ZONAUTARA.com – Diskusi yang hangat digelar oleh Komunitas Satu Hati Sulut yang bekerjasama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado membahas keberagaman gender dan seksulitas. Diskusi yang diikuti puluhan belasan itu digelar di Sekretariat AJI Manado pada Selasa (31/5/2022).
Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya komunitas Satu Hati Sulut memperjuangkan perlakuan yang sama sebagai warga negara, baik dari masyarakat maupun pemerintah.
Adapun tema diskusi yang diangkat adalah ‘media visit, menggalang dukungan media untuk inisiatif advokasi legislasi anti-diskriminasi’.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado ikut serta dalam diskusi tersebut, yang mengutus perwakilan yakni Satriyano Pangkey, Pascal David Wungkana dan Sukardi Lumalente.
“Tujuan diskusi ini untuk menyatukan persepsi bersama dengan teman-teman jurnalis tentang keberagaman gender dan seksualitas,” kata perwakilan Satu Hati Sulut, Tiara.
Tiara mengatakan, baik pemerintah maupun masyarakat belum sepenuhnya menerima keberadaan komunitas keberagaman gender dan seksualitas di Sulut dan memahami soal kebebasan berekspresi.
“Bisa dikatakan kami sudah diterima atau belum. Karena tidak pernah disampaikan secara langsung. Kalau individu, ada yang terima ada juga yang tidak,” ungkap Tiara.
Bidang Monitoring dan Evaluasi Satu Hati Sulut Lee Yan memaparkan, untuk bisa diterima di tengah masyarakat, sejumlah upaya terus dilakukan Satu Hati.
“Kami berbagi pemahaman dengan pemerintah dan aparat keamanan. Sekaligus memberikan advokasi kepada kawan-kawan yang menjadi korban kriminalisasi,” ujar Lee Yan.
Dia berharap, media dan jurnalis dalam pemberitaan menyampaikan sesuai dengan fakta, dan fokus pada kejadian, tanpa harus mengangkat atau menonjolkan identitas gender dan orientasi seksual.
“Kami berharap, isi dan judul berita itu berhubungan. Jangan hanya mengejar pembaca, tapi gender-nya yang diangkat di judul berita. Seharusnya kan kejadiannya,” ujarnya.
Ketua AJI Manado Fransiskus Talokon mengatakan, persoalan keberagaman termasuk keberagaman gender dan seksualitas sudah tuntas di AJI. Karena itu merupakan bagian dari visi dan misi AJI yakni terkait perjuangan untuk kelompok minoritas, marginal serta isu Hak Asasi Manusia atau HAM.
“Kami tidak akan menerima anggota yang tidak menjunjung tinggi toleransi dan keberagaman. Tujuan AJI salah satunya memperjuangkan hak-hak kelompok marginal. Jadi, setiap anggota AJI, sudah tuntas soal keragaman. Kalau di kemudian hari melanggar, langsung mendapatkan penindakan dari Majelis Etik,” tegas Fransiskus Talokon.
Ketua Majelis Etik AJI Manado Yoseph E Ikanubun mengingatkan kembali agar para jurnalis khususnya anggota AJI bisa memahami lebih mendalam terkait SOGIESC. Karena dengan pemahaman yang baik, akan melahirkan tulisan-tulisan yang berkualitas, dan tidak diskriminatif terhadap komunitas keberagaman gender dan seksualitas.
“Hal lainnya, diharapkan juga komunitas keberagaman gender dan seksualitas ini bisa membuka akses ke para jurnalis ketika media membutuhkan konfirmasi. Ini agar pemberitaan nanti memenuhi unsur keberimbangan,” ujar Ikanubun yang juga Ahli Pers dari Dewan Pers ini.
Dia mengatakan, selama ini, jurnalis kesulitan mendapatkan klarifikasi atau pernyataan dari kawan-kawan kelompok marginal gender dan seksualitas. Sehingga berita yang dihasilkan, hanya sepihak dan tidak berimbang.
“Perlu ada ‘martir’ di kelompok ini, tampil untuk memberikan pendapat bila dibutuhkan media. Supaya berita dihasilkan jurnalis, berimbang dan tidak mendeskreditkan individu atau kelompok marginal gender dan seksualitas,” ujarnya.