Oleh: Ahmad Nurhasim, The Conversation
Penyebaran wabah cacar monyet (monkeypox) makin meluas. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Sabtu lalu mendeklarasikan bahwa wabah cacar monyet, yang kini telah terdeteksi di 75 negara, sebagai “Darurat Kesehatan Global atau Darurat Kesehatan Publik yang Menjadi Perhatian Internasional (PHEIC)”.
Deklarasi WHO ini serupa dalam wabah COVID-19 pada Januari 2020, pandemi flu babi (H1N1) pada 2009, penyakit polio pada 2014, Ebola pada 2014, wabah Zika 2016, dan wabah Ebola pada 2019.
Cacar monyet bukan penyakit baru. Dulu penyakit ini banyak ditemukan di kawasan endemik di Afrika seperti Kongo, Ghana, dan Nigeria, kini telah menyebar ke semua benua, mayoritas terdeteksi di Eropa dan Amerika Utara. Di Asia, kasus cacar monyet telah terdeteksi di Singapura, Thailand, Taiwan, Korea Selatan, India, Turki, Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab. Kementerian Kesehatan Indonesia Sabtu lalu lalu menyatakan kasus cacar monyet belum ditemukan di Indonesia.
Sejak awal Mei 2022, kasus-kasus cacar monyet telah dilaporkan lebih banyak di negara-negara yang tidak endemik. Mayoritas kasus yang terkonfirmasi memiliki sejarah perjalanan ke negara-negara di Eropa dan Amerika Utara.
Data WHO dan otoritas kesehatan di berbagai negara melaporkan kasus cacar monyet jauh lebih banyak di luar benua Afrika. Ini pertama kalinya kasus dan kluster cacar monyet banyak dilaporkan di negara-negara non-endemik dan dalam skala penyebaran yang begitu luas dalam waktu singkat.
Cacar monyet disebabkan oleh virus cacar monyet. Virus ini bisa menular lewat kontak dengan orang atau hewan yang terinfeksi atau permukaan yang terkontaminasi virus. Biasanya, virus masuk ke tubuh melalui kulit yang rusak, terhirup atau selaput lendir di mata, hidung atau mulut.
Para peneliti percaya bahwa penularan virus ini dari manusia ke manusia sebagian besar melalui hirupan tetesan liur (droplet) daripada kontak langsung dengan cairan tubuh atau kontak tidak langsung melalui pakaian.
Apakah virus bisa menular lewat kontak seksual? WHO per 19 Mei menyatakan “tidak jelas saat ini apakah cacar monyet dapat ditularkan secara khusus melalui jalur penularan seksual. Studi diperlukan untuk lebih memahami risiko ini”.
Namun studi terbaru di The New England Journal of Medicine dari John P. Thornhill dan koleganya di 16 negara di Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan menyatakan penularan virus ini diduga terjadi melalui aktivitas seksual pada 95% orang yang terinfeksi.
Dari 528 kasus (527 adalah laki-laki) yang teliti antara 27 April dan 24 Juni 2022, riset ini menemukan 98% orang yang terinfeksi cacar monyet adalah laki-laki gay atau biseksual, 75% berkulit putih dan 41% memiliki infeksi virus akibat sistem imun yang melemah. Rata-rata yang terinfeksi berusia 38 tahun.
Sampai saat ini, belum ada vaksin atau obat untuk menyembuhkan penyakit ini. Obat yang ada baru untuk meredakan gejalanya.
Karena itu langkah terbaik adalah mencegahnya. Di level individu, hindari kontak dengan hewan yang menjadi sumber virus ini, terutama hewan pengerat dan primata, dan bersihkan tangan dengan sabun setelah kontak dengan orang yang terinfeksi.
Di level pemerintah, pemeriksaan kesehatan yang lebih intensif perlu dilakukan di pintu masuk Indonesia lewat bandar udara dan pelabuhan, terutama pada orang dari negara yang banyak ditemukan kasus cacar monyet.
Ahmad Nurhasim, Editor Sains + Kesehatan, The Conversation
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.