Oleh: Mulia Nurhasan, CGIAR System Organization dan Romauli Panggabean, World Resources Institute
Masyarakat Indonesia semakin banyak mengonsumsi makanan olahan seperti minuman manis, camilan asin, junk food, dan lemak tidak sehat.
Perubahan ini berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa konsumsi makanan olahan yang diawetkan berdampak buruk terhadap kesehatan dan meningkatkan risiko kematian. Studi yang dilakukan di tahun 2019 dengan data kesehatan nasional menemukan bahwa konsumsi minuman manis meningkatkan risiko kelebihan berat badan dan obesitas pada anak-anak maupun remaja.
Penelitian yang dilakukan di tahun 2021 memperkirakan bahwa meningkatnya konsumsi gula dan daging di Indonesia akan berdampak terhadap lingkungan.
Sebagai peneliti sistem pangan dan keberlanjutan, kami merekomendasikan masyarakat Indonesia menjalankan pola makan yang lebih sehat dan berkelanjutan dengan melihat kembali keragaman pangan khas daerah masing-masing.
Beraneka ragam pangan Indonesia
Perpaduan kekayaan budaya Indonesia tercermin dalam keragaman kebiasaan dan hidangan makanannya.
Studi yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia setidaknya mengonsumsi 100 jenis karbohidrat, 100 jenis kacang-kacangan, 450 buah, serta 250 jenis sayuran dan jamur.
Sebagai contoh, beberapa masyarakat Indonesia timur mengonsumsi kacang-kacangan dan biji-bijian, seperti kacang merah yang dicampur dengan sorgum. Masyarakat setempat terbiasa memasak pangan ini lalu dibungkus dengan daun pisang dan disajikan sebagai makanan pokok.
Beberapa orang Indonesia bahkan memakan serangga. Penelitian menunjukkan bahwa serangga menjadi sumber nutrisi yang bagus karena mengandung protein dan mikronutrien yang tinggi.
Ilmuwan di seluruh dunia sedang meneliti potensi serangga sebagai sumber pangan hewani ramah lingkungan. Serangga bahkan dinamai sebagai “makanan masa depan”.
Bentang laut Indonesia juga menjadi habitat bagi keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia, dengan hampir 3.000 spesies ditemukan di pasar-pasar di Jawa, Bali, dan Lombok. Ikan dari laut tropis yang hangat seperti Indonesia memiliki kandungan kalsium, zat besi, dan seng yang tinggi.
Selain itu, banyak daerah lain di Indonesia yang memiliki beragam pangan lokal yang sehat, tapi kurang dimanfaatkan.
Kenapa pangan lokal?
Dengan berfokus pada pangan lokal, masyarakat Indonesia akan dapat menjalankan pola makan yang sehat dan berkelanjutan karena alasan-alasan berikut:
Pertama, keragaman pangan lokal Indonesia adalah gerbang bagi pola makan yang beragam. Dengan mengonsumsi beragam makanan, masyarakat dapat memperoleh semua nutrisi yang mereka butuhkan dan mengurangi risiko stunting pada anak.
Studi terbaru menunjukkan bahwa mengonsumsi berbagai spesies setiap hari juga meningkatkan kecukupan mikronutrien. Tidak perlu mencari terlalu jauh, keanekaragaman hayati Indonesia yang tinggi memegang peran kunci untuk meningkatkan status gizi negara.
Kedua, sumber pangan nabati dan hewani yang sesuai dengan kondisi setempat cenderung lebih tahan terhadap guncangan iklim, seperti cuaca ekstrem atau banjir.
Salah satu contohnya adalah sagu yang dapat tumbuh pada musim kemarau panjang dan banjir di daerah seperti Papua dan Maluku.
Sagu juga dianggap sebagai pilihan karbohidrat yang lebih sehat karena indeks glikemik yang rendah. Pangan ini pun dapat berfungsi sebagai prebiotik yang mendorong pertumbuhan bakteri baik di usus.
Ketiga, konsumsi makanan lokal dapat mengurangi emisi karbon dari pengemasan dan distribusi. Bahan pangan yang mudah rusak, seperti ikan dan sayuran, ataupun makanan olahan, menyumbang 10% dari rantai emisi di sektor pangan.
Sebagai negara kepulauan dengan sekitar 6.000 pulau berpenghuni, sistem distribusi pangan yang lebih pendek dan lebih efisien dapat mengurangi kehilangan pangan dan sampah makanan di sepanjang rantai pasokan.
Keempat, promosi konsumsi pangan lokal berpotensi meningkatkan kesadaran lingkungan dan keadilan sosial dengan mendorong interaksi antara produsen dan konsumen.
Dalam beberapa kasus, promosi seperti ini mendukung produsen dalam mengembangkan spesies pangan yang kurang dimanfaatkan. Upaya untuk melestarikan keanekaragaman hayati juga dapat dikaitkan dengan manfaat gizi dari makanan yang kita konsumsi.
Konsumsi pangan lokal juga menyokong pelestarian keanekaragaman hayati dengan mendorong masyarakat untuk melindungi sumber pangannya.
Upaya ini juga dapat membantu mendongkrak wisata kuliner yang semakin populer di Indonesia. Selain itu, pangan lokal juga menjadi bagian dari budaya dan praktik lokal. Promosi pola makan sehat dan berkelanjutan melalui makanan yang mereka kenal akan meningkatkan penerimaan masyarakat setempat.
Promosi pola makan sehat dan berkelanjutan melalui pangan lokal
Kita perlu mempertimbangkan faktor global, nasional, dan lokal dalam mempromosikan pola makan yang sehat dan berkelanjutan di Indonesia.
Dari tataran global, Indonesia dapat mengacu ke inisiatif Planetary Health Diet,– referensi pola makan global yang diciptakan oleh ilmuwan dari banyak negara.
Namun, kita tidak dapat menerapkan referensi tersebut secara kaku karena Indonesia memiliki sistem pangan yang unik.
Untungnya, Pemerintah Indonesia memiliki panduan pola makan, yakni “Isi Piringku”,. Panduan ini membantu masyarakat menyeimbangkan pola makan mereka dengan mengonsumsi karbohidrat, protein, buah-buahan, dan sayuran dalam jumlah yang tepat.
Studi yang terbit dalam British Medical Journal menemukan bahwa dari 85 panduan global yang dievaluasi, “Isi Piringku” adalah salah satu panduan pola makan tersehat dan juga paling ramah lingkungan.
Di tingkat lokal, kita perlu melakukan lebih banyak upaya untuk menggunakan budaya makanan tradisional dalam menerapkan konsep “Isi Piringku” di setiap daerah. Ahli gizi berperan penting dengan menggunakan pengetahuan tentang makanan lokal untuk membuat menu “Isi Piringku” yang sehat.
Masyarakat mungkin beranggapan bahwa pangan lokal tidak bergizi karena kita kurang memiliki pengetahuan tentang hal ini dan semua pilihan yang tersedia. Di sinilah penelitian dan dokumentasi makanan lokal akan berperan – yakni untuk menunjukkan keragaman dan nilai sesungguhnya dari pangan lokal bagi kesehatan dan budaya.
Kita perlu mengumpulkan lebih banyak informasi tentang kekayaan keanekaragaman hayati pangan dan praktik pangan lokal di berbagai daerah di Indonesia.
Kita perlu belajar lebih banyak tentang budi daya tanaman pangan: di mana tanaman tersebut biasanya ditemukan, siapa yang memakannya, bagaimana cara mengolahnya, pentingnya pangan tersebut dalam budaya suatu masyarakat, serta nilai gizi dan manfaat kesehatannya. Pengetahuan ini akan menjadi dasar yang kuat bagi program pola makan nasional yang sehat dan berkelanjutan.
Mulia Nurhasan, Food and Nutrition Scientist, CGIAR System Organization dan Romauli Panggabean, Environmental Economist, World Resources Institute
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.