bar-merah

Gangguan manusia pengaruhi populasi Yaki kian turun

primata yaki
Yaki dipotret di Taman Wisata Alam Batuputih Tangkoko (Foto: zonautara.com/Ronny Adolof Buol)

ZONAUTARA.com– Populasi monyet hitam Sulawesi atau yaki (macaca nigra) pada habitatnya di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHK) Tangkoko, Kota Bitung, Sulawesi Utara, kian menurun sebesar 80 persen sejak 44 tahun terakhir.

Survei teraktual yang dilakukan Macaca Nigra Project (MNP) menyebutkan, gangguan dalam kawasan KPHK Tangkoko yang mengancam hewan primata endemik Sulawesi ini terdiri dari dua faktor, yaitu gangguan terhadap yaki dan gangguan terhadap habitat.

Rismayanti, Head Manager MNP, saat presentasi di acara Publikasi Data Hasil Monitoring Satwa Kunci Yaki yang digagas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara dan Enchancing Protected Area System in Sulawesi (EPASS) di Sutan Raja Hotel, Minahasa Utara, Senin (07/12/2020) menjelaskan bahwa gangguan terhadap yaki berupa kehadiran manusia dan jerat yang sengaja dipasang untuk menjerat yaki.

Data Hasil Monitoring Satwa Kunci Yaki
Suasana Publikasi Data Hasil Monitoring Satwa Kunci Yaki yang digagas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara dan EPASS di Sutan Raja Hotel, Minahasa Utara, Senin (07/12/2020).(Image: zonautara.com/Matius Pereira)

Ada total 40 jerat yang ditemukan di sepanjang 9,7 kilometer (km) jalur penelitian dan 48 kehadiran manusia di KPHK Tangkoko.

“Gangguan terhadap habitat yaki diakibatkan oleh jumlah pohon yang hilang. Hal ini disebabkan faktor manusia yang mencakup illegal logging dan pembakaran lahan; serta faktor alam yang mencakup kebakaran dan angin,” kata Rismayanti.

Berdasarkan hasil survei tersebut, ditemukan gangguan terhadap habitat yaki terbanyak disebabkan adanya illegal logging di dekat area perkampungan dan juga pengaruh musim angin selatan pada kisaran Juli hingga Oktober.

Data Hasil Monitoring Satwa Kunci Yaki
Pose bersama setelah acara Publikasi Data Hasil Monitoring Satwa Kunci Yaki yang digagas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara dan EPASS di Sutan Raja Hotel, Minahasa Utara, Senin (07/12/2020).(Image: zonautara.com/Matius Pereira)

Untuk kepadatan populasi yaki di KPHK Tangkoko dengan panjang jalur penelitian yang dilakukan MNP sejauh 67,90 km, menurut Rismayanti, tercatat rata-rata 14,63 km² per individu.

“Kondisi habitat di KPHK Tangkoko masih memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi dan memiliki komunitas yang mantap,” jelasnya.

Conservation officer MNP Stephan Milyosky Lentey menambahkan bahwa survei MNP dilakukan dari Januari-Desember 2019 dengan tujuan untuk meningkatkan populasi yaki dengan memerhatikan tanaman domestika, kepadatan populasi, kualitas habitat, potensi hewan lain, dan gangguan.

“Ada beberapa hasil penelitian yang dilakukan pihak lain, yang mungkin saja lebih lengkap. Namun untuk sekarang kami memaparkan hasil penelitian MNP sendiri,” kata Stephan.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com