Ketika Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris mulai menjabat, ia tampak tidak mau berbicara di luar naskah. Ia juga kaku dalam menanggapi isu-isu pelik seperti migrasi yang tidak banyak memberi keuntungan secara politik.
Dua tahun berlalu, kini ia lebih bersedia untuk berbicara spontan. Ia memimpin suara dalam menyuarakan isu paling kuat yang diusung Partai Demokrat, yaitu perselisihan atas hak aborsi.
“Seseorang tidak harus meninggalkan keyakinan untuk setuju bahwa pemerintah seharusnya tidak membuat keputusan ini untuknya,” cetus Harris.
Kini, Harris akan diuji dalam jalur kampanye sementara Presiden Joe Biden mengupayakan masa jabatan kedua.
Meskipun wakil presiden jarang memegang peran yang menentukan dalam upaya seorang presiden untuk terpilih kembali, Harris siap menjadin pengecualian. Ia akan terjun berkampanye untuk menjadi calon wakil dari presiden tertua dalam sejarah Amerika Serikat.
Penampilan Harris pada Selasa (25/4), hari yang sama ketika Biden mengumumkan pencalonannya kembali, adalah sekilas tentang bagaimana dia akan melakukan kampanye.
“Sekarang saya berdiri di sini dengan bangga mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat untuk terpilihnya kembali Presiden Joe Biden. Supaya kita bisa menyelesaikan tugas.”
Dia berbicara di Howard University, almamaternya. [ka/rs]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia