ZONAUTARA.COM — Terdapat versi lain dari kasus meninggalnya seorang tenaga kesehatan (nakes) bernama Gabriella Maelani (22), yang dikabarkan diserang oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
Versi lain tersebut disampaikan oleh Aktivis HAM dan pengacara publik Papua, Veronica Koman.
Perempuan yang akrab disapa Vero tersebut membeberkan bahwa, versi pertama sesuai dengan yang banyak diberitakan. Sementara, versi kedua beredar di kalangan masyarakat Papua.
“Versi satu, jelas yang banyak di-share di media. Versi kedua, yang beredar di kalangan orang Papua,” kata Veronica kepada CNNIndonesia, Selasa (21/09/2021).
Menurut Vero, versi pertama banyak diberitakan oleh media dan menggambarkan kekejaman TPNPB-OPM dalam menyerang nakes.
Versi yang kedua, kata Vero, diduga dipicu oleh penembakan yang dilakukan seseorang menggunakan baju dokter terhadap TPNPB, sehingga terjadi insiden penembakan di gedung kesehatan.
Ia mengatakan, di Papua, banyak TNI yang merangkap sebagai guru dan dokter. Ia menilai, hal itu yang menyebabkan banyak kecurigaan di Papua.
Meski begitu, ia sedih mendengar kabar bahwa dalam insiden tersebut seorang nakes meninggal. Namun, ia menyebut kebenaran kronologi tersebut harus tetap diselidiki.
Berdasarkan informasi yang diterimanya, nakes yang meninggal itu bukan karena disiksa oleh TPNPB.
“Versinya orang Papua, tidak betul ada penyiksaan. Gabriella lompat kabur, bukan dilempar ke jurang sama OPM,” ucapnya.
Terkait itu, Vero meminta agar ada investigasi independen. Menurutnya, pelacakan kronologi yang benar berpengaruh ke berbagai aspek, terutama rasisme terhadap orang Papua.
“Kalau misalnya tindakan barbar itu tidak betul, itu kan memperparah stigma dan rasisme ke orang Papua. Itu barbar banget,” ucapnya.
“Kalau misalnya melek soal HAM (hak asasi manusia), kita bisa pisahkan. Yang kena OPM, bukan orang Papua. Pada umumnya kelompok minoritas, termasuk Tionghoa, satu yang buat salah, semua kena. Contoh kasus LGBT, ada gay yang berbuat apa, satu komunitas kena. Makanya, itu penting untuk diluruskan,” imbuhnya.
Selain itu, Vero juga menilai pernyataan dari saksi harus diperhatikan. Ia mempertanyakan apakah saksi tersebut memberikan keterangan dalam kondisi mendapat tekanan atau tidak.
“Banyak tentara di sekelilingnya. Ini wilayah konflik, jadi beda misalnya di Jawa. Jadi bisa ditekan,” ucapnya.
Sebelumnya, TPNPB-OPM mengakui telah menyerang fasilitas publik, seperti puskesmas dan gedung sekolah di Distrik Kiwirok, Pegunungan Bintang, Papua, pada 13-14 September 2021.
Aksi tersebut bagi mereka, merupakan wujud perlawanan dan upaya memisahkan diri dari Indonesia. Kendati demikian, OPM menyatakan pihaknya siap bertanggung jawab jika perbuatannya dibawa ke hukum internasional.