ZONAUTARA.com – AJI Indonesia terlibat dalam Konferensi Tingkat Tinggi bertemakan “Protecting Media to Protect Democracy” untuk menandai peringatan 10 tahun Rencana Aksi PBB untuk Keamanan Jurnalis dan Isu Impunitas (UN Plan of Action on Safety of Journalists and Issue of Impunity), di Palais Niederösterreich, Wina, Austria 4 November 2022.
Acara tersebut digelar oleh Pemerintah Austria bekerja sama dengan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) dan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR). Konferensi tersebut dihadiri oleh para menteri luar negeri, pemangku kepentingan utama dari organisasi internasional, masyarakat sipil, dan akademisi.
Konferensi tersebut memberikan kesempatan kepada para pemangku kepentingan untuk merefleksikan kemajuan dan tantangan pelaksanaan Rencana Aksi PBB dalam 10 tahun terakhir. Ini juga merupakan kesempatan bagi negara-negara untuk memperbarui komitmen politik terhadap implementasi Rencana PBB.
Rencana Aksi PBB tentang Keselamatan Jurnalis dan Isu Impunitas tersebut diadopsi pada 2012 untuk memperkuat keselamatan jurnalis dan memerangi impunitas.
Menurut Volker Türk, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia dalam sambutan onlinenya, selama 10 tahun terakhir terdapat 958 wartawan tewas, lebih dari 1.000 yang dipenjara dan 64 masih hilang.
Padahal jurnalis memainkan pekerjaan penting untuk menyediakan informasi dan fakta di tengah lingkungan yang suram, mulai dari dampak pandemi Covid-19, krisis ekonomi global, kesenjangan akses internet, serta berkembangnya misinformasi dan disinformasi.
“Setiap hari jurnalis dipukuli, dibawa ke pengadilan, dijebloskan ke jeruji besi atau bahaya menimpa keluarga mereka, hanya karena mereka melakukan pekerjaan (jurnalistik),” kata Volker Türk.
Di sisi lain, berkat Rencana Aksi PBB tentang Keamanan Jurnalis tersebut, mampu mendorong dan memperkuat sistem perlindungan nasional di hampir 50 negara untuk mencegah serangan dan menghukum pelaku kejahatan terhadap jurnalis.
Ia meminta agar langkah itu diadopsi oleh semakin banyak negara untuk membentuk dan memperkuat sistem perlindungan nasional yang sejalan dengan tiga pilar Rencana Aksi PBB yaitu meliputi perlindungan, penuntutan, dan pencegahan serangan terhadap jurnalis.
Sistem perlindungan tersebut bisa dicapai dengan penguatan hukum nasional untuk melindungi kebebasan media yang sejalan dengan hukum hak asasi manusia internasional, melawan tuntutan hukum atas partisipasi publik dan pelecehan online utamanya terhadap jurnalis perempuan, menghindari teknologi pengawasan digital, serta menyediakan akses bantuan medis, psikologis dan hukum terhadap jurnalis yang menjadi korban serangan.
[Akses naskah pidato Volker Türk melalui tautan: https://www.ohchr.org/en/statements/2022/11/vienna-conference-safety-journalists-statement-volker-turk-united-nations-high]
AJI Indonesia hadiri KTT
Ketua AJI Indonesia Sasmito yang menghadiri KTT tersebut, mengatakan Indonesia adalah salah satu negara yang belum membentuk sistem atau mekanisme perlindungan terhadap jurnalis, meskipun telah memiliki UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dampaknya, jurnalis di Indonesia masih dibayangi ancaman mulai dari serangan fisik, pelecehan, serangan digital, kriminalisasi hingga kekerasan seksual.
Berdasarkan monitoring AJI sejak 1996-2010, sedikitnya terdapat sembilan kasus pembunuhan terhadap jurnalis dengan delapan kasus di antaranya belum terungkap dalang utamanya. Selain itu terdapat 935 kasus serangan dan jenis hambatan lainnya terhadap jurnalis dan media sejak 2006 hingga akhir Oktober 2022.
“Sudah saatnya Pemerintah Indonesia mengimplementasikan Rencana Aksi PBB tersebut, salah satunya dengan membentuk sistem perlindungan jurnalis secara komprehensif agar tidak ada lagi jurnalis yang menjadi korban kekerasaan saat bertugas. Pembentukan sistem ini harus melibatkan Dewan Pers, organisasi jurnalis, akademi, dan organisasi masyarakat sipil lainnya,” kata Sasmito.
Rekomendasi AJI untuk monitoring kasus serangan jurnalis
Sebelum KTT berlangsung, UNESCO menyelenggarakan konsultasi regional dan tematik di Afrika, Asia, Eropa dan Amerika Latin, serta kawasan Arab. Hasil dari konsultasi tersebut, dikembangkan menjadi rekomendasi oleh perwakilan pemangku kepentingan terpilih pada prakonferensi, 3 November 2022. Rekomendasi akhir kemudian dipresentasikan oleh setiap kelompok isu pada peserta KTT.
Terdapat lima isu tematik yang dibahas yakni mengatasi impunitas, keselamatan dan keamanan untuk jurnalis perempuan dari serangan berbasis gender, mekanisme perlindungan nasional, monitoring serangan serta teknologi dan akuntabilitasnya.
AJI Indonesia terpilih sebagai salah satu representasi dari Asia yang terlibat memberikan rekomendasi terkait monitoring atau pemantauan mengenai situasi kebebasan pers. Sesi ini untuk menyempurnakan agar Rencana Aksi PBB dapat lebih mendukung pekerjaan pemantauan dan pemetaan kebebasan pers yang kritis oleh organisasi baik lokal, regional, dan global.
Ketersediaan data yang komprehensif, sistematis, dan konsisten yang mendokumentasikan pelanggaran kebebasan pers sangat penting untuk memerangi serangan terhadap jurnalis dan membantu memastikan bahwa pers dapat bekerja dengan aman dan bebas.
Selama ini organisasi masyarakat sipil memainkan peran penting dalam memantau dan mendokumentasikan serangan dan mengungkap kasus-kasus ini ke publik. Informasi tersebut dapat digunakan untuk advokasi guna memperkuat kebijakan yang melindungi kebebasan media dan keselamatan jurnalis, serta meminta pertanggungjawaban negara atas kegagalan melindungi jurnalis serta mencegah impunitas atas kejahatan terhadap mereka.
Sesi yang dipimpin oleh International Press Institute ini menyatukan organisasi dari seluruh dunia untuk membahas tantangan dalam melakukan pemantauan kebebasan pers yang efektif, berkelanjutan, dan kuat, dan untuk mengeksplorasi praktik terbaik untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan akurat dan dapat ditindaklanjuti untuk para advokat, pemerintah, dan lain-lain.
Ketua AJI Indonesia, Sasmito mengatakan, AJI Indonesia merekomendasikan agar negara melindungi keamanan organisasi dan para pemantaunya terutama yang berada di wilayah konflik, menyediakan mekanisme pelaporan secara nasional, membuka akses informasi dan data secara transparan, serta membuat mekanisme respon cepat saat kasus krusial menimpa jurnalis seperti pembunuhan, penganiayaan, penculikan serta serangan brutal lainnya.
AJI Indonesia sejak 2016 telah membangun platform pemantauan kebebasan pers yang beralamatkan di https://advokasi.aji.or.id/. Pengumpulan dan verifikasi data melibatkan 40 AJI Kota yang tersebar mulai Aceh hingga Papua. Platform tersebut telah menjadi rujukan nasional dan internasional terkait tren keselamatan jurnalis dan kebebasan media di Indonesia.
Kelompok isu tematik monitoring menghasilkan 12 rekomendasi dalam tiga bagian yakni: 1) memperkuat dukungan bagi masyarakat sipil lokal yang bekerja memantau kebebasan pers; 2) memperkuat jaminan keselamatan bagi pemantau kebebasan pers, serta 3) membangun akuntabilitas yang jelas dan efektif dan mekanisme distribusi informasi tentang situasi kebebasan pers.)