Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, yang banyak mencuri perhatian dunia melalui penanganannya terhadap kasus penembakan masal dan pandemi COVID-19 di negaranya, mengumumkan pada Kamis (19/11) bahwa ia mengundurkan diri dari jabatan yang telah ia pegang dalam enam tahun terakhir.
Berusaha melawan tangis, Ardern mengatakan kepada para reporter bahwa tanggal 7 Februari mendatang akan menjadi hari terakhirnya sebagai perdana menteri.
“Saya kini memasuki tahun keenam sebagai perdana menteri, dan pada setiap tahunnya, saya telah memberikan semua yang saya miliki,” kata Ardern.
Ia juga menyerukan bahwa pemilu Selandia Baru berikutnya akan jatuh pada 14 Oktober mendatang. Ardern akan tetap menjadi anggota parlemen hingga pemilu mendatang.
Pengumuman tersebut mengejutkan para penduduk Selandia Baru, yang dihuni sekitar 5 juta orang. Walaupun sebelumnya telah terdengar kabar bahwa Ardern kemungkinan akan mengundurkan diri sebelum pemilu mendatang, ia selalu bersikukuh bahwa dirinya akan kembali maju sebagai perdana menteri.
Masih belum jelas siapa yang akan menggantikan posisi Ardern sebagai perdana menteri hingga pemilu mendatang. Wakil Perdana Menteri Grant Robertson mengumumkan bahwa ia tidak akan maju dalam pemilihan pemimpin Partai Buruh, menyebabkan kompetisi untuk memimpin partai tersebut menjadi terbuka.
Ardern menghadapi kampanye pemilu yang tangguh tahun ini. Partai Buruh pimpinannya yang liberal telah memenangkan kembali pemilu dua tahun lalu dalam proporsi yang bersejarah. Tetapi jajak pendapat baru-baru ini menempatkan Partai Buruh berada di belakang saingannya yang konservatif.
Ardern, yang berusia 42 tahun, menggambarkan pekerjaannya sebagai salah satu pekerjaan yang paling diistimewakan, tetapi menantang. Ia mengatakan untuk melakukan pekerjaannya diperlukan ketegasan menghadapi hal-hal yang tidak terduga; dan ia tidak lagi memiliki kekuatan untuk menghadapi masa depan berikutnya.
“Tetapi saya tidak mundur karena pekerjaan ini sulit. Karena jika pekerjaan ini sulit, mungkin saya sudah meninggalkannya ketika baru menjabat dua bulan. Saya mundur karena dengan peran istimewa itu, muncul tanggung jawab, tanggung jawab untuk mengetahui kapan kita menjadi orang yang tepat untuk memimpin, dan ketika tidak. Saya tahu apa yang dibutuhkan pekerjaan ini, dan saya tahu bahwa tidak lagi memiliki cukup tenaga untuk melakukannya secara adil. Sesederhana itu saja,” ujarnya.
Ardern dipuji di dunia karena keberhasilannya menanganai pandemi virus corona ketika pertama kali merebak di negaranya setelah berbulan-bulan berhasil mencegah COVID-19. Tetapi kebijakan nol-COVID itu ditinggalkannya setelah muncul varian baru virus tersebut dan tersedianya vaksin. Ardern mendapat kecaman keras di dalam negeri atas strategi penanganan COVID-19 yang ketat.
Pada Desember lalu, Ardern mengumumkan bahwa Royal Commission of Inquiry akan menyelidiki apakah pemerintah membuat keputusan yang tepat dalam memberantas COVID-19, dan bagaimana pemerintah dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik untuk menghadapi pandemi lain di masa depan. Laporan komisi ini dijadwalkan selesai pada tahun depan. [em/rs]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia