Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB dan Pakistan akan melangsungkan konferensi di Jenewa pada hari Senin (9/1) untuk memobilisasi dukungan bagi pemulihan Pakistan pasca bencana banjir tahun lalu.
Pihak penyelenggara mengatakan delegasi dari 40 negara, termasuk beberapa kepala negara, perwakilan lembaga keuangan internasional dan organisasi pembangunan, akan mengikuti Konferensi Internasional Pakistan yang Tahan Iklim itu.
Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif bersama Sekjen PBB Antonio Guterres akan menjadi tuan rumah bersama acara untuk mencari bantuan sekitar US$16,3 miliar guna merehabilitasi dan membangun kembali infrastruktur yang rusak karena banjir dahsyat itu, dengan infrastruktur baru yang lebih tahan perubahan iklim.
“Jutaan orang Pakistan yang terkena dampak kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya ini menyerukan belas kasihan dan solidaritas untuk membangun kembali infrastruktur tersebut dengan lebih baik,” ujar Sharif dalam pernyataan hari Minggu (8/1) sebelum terbang ke Jenewa.
Ditambahkannya, “Kami akan menempatkan rencana kerja pasca bencana yang komprehensif untuk pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi dengan ketahanan di hadapan mitra-mitra pembangunan dan negara sahabat.” “Menjembatani kesenjangan pendanaan adalah kunci memulihkan infrastruktur penting, membangun kembali kehidupan dan mata pencaharian baru, serta menghidupkan kembali ekonomi,” tegasnya.
PBB mengatakan banjir tahun 2022 yang disebabkan oleh curah hujan yang memecahkan rekor itu merupakan bencana terburuk di Pakistan dalam puluhan tahun, membuat sepertiga negara terendam dan berdampak pada 33 juta orang. Sedikitnya 1.700 orang meninggal dan lebih dari 8 juta orang mengungsi.
Banjir berikutnya membuat lebih dari dua juta orang kehilangan tempat tinggal, memusnahkan tanaman dan menghancurkan atau merusak infrastruktur vital, termasuk ribuan kilometer jalan dan rel kereta api.
Guterres telah mengunjungi daerah-daerah yang dilanda banjir itu September lalu dan menggambarkan kehancuran itu sebagai “pembantaian iklim.”
Sebelum konferensi hari Senin itu, Perwakilan U.N. Development Program Resident Representative di Pakistan, Knut Ostby, mengatakan bencana banjir itu disebabkan oleh percepatan perubahan iklim di seluruh dunia.
Sebagian besar banjir itu sudah surut, tetapi studi pasca bencana yang didukung secara internasional memperkirakan dibutuhkan sekitar US$16,3 miliar untuk membantu rehabilitasi dan rekonstruksi negara itu dalam jangka panjang. Pejabat-pejabat Pakistan dan PBB mengatakan jutaan anak masih tinggal di dekat lokasi air yang terkontaminasi dan tergenang sehingga membahayakan kelangsungan hidup dan kesejahteraan mereka.
Pemerintah Sharif mengatakan bencana banjir itu telah menambah tantangan ekonomi yang dihadapi Pakistan. Negara berpenduduk 220 juta jiwa itu sedang berjuang membayar impor seperti energi dan pangan, di tengah menyusut cepatnya cadangan devisa yang menyulitkan negara itu memenuhi kewajiban membayar utang luar negerinya. [em/jm]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia