ZONAUTARA.com – Ancaman resesi ekonomi global semakin nyata, seiring laporan Bank Dunia dalam Global Economics Prespect (GEP) June 2022.
Menurut laporan GEP June 2022 tersebut, tekanan inflasi yang sangat tinggi di banyak negara sudah tidak selaras dengan pertumbuhan ekonomi.
Alhasil, beberapa negara kini terancam terseret dalam jurang resesi ekonomi imbas inflasi yang terus meningkat tersebut.
Indonesia, sebagai negara berkembang termasuk dalam daftar negara yang terancam jatuh dalam resesi ekonomi.
Namun ancaman resesi ekonomi tersebut diprediksi tidak hanya akan menyeret negara berkembang, tetapi juga negara maju.
Berikut beberapa negara yang diprediksi terancam mengalami resesi ekonomi:
1. Amerika Serikat
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) berdasarkan data Pendapatan Domestik Bruto (PDB) The Atlanta Federal Reserves hanya akan berkisar di angka 0,9 persen pada kuartal II 2022 atau turun dari kuartal I yang tumbuh 1,5 persen.
Dilansir dari CNBC, kondisi penurunan ekonomi selama dua kuartal berturut-turut merupakan salah satu tanda resesi.
Konsumsi rumah tangga yang menopang 70 persen PDB AS, diperkirakan hanya mampu tumbuh 3,7 persen, turun dari proyeksi sebelumnya 4,4 persen.
2. Negara-negara Eropa
Nilai mata uang euro terhadap dolar terus merosot dan jatuh pada level terlemah sejak 2022. Kondisi ini akan membuat Eropa dapat jatuh ke dalam resesi ekonomi. Pemicu resesi lainnya adalah kenaikan harga gas alam.
Data telah menunjukkan perlambatan yang tajam dalam pertumbuhan bisnis pada Juni. Rilis terbaru melansir defisit perdagangan pada Mei 2022 yang disesuaikan secara musiman sebesar 1 miliar euro di Jerman, berlawanan dengan ekspektasi surplus.
Perekonomian Inggris juga terlihat nyata menunjukkan tanda-tanda perlambatan karena inflasi tinggi. Lewat survei, pengusaha melaporkan tingkat kekhawatiran yang biasanya menandakan resesi.
“Ekonomi mulai terlihat seperti lama-kelamaan akan habis terhenti,” ujar Kepala Ekonom Bisnis di S&P Global Market Intelligence Chris Williamson.
3. China
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan perekonomian China akan melambat di paruh kedua 2022 imbas upaya mengendalikan kasus covid-19.
“Kami memproyeksikan pertumbuhan PDB riil melambat tajam menjadi 4,3 persen pada 2022 sampai dengan 0,8 poin, persentase lebih rendah dari yang diproyeksikan dalam Pembaruan Ekonomi China Desember,” tulis IMF dalam laporan perekonomian China Juni 2022.
Dalam jangka pendek, China menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan mitigasi covid-19 sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah China sudah mulai meningkatkan pelonggaran kebijakan ekonomi makro dengan pengeluaran publik yang besar, potongan pajak, penurunan suku bunga kebijakan, dan sikap yang lebih longgar pada sektor properti.
4. Mongolia
Fitch Ratings, lembaga pemeringkat internasional, memperkirakan kondisi keuangan global yang lebih ketat dan dampak geopolitik akan memperburuk profil keuangan eksternal Mongolia yang lemah.
“Kami memproyeksikan defisit neraca berjalan Mongolia pada 2022 akan melebar menjadi 16,3 persen dari PDB dan beban utang luar negeri bersihnya menjadi besar pada 167 persen dari PDB,” tulis analis Fitch.
Menurut mereka, ketergantungan Pemerintah Mongolia pada utang luar negeri meningkatkan kerentanan terhadap pergeseran sentimen investor internasional yang dapat menghasilkan perlambatan ekonomi.
5. Korea Selatan
Saham Korea Selatan jatuh pada awal bulan ini karena investor khawatir bahwa kenaikan suku bunga acuan untuk memerangi inflasi akan memicu perlambatan ekonomi, dengan banyak yang bersiap untuk menghadapi dampak resesi AS tahun depan.
Seo Jung-hun, Analis di Samsung Securities, menyebut saham Korea Selatan, seperti pasar saham Taiwan, sensitif terhadap momentum siklus ekonomi dan bereaksi terhadap ketakutan resesi.
6. Indonesia
Menteri Keuangab Sri Mulyani mengungkap risiko resesi ekonomi yang dialami Indonesia sebesar 3 persen. Sementara, terdapat negara lain yang potensinya lebih dari 70 persen. Meski demikian, bukan berarti pemerintah terlena.
“Kami tetap waspada, namun pesannya kami tetap akan menggunakan semua instrumen kebijakan, dari fiskal, moneter, sektor finansial, dan regulasi lainnya, untuk memonitor itu (potensi resesi),” ujar Sri Mulyani.
Sejauh ini, bendahara negara menilai ekonomi Indonesia masih cukup positif. Sebab, sektor keuangan RI lebih kokoh setelah kejadian krisis 2008-2009 lalu.
Selain itu, Sri Mulyani mengatakan utang luar negeri pemerintah menurun. Begitu juga dengan utang korporasi yang semakin rendah.
Sumber: CNN Indonesia