keberpihakan yang jelas dan tegas,” ujar Lucky.
Padahal, menurut Lucky, 3 komoditas ini sangat penting bagi masyarakat Sulut. Cengkih, pala, dan kopra tidak bisa dilihat sekadar sebuah komoditas ekonomi semata, karena memiliki ikatan emosional, sejarah, dan budaya yang sangat kuat di Sulut. Setiap orang sukses asal Sulut, baik politisi, pengusaha, akademisi, jenderal, pasti dulunya bisa disekolahkan orang tua dari hasil ketiga komoditas ini.
“Dapat dimengerti mengapa rakyat dan para pemimpin Sulut terdahulu telah merumuskan cengkih, pala, dan kopra sebagai lambang resmi provinsi Sulut karena telah mengangkat derajat dan martabat rakyat Sulut. Begitu pula syair lagu Oh Minahasa Kinatouanku yang dengan sangat baik menyerap realitas tanah Minahasa sebagai daerah yang masyhur dengan cengkih, pala, dan kopra,” tegas Lucky.
Ketika sebuah pemerintahan tidak lagi melihat ketiga komoditas ini sebagai prioritas untuk dijaga, diselamatkan, dan dikembangkan, menurutnya, maka hal ini sama saja dengan mencabut basis utama ekonomi rakyat, sekaligus mencabut akar sosial, sejarah dan budaya masyarakatnya. CEPSEHAN tidak akan meninggalkan sejarah tanah tempat mereka lahir dan dibesarkan.
Menurut Lucky, fakta bahwa petani kelapa, cengkih, dan kopra selama ini tidak dijadikan prioritas untuk ditangani di Provinsi Sulut dapat dilihat dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulut. Dari data BPS itu kita ketahui bahwa Nilai Tukar Petani di sub sektor perkebunan rakyat tidak pernah mencapai titik impas.
“Artinya untuk balik modal saja tidak mencukupi. Hasil produksi selalu di bawah biaya produksi petani. Ini menunjukkan tidak ada keberpihakan terhadap nasib petani,” urai Lucky.
Lucky berharap, trend postif kenaikan elektabilitas pasangan calon nomor 1 CEPSEHAN akan semakin baik.
“Biarkan rakyat mencerna dengan akal sehat, mana program serta kandidat yang terbaik untuk memimpin Sulut ke depan. Saya juga ingin menegaskan, siapapun yang menjadi pilihan rakyat, kita harus terima. Masyarakat Sulut harus tetap menjaga kerukunan dan kedamaian karena pilkada hanyalah event demokrasi lima tahun sekali, sementara persaudaraan kita akan berlangsung selamanya,” tutup Lucky Mangkey.(*)