Oleh: Alwafi Ridho Subarkah, Universitas Mataram
Perubahan iklim menyebabkan berbagai fenomena alam seperti banjir, kekeringan, puting beliung, dan abrasi yang merugikan masyarakat sekitar. Pemerintah kabupaten kota ataupun provinsi sebagai otoritas terdekat seharusnya lebih aktif mengatasi dampak perubahan iklim ataupun meredam lajunya. Makin dekat suatu otoritas dengan lokasi terdampak, maka upaya penanganannya bisa lebih efektif.
Sayangnya, riset oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyatakan, pemerintah daerah memiliki keterbatasan kemampuan teknis, dan anggaran dalam menyusun program perubahan iklim. Otoritas kabupaten kota maupun provinsi juga terbelit tumpang tindih peraturan yang menghambat mereka mengatasi iklim yang berubah.
Pemerintah daerah harus segera mengatasi persoalan ini. Salah satu upaya mengatasinya adalah dengan bermitra dengan otoritas di negara lain – tingkat nasional, negara bagian, ataupun kota. Kerja sama luar negeri ini bernama paradiplomasi.
Melalui paradiplomasi, pemerintah daerah dapat langsung melakukan kerja sama luar negeri tanpa menunggu uluran tangan pemerintah pusat. Dalam skema ini, pemerintah pusat hanya menjadi fasilitator. Pemerintah pusat juga menjadi pengawas untuk memastikan kerja sama sesuai peraturan dan memperhatikan kepentingan nasional.
Kemitraan ini juga dapat menguntungkan bagi daerah karena memberi kesempatan bagi daerah membuat kebijakan ataupun program perubahan iklim yang lebih spesifik, sesuai kondisi dan kebutuhan warganya.
Berbagai kerjasama antardaerah
Badan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) mendorong pemerintah daerah untuk berkoordinasi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca sekaligus mengatasi dampak pemanasan global.
Pemerintah daerah, sesuai kebutuhannya, dapat memilih untuk bergabung dalam kelompok-kelompok terkait penanganan perubahan iklim yang sudah terbentuk.
Misalnya, kerja sama antarkota dengan program Cities Climate Finance Leadership Alliance. Kemitraan ini membantu kota-kota dalam mengidentifikasi sumber pendanaan dan mengejar proyek-proyek yang berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
Pemerintah provinsi juga bisa terlibat dalam program-program Under2 Coalition. Koalisi ini memfasilitasi kerja sama antarprovinsi maupun negara bagian untuk mengurangi emisi dan mencapai kesepakatan iklim yang lebih baik.
Kongsi antarwilayah juga dapat dijalin untuk dibuat yang lebih spesifik. Misalnya Provinsi Kalimantan Timur yang menjadi program percontohan Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+). Melalui program ini, Provinsi Kalimantan Timur berkomitmen melindungi hutan sekaligus kawasan gambut dan akan mendapatkan kompensasi dana atas upaya tersebut.
Di sektor energi terbarukan, kerja sama juga terjalin antara Pemerintah Nusa Tenggara Barat dengan Pemerintah Denmark untuk pengembangan energi bersih. Kerja sama ini juga menarik investasi energi terbarukan yang menguntungkan bagi Nusa Tenggara barat.
Ada pula kemitraan pengembangan transportasi ramah lingkungan antarkota. Kerja sama ini disepakati Pemerintah Kota Semarang, Indonesia, dengan Kota San Fransisco, Amerika Serikat.
Pemerintah daerah lainnya di Indonesia dapat mengambil contoh kemitraan-kemitraan di atas untuk mencari skema terbaik menangani dampak perubahan iklim ataupun mengurangi emisi di wilayahnya.
Langkah ini amat memungkinkan ditempuh selama daerah memiliki kemauan politik.
Beraneka bentuk kemitraan
Otoritas daerah mesti kreatif mencari peluang kemitraan terbaik. Menurut saya, ada beberapa pilihan kerja sama yang bisa diambil:
1. Kerja sama teknis: negara lain dapat berbagi pengalaman dan keahliannya mengembangkan energi terbarukan dan praktik pengurangan emisi gas rumah kaca. Pemerintah daerah dapat belajar menerapkan teknologi dan praktik terbaik untuk mengatasi perubahan iklim.
2. Kerja sama finansial: negara lain dapat memberikan bantuan finansial dan teknis untuk memulai program pengurangan emisi gas rumah kaca dan pengembangan energi terbarukan di daerah.
3. Kerja sama penelitian dan pengembangan: Pemerintah-pemerintah daerah dapat bekerja sama dalam melakukan penelitian dan pengembangan untuk mengatasi perubahan iklim dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan.
4. Kerja sama kebijakan: pemerintah dan negara lain dapat bekerja sama dalam mempromosikan kebijakan lingkungan dan perubahan iklim yang kuat dan efektif di tingkat nasional dan internasional.
5. Kerja sama komunikasi dan edukasi: Kedua pihak dapat bekerja sama dalam melakukan komunikasi dan edukasi untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam mengatasi perubahan iklim.
Kerjasama ini harus didasarkan pada prinsip kerjasama yang saling menguntungkan dan bertujuan untuk mengatasi permasalahan perubahan iklim secara bersama-sama.
Bagaimana mempersiapkannya?
Untuk mempersiapkan kerja sama yang baik, otoritas daerah mesti merumuskan visi dan misi yang menjadi acuan dalam perumusan strategi kemitraan luar negeri untuk perubahan iklim.
Daerah juga harus memiliki data dan analisis yang memadai serta berbasiskan sains seputar lingkungan dan perubahan iklim. Beberapa data seperti laju emisi, dampak lingkungan, ataupun sumber daya lingkungan yang ada, mesti disiapkan.
Pemerintah daerah juga harus menyiapkan kebijakan dan regulasi yang jelas dan konsisten untuk mendukung programnya. Persiapan juga mesti mencukup alokasi sumber daya manusia ataupun anggaran yang memadai.
Upaya perumusan tiga hal di atas dapat dibahas di forum perencanaan yang mengundang seluruh unsur pemerintahan dan lembaga negara di daerah.
Partisipasi masyarakat juga tak bisa diabaikan. Otoritas harus menjaring seluruh suara masyarakat, termasuk kelompok-kelompok marginal, yang amat terdampak perubahan iklim. Hal ini juga diperlukan untuk menjaring ide-ide terbaik yang ada di masyarakat–begitu juga kearifan lokal–yang perlu dikembangkan bersama para mitra nantinya.
Semua aspirasi masyarakat, perwakilan komunitas marginal, warga adat, termasuk juga perempuan, dapat berperan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan dari tingkat desa hingga kabupaten kota maupun provinsi.
Kekuatan jaringan juga penting. Pemerintah daerah mesti memetakan kota, provinsi, ataupun negara bagian yang menerapkan praktik terbaik dalam mengatasi perubahan iklim. Otoritas juga dapat menggaet tokoh ataupun organisasi tertentu yang bereputasi baik untuk memfasilitasi kerja sama internasional mereka.
Terakhir, pemerintah daerah harus memastikan seluruh upaya penanganan dan pencegahan perubahan iklim harus selaras dengan program-program lainnya. Jangan sampai ada keputusan ataupun tindakan pemerintah daerah yang bertentangan ataupun menghambat upaya pelestarian bumi.
Alwafi Ridho Subarkah, Peneliti isu Hubungan Internasional, Pusat Studi Filsafat Metajuridika, Universitas Mataram
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.