Hindari sifat narsistik dalam berkomunikasi

Kontributor
Penulis Kontributor
Ilustrasi (Sumber: pexels.com)



ZONAUTARA.com – Setiap orang memiliki kadar narsistiknya masing-masing. Namun, dalam level berlebihan, sifat narsistik ini bisa terjadi ketika anda menjalin komunikasi. Bahkan muncul tanpa disadari.

Charles Derber, seorang psikolog, melakukan penelitian pada beberapa orang yang melakukan interaksi tatap muka. Hasilnya, beberapa orang tanpa sadar melakukan conversational narcissism.

Komunikasi yang ideal dilakukan secara dua arah. Salah satu memberi informasi, salah satunya mendengar. Begitu seharusnya bagaimana ia berjalan tanpa adanya salah satu pihak yang mendominasi dan ingin menonjol sendiri dalam komunikasi. Namun, tanpa sadar, terkadang komunikasi tatap muka menjadi ajang “narsis” untuk menunjukkan kelebihan dan keunggulan diri sendiri terhadap lawan bicara.

Beberapa hal ini akan menjelaskan beberapa hal yang bisa anda lakukan agar dapat terhindar dari sifat narsistik saat berkomunikasi.

1. Bukan kompetisi, namun kooperasi

Sebuah percakapan dibangun untuk mendapatkan proses give and take, menerima dan memberi. Jadi, salah satu tak bisa jika selalu menjadi penerima, dan salah satu hanya memberi informasi. Keduanya perlu berkooperasi untuk membangun konversasi yang ideal.

Sulitnya, komunikasi tatap muka tidak bisa dicegah satu sama lainnya. Kita perlu kesadaran secara penuh dari diri sendiri untuk bisa menahan jika sudah melampaui batasan. Ketika kita sudah terlalu mendominasi, lawan bicara tentu tidak akan mencegahnya. Hanya diri sendirilah yang dapat melakukannya.

Tanamkan di kepala anda bahwa membangun komunikasi merupakan upaya untuk melakukan kooperasi dalam proses pertukaran informasi. Bukan kompetisi bahwa siapa yang unggul. Apalagi jika hanya terpusat pada diri sendiri. Itu menjadikan anda seorang yang narsis.

2. Kembalikan pembicaraan pada inisiator topik

Teman anda berencana untuk membeli buku baru. Ia menceritakannya kepada anda. Namun, anda membalasnya dengan, “Aku juga ingin membeli buku baru!” kemudian percakapan berlanjut hanya berpusat pada anda yang juga ingin membeli buku. Padahal, inisiator percakapan bukan anda.

Tidak masalah jika anda ingin menceritakan tentang diri anda. Apalagi jika memiliki kesamaan. Namun, lebih baik jika anda meresponnya dengan, “Aku juga ingin membeli buku baru. Ngomong-ngomong, kenapa kamu ingin membelinya?” atau “Buku apa yang ingin kamu beli?”

Meski kita tahu, percakapan tidak akan berjalan sesingkat itu. Pertukaran informasi pasti akan terus berlanjut. Namun, selalu ingat untuk mengembalikan topik obrolan pada inisiatornya, agar kita tak terlalu mendominasi.

3. Jangan mematikan obrolan

Jawaban “Hmmm….”, “Ya”, “Tentu”, dan semacamnya, hanya akan mematikan obrolan. Pernyataan yang menunjukkan persetujuan atau penolakan anda bisa dilanjutkan dengan pertanyaan lanjutan. Mematikan obrolan biasanya hanya akan membuat atensi beralih ke orang lain.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
Leave a comment
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com